Fadli Zon Bantah Soeharto Terlibat Peristiwa 1965, Mana Buktinya?
Fadli Zon pun mempertanyakan apa bukti Soeharto terlibat pembunuhan massal 1965-1966.
Ringkasan Berita:
- Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon membantah keterlibatan Presiden ke-2 RI Soeharto dalam Peristiwa 1965.
- Fadli Zon pun menolak penyebutan pembunuhan massal 1965-1966 sebagai genosida.
- Politikus Partai Gerindra itu mengeklaim tak ada bukti Soeharto terlibat Peristiwa 1965.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon membantah keterlibatan Presiden ke-2 RI Soeharto dalam Peristiwa 1965.
Fadli Zon pun menolak penyebutan pembunuhan massal 1965-1966 sebagai genosida.
Bantahan tersebut disampaikan Fadli Zon sehubungan polemik pengusulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional.
Politikus Partai Gerindra itu mengeklaim tak ada bukti Soeharto terlibat Peristiwa 1965.
Sebelumnya, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Franz Magnis-Suseno menyatakan Soeharto tak layak diberi gelar Pahlawan Nasional.
Magnis menyorot berbagai pelanggaran HAM yang terjadi pada era Soeharto, termasuk genosida 1965-1966.
"Enggak pernah ada buktinya kan? Enggak pernah terbukti," kata Fadli Zon usai rapat terbatas (ratas) dengan Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/11).
"Pelaku genosida apa? Enggak ada. Saya kira enggak ada itu."
Fadli Zon pun mempertanyakan apa bukti Soeharto terlibat pembunuhan massal 1965-1966.
Menurutnya, Soeharto telah dianggap layak diusulkan menjadi Pahlawan Nasional melalui proses sejak tingkat kabupaten/kota.
"Apa? Faktanya apa? Ada yang berani menyatakan fakta? Mana buktinya (Soeharto terlibat Peristiwa 1965)?" kata Fadli Zon dikutip laporan jurnalis Kompas TV, Alfania Octavia.
"Kan kita bicara sejarah dan fakta dan data, gitu. Ada enggak (bukti)? Enggak ada kan? Saya kira itu."
Baca juga: PDI-P Kukuh Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Jejak Pelanggaran HAM Jadi Alasan
Jelang Hari Pahlawan 10 November, kritik terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto semakin meluas.
Kalangan akademisi dan aktivis menyuarakan penolakan dalam konferensi pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Selasa (4/11).
Dalam konferensi pers tersebut, Romo Magnis-Suseno menyebut Soeharto memang berjasa untuk Indonesia.
Namun, rekam jejak pelanggaran HAM berat dan praktik korupsi selama masa pemerintahan Soeharto tidak bisa diabaikan.
"Jasa Pak Harto tidak perlu disangkal, tetapi dari seorang Pahlawan Nasional dituntut lebih, dituntut bahwa ia tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika, dan mungkin juga jahat," kata Romo Magnis dalam konferensi pers yang disiarkan kanal Youtube YLBHI, Selasa (4/11).
"Tidak bisa disangkal bahwa Soeharto yang paling bertanggung jawab atas satu dari lima genosida terbesar umat manusia di bagian kedua abad ke-20, yaitu pembunuhan sesudah '65-66."
Peristiwa 1965 telah diakui sebagai pelanggaran HAM berat oleh pemerintah pada era Joko Widodo.
Berbagai laporan dari akademisi dan sejarawan menyatakan sekitar 500.000 hingga lebih dari satu juta jiwa terbunuh dalam peristiwa tersebut.
Baca juga: Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Ribka Tjiptaning: Hanya Bisa Membunuh Jutaan Rakyat Indonesia
Ketua PP Muhammadiyah Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad mendukung wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto.
Dadang menilai Soeharto sebagai tokoh penting yang layak mendapat penghargaan.
Dadang beralasan, jasa-jasa Soeharto dianggap besar selama berkiprah di militer kemudian menjadi penguasa.
Dadang menyebut Soeharto berjasa besar terhadap perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia.
“Kami mendukung Bapak Soeharto sebagai pahlawan nasional karena beliau sangat berjasa kepada Republik Indonesia, sejak masa revolusi kemerdekaan hingga masa pembangunan,” kata Dadang dalam keterangan di Jakarta.
Menurut Dadang, Soeharto turut berjuang selama perang kemerdekaan dan memainkan peran penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.
Selama menjabat sebagai presiden, pimpinan Muhammadiyah itu pun menilai Soeharto berhasil menjalankan pembangunan secara terencana lewat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Dadang menilai keberhasilan rezim Orde Baru-nya Soeharto dapat dilihat dari swasembada pangan pada 1980-an, menekan pertumbuhan penduduk dengan Keluarga Berncana (KB), serta menciptakan stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan.
“Ketika kita menghargai jasa kepahlawanan seseorang, jangan dilihat dari perbedaan politik atau kepentingan apa pun, kecuali kepentingan bangsa dan negara, terlepas dari kekurangan dan kesalahan seseorang,” kata Dadang dikutip Antara.
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyatakan terdapat 24 nama prioritas untuk pengusulan gelar Pahlawan Nasional.
Fadli Zon menyebut total terdapat 49 nama yang dinyatakan memenuhi syarat dalam pengusulan Pahlawan Nasional, termasuk Soeharto.
Hal tersebut disampaikan Fadli Zon usai mengikuti rapat terbatas (ratas) dengan Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/11).
"Semua 49 nama ini adalah jasa-jasa orang-orang yang sudah dipertimbangkan dengan masak melalui kajian, mereka berjasa luar biasa gitu. Makanya diusulkan," kata Fadli Zon dikutip laporan jurnalis Kompas TV, Alfania Octavia.
Baca juga: Bertandang ke Markas PSPS Pekanbaru, Persiraja Banda Aceh Transit di Kuala Lumpur, Singkat dan Hemat
Baca juga: Kesaksian Budianto, Pengusaha Diperas Oknum Polisi-TNI Rp1 Miliar, Ditodong Pistol di Kepala
Baca juga: HP Baru Motorola, Moto G57 dan Moto G57 Power, Pertama di Dunia dengan Chip Snapdragon 6s Gen 4
Sumber: Kompas.tv
| Teuku Abdul Hamid Azwar Calon Pahlawan Nasional, Begini Mekanisme Pengusulannya di Dinsos Aceh |
|
|---|
| Mengurai Jejak Teuku Abdul Hamid Azwar, Pejuang Asal Samalanga Kini Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional |
|
|---|
| Teuku Abdul Hamid, Calon Pahlawan Nasional Asal Aceh: Nyusup ke Pasukan Jepang demi Kemerdekaan |
|
|---|
| PDI-P Kukuh Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Jejak Pelanggaran HAM Jadi Alasan |
|
|---|
| Ramai yang Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Disebut Terlibat Pelanggaran HAM Masa Lalu |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.