Lahan Jusuf Kalla Diserobot Mafia Tanah, James Riady Bantah Milik Lippo Group
Ia juga membantah bahwa Lippo Group disebut menyerobot lahan milik PT Hadji Kalla, seperti yang disebut oleh Jusuf Kalla.
Ringkasan Berita:
- Chairman Lippo Group James Riady membantah lahan sengketa yang bikin Wakil Presiden ke-10 Jusuf Kalla meradang adalah milik Lippo Group.
- James mengatakan bahwa lahan berkonflik itu adalah milik perusahaan terbuka besutan Pemerintah Kota Makassar, Sulawesi Selatan, di mana perusahaan Lippo Group merupakan salah satu pemegang sahamnya.
- Oleh karena itu, James mengatakan dirinya yang mewakili Lippo Group tidak akan memberikan komentar terkait hal tersebut.
SERAMBINEWS.COM - Sengketa lahan di Makassar, Sulawesi Selatan, yang melibatkan Jusuf Kalla melalui PT Hadji Kalla melawan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) dan pihak lain, telah menjadi sorotan nasional.
Chairman Lippo Group James Riady membantah lahan sengketa yang bikin Wakil Presiden ke-10 Jusuf Kalla meradang adalah milik Lippo Group.
James mengatakan bahwa lahan berkonflik itu adalah milik perusahaan terbuka besutan Pemerintah Kota Makassar, Sulawesi Selatan, di mana perusahaan Lippo Group merupakan salah satu pemegang sahamnya.
"Lahan itu adalah kepemilikan dari perusahaan pemda (pemerintah daerah) di daerah, yang namanya PT Gowa Makassar Tourism Development Corporation (GMTD) Tbk, perusahaan terbuka, di mana Lippo salah satu pemegang saham, tapi itu perusahaan pemda," kata James saat ditemui di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
Oleh karena itu, James mengatakan dirinya yang mewakili Lippo Group tidak akan memberikan komentar terkait hal tersebut.
"Bukan enggak tahu masalah, artinya itu tanah itu bukan punya Lippo, jadi enggak ada kaitan dengan Lippo, jadi kita enggak ada komentar," ujarnya.
Ia juga membantah bahwa Lippo Group disebut menyerobot lahan milik PT Hadji Kalla, seperti yang disebut oleh Jusuf Kalla.
"Kamu percaya Lippo menyerobot tanah, kan enggak?," kata James.
Baca juga: VIDEO - Wapres RI ke-10 dan 12 Jusuf Kalla Murka di Makassar: Lahan Dirampas, Lippo Ditegas!
Jusuf Kalla Klaim Lahannya Diserobot Mafia tanah
Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) menegaskan bahwa mafia tanah harus dilawan bersama-sama, jika tidak ingin masyarakat lain juga menjadi korban.
Hal tersebut disampaikan JK saat ditanya mengenai sengketa lahan antara Hadji Kalla dengan Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).
"Itu praktik itu terjadi di mana-mana, dan kita harus lawan bersama-sama. Kalau tidak, ini merupakan masyarakat jadi korban, termasuk saya ini korban, tapi kan kita punya apa itu formal yang tidak bisa dibantah," ujar JK, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Senin (10/11/2025).
JK menyebut, praktik penyerobotan lahan tidak hanya terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan, melainkan di banyak tempat.
"Itu semua kriminal, semuanya dibuat itu dengan cara rekayasa hukum, rekayasa apa, memalsukan dokumen, memalsukan orang," ucap dia.
Sementara itu, JK mengeklaim Menteri ATR/BPN Nusron Wahid sudah menyampaikan bahwa lahan yang diserobot adalah miliknya.
Dia kembali menegaskan agar mafia tanah harus diberantas.
"Kan menteri, menteri Nusron sudah mengatakan itu yang sah milik saya. Mafia ini harus diberantas. Jadi, harus dilawan. Kalau dibiarkan, akan begini akibatnya," imbuh JK.
Sebelumnya, JK meluapkan kekesalannya atas sengketa lahan antara Hadji Kalla dengan Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).
Ia menuding ada praktik mafia tanah dalam kasus tersebut.
JK menilai, eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri (PN) Makassar yang dilakukan dua hari sebelumnya tidak sah secara hukum.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh JK saat meninjau lokasi sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Tamalate, Makassar, pada Rabu (5/11/2025) pagi.
Menurut JK, lahan seluas 16,4 hektar tersebut telah dimiliki Hadji Kalla sejak tahun 1993.
Namun, pengadilan justru memenangkan pihak GMTD.
“Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-main, apalagi yang lain,” kata JK, dikutip dari Tribun Makassar.
"Padahal, ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Ini kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang masuk Makassar,” sambung dia.
Baca juga: Jusuf Kalla Marah Lahan 16,4 Hektar Miliknya Dirampok Mafia Tanah: Mempertahankan Harta itu Syahid
Nusron Wahid Buka Suara
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menanggapi polemik ini dengan lugas.
Ia menegaskan bahwa akar masalah sengketa ini sudah berusia puluhan tahun sebelum masa kepemimpinannya.
"Kasus ini merupakan produk tahun 1990-an. Justru kini terungkap karena sistem kita sedang jujur dan dibuka. Kami sedang berbenah dan menata ulang sistem pertanahan agar lebih transparan dan tertib," ujar Nusron, di Jakarta, Minggu (9/11/2025).
Penelusuran Kementerian ATR/BPN mengungkap fakta hukum yang sangat rumit di atas satu bidang tanah di Tanjung Bunga tersebut.
PT Hadji Kalla memegang Hak Guna Bangunan (HGB) yang terbit tahun 1996. HGB ini berlaku hingga 2036.
Sementara GMTD memegang Hak Pengelolaan (HPL) yang berasal dari kebijakan Pemda Gowa dan Makassar yang terbit tahun 1990-an.
Menurut Nusron, secara fundamental, konflik ini adalah tentang tumpang tindih dua hak yang berbeda, HGB milik Hadji Kalla dan HPL milik GMTD (afiliasi Lippo Group), di atas lahan yang sama.
Selain itu, masalah ini diperumit oleh putusan Pengadilan Negeri Makassar tahun 2000 tentang perkara GMTD melawan Manyombalang Daeng Solong yang memenangkan GMTD.
Nusron menjelaskan, penyelesaian kasus ini tidak dapat didasarkan pada generalisasi satu putusan pengadilan, karena ada banyak subjek hukum dan dasar penerbitan hak yang berbeda.
Nusron juga menegaskan bahwa putusan PN Makassar No. 228/Pdt.G/2000 hanya mengikat para pihak yang berperkara GMTD vs. Manyombalang Daeng Solong, sehingga tidak otomatis berlaku terhadap PT Hadji Kalla yang memiliki dasar penerbitan HGB yang berbeda.
"Untuk itu, Kementerian ATR/BPN tidak berpihak. Fungsi Kementerian dalam kasus ini adalah administratif, memastikan bahwa objek tanah yang dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Makassar sudah sesuai dengan data pertanahan yang sah," tutur Nusron.
Untuk mencegah error in objecto (kesalahan objek) yang sering dimanfaatkan mafia tanah, Kantor Pertanahan Kota Makassar telah mengambil langkah proaktif.
Kantor Pertanahan mengirim surat resmi kepada Pengadilan Negeri Makassar untuk meminta klarifikasi dan koordinasi teknis.
Hal ini karena sebelumnya, Kementerian ATR/BPN menekankan bahwa perlu dilakukan Konstatering Administratif sebelum pelaksanaan eksekusi.
Konstatering adalah proses pengukuran dan pencocokan ulang objek di lapangan dengan data administrasi yang ada, guna memastikan batas-batas eksekusi tidak melanggar hak pihak lain yang sah.
Nusron menggunakan kasus ini sebagai momentum penting untuk membersihkan sistem pertanahan nasional.
"Kami ingin semua terang agar ke depan tidak ada lagi tumpang tindih, sertipikat ganda (double certificate), dan overlapping di masa depan," tandas Nusron.
Baca juga: VIDEO Israel Tak Gentar Hadapi Surat Penangkapan dari Turki, Singgung Suku Kurdi
Baca juga: VIDEO - Pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih Bireuen Tembus 43 Persen
Baca juga: Khidmat dan Semaraknya Peringatan Hari Pahlawan di Pendopo Bupati BIreuen, Veteran Dapat Bingkisan
Artikel ini Sudah tayang di Kompas.com
| Pengakuan Penculik Balita di Makassar, Sudah Jual 10 Bayi, Sempat Tak Ngaku dan Ngamuk |
|
|---|
| Peran Empat Tersangka Penculikan Bilqis Anak 4 Tahun di Makassar, Terancam 15 Tahun Penjara |
|
|---|
| VIDEO Bocah 4 Tahun Asal Makassar Ditemukan Selamat di Jambi |
|
|---|
| Tampang Mery Ana, Penculik Balita 4 Tahun di Makassar, Rencananya Akan Dijual Rp 3,5 juta |
|
|---|
| Pengakuan Sri Yuliana, Orang Pertama Culik Bilqis di Makassar, Dijual Rp 3 Juta Karena Butuh Uang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Chairman-Lippo-Group-James-Riady-saat-ditemui-di-Wisma-Mandiri-Jakarta-Pusat.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.