Purbaya Tegas Larang Impor Baju Bekas: Thrifting Tetap Ilegal meski Bayar Pajak

Pernyataan tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal pelarangan impor pakaian bekas kembali mengguncang pelaku usaha thrifting.

Editor: Amirullah
Tribun jakarta.com
Pernyataan Menkeu Purbaya mengejutkan pedagang thrifting, karena ia tegas melarang impor baju bekas yang ingin dilegalisasi. 

Ia mengaku seluruh barang yang dijualnya diperoleh dari rekanan dalam negeri, bukan impor langsung, untuk menghindari jalur ilegal.

“Saya ambilnya dari orang-orang Indonesia yang sudah ready barangnya di sini. Bukan dari luar negeri langsung,” tambahnya.

Arief menyebut bisnis thrifting justru menjadi ruang ekonomi baru bagi banyak anak muda dan pelaku usaha kecil.

Dari satu toko seperti Cantolan Kastok, setidaknya 10 orang bisa mendapat pekerjaan tetap.

“Kita ini juga penggerak UMKM, sama seperti pelaku usaha lain. Kita mempekerjakan orang, membayar sewa tempat, dan punya kontribusi ekonomi. Jadi aneh kalau thrifting dianggap merusak UMKM,” ungkapnya.

Menurutnya, kebijakan pemerintah seharusnya tak serta-merta melarang seluruh kegiatan thrifting, melainkan membedakan antara produk layak jual (grade atas) dengan barang campuran atau KW (grade bawah).

“Yang perlu diatur itu yang grade bawah, karena sering dicampur dengan barang KW. Tapi kalau yang grade atas, harusnya tidak masalah. Malah sayang kalau dilarang,” kata Arief.

Meski kebijakan pelarangan thrifting belum resmi diteken, Arief mengaku sudah mulai merasakan dampaknya pada pasokan barang.

Para pemasok besar yang biasa menyediakan stok kini memilih menahan diri.

“Penjualan sih masih stabil, tapi pasokan barang agak seret. Karena para juragan di atas juga ragu mau jalanin barangnya. Semua masih nunggu keputusan resmi pemerintah,” ujarnya.

Namun begitu, ia optimistis bisnis thrifting masih akan tetap diminati, apalagi oleh kalangan muda yang semakin sadar gaya dan keberlanjutan.

“Pasarnya tetap ada. Sekarang justru anak muda banyak yang bangga pakai barang thrift, karena selain murah juga punya karakter unik,” tuturnya.

Arief juga menyoroti bagaimana beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura justru sudah melegalkan dan mengatur bisnis thrifting secara resmi.

“Di Malaysia itu malah dilegalkan. Setiap bulan atau tiga bulan sekali ada acara resmi dari pemerintah yang mendukung thrifting. Harusnya Indonesia bisa belajar dari situ. Kalau legal, semua jadi tertib,” ucapnya.

Bagi Arief, bisnis pakaian bekas bukan sekadar soal jual-beli, tapi bagian dari budaya berkelanjutan dan kreativitas anak muda.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved