Nasib Iptu TSH, Terlibat Pemerasan Pengusaha di Batam Rp 1 Miliar, Mengaku Diajak 7 Anggota TNI AD
Menurutnya, Iptu TSH mengaku sudah sering diajak untuk melakukan penggerebekan fiktif, namun ia menolak.
Ringkasan Berita:
- Kabid Propam Polda Kepri Kombes Pol. Eddwi Kurniyanto mengatakan komisi etik telah dibentuk. Sidang etik terhadap Iptu TSH pun sudah bergulir.
- Saat ini, pihaknya sedang meminta keterangan dari saksi korban, yaitu pengusaha berinisial BJ.
- Eddwi menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan, Iptu THS mengaku diajak tujuh anggota TNI AD untuk melakukan penggerebekan fiktif narkoba terhadap BJ.
SERAMBINEWS.COM - Kasus penggerebekan fiktif narkoba terhadap Budianto Jauhari, warga Batam Kota, Batam, Kepulauan Riau, yang mengaku diperas Rp 1 miliar oleh delapan orang yang mengaku sebagai anggota Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, pada Sabtu (16/10/2025), memasuki babak baru.
Diduga tujuh orang merupakan anggota TNI AD dan satu orang anggota Ditresnarkoba Polda Kepulauan Riau.
Bidang Profesi dan Pengamanan atau Propam Polda Kepulauan Riau menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri atau KKEP terhadap Iptu TSH, anggota polisi yang terlibat penggerebekan narkoba fiktif terhadap pengusaha di Batam.
Kabid Propam Polda Kepri Kombes Pol. Eddwi Kurniyanto mengatakan komisi etik telah dibentuk. Sidang etik terhadap Iptu TSH pun sudah bergulir.
Saat ini, pihaknya sedang meminta keterangan dari saksi korban, yaitu pengusaha berinisial BJ.
"Sidang KKEP-nya sudah berjalan, kami sedang meminta keterangan saksi korban untuk dihadirkan di persidangan etik guna didengarkan keterangannya," kata Eddwi di Batam, Sabtu (22/11/2025).
Eddwi menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan, Iptu THS mengaku diajak tujuh anggota TNI AD untuk melakukan penggerebekan fiktif narkoba terhadap BJ.
Menurutnya, Iptu TSH mengaku sudah sering diajak untuk melakukan penggerebekan fiktif, namun ia menolak.
Tapi, pada 16 Oktober 2025, Iptu TSH bersedia ikut karena merasa tidak enak karena alasan hubungan pertemanan
"Awalnya diajak, sempat menolak. Dia mengakui kesalahannya," ucap Eddwi.
Iptu TSH merupakan anggota Subdit III Ditresnarkoba Polda Kepri. Selama bertugas, dia tidak memiliki catatan pelanggaran etik.
Dalam pemeriksaan kasus ini, Propam Polda Kepri juga sudah memeriksa bentuk pengawasan melekat yang dilakukan pimpinan Iptu TSH.
Baca juga: Polisi Iptu TS Ditangkap, Terlibat Pemerasan Warga Batam Rp1 Miliar, 8 Orang Bersenpi Gerebek Korban
Menurut Eddwi, hasil pemeriksaan itu telah dijalankan pimpinan setingkat di atas Iptu TSH, baik dalam bentuk imbauan setiap apel, maupun disampaikan secara tertulis.
"Murni ini kesalahan personal," ujarnya.
Perbuatan Iptu TSH memenuhi unsur melanggar aturan dengan penyalahgunaan wewenang dan terancam sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan.
"Polda Kepri berkomitmen menindak tegas anggota yang terlibat pelanggaran berat dengan sanksi berat," ucap Eddwi.
"Tidak ada toleransi bagi anggota yang melanggar etik, Propam Polda Kepri akan profesional dalam menyelesaikan kasus pelanggaran etik ini."
Sebelumnya, Iptu TSH dilaporkan terlibat dugaan pemerasan terhadap seorang pengusaha di Batam dengan modus penggerebekan narkoba fiktif bersama tujuh anggota TNI AD.
Ketujuh anggota TNI itu, yakni Serka Jefri Simanjuntak, Serda Rozi, Pratu Rambe, Pratu Diki, Pratu Jefri Zalman, Pratu Afriansyah, dan Prada Matondang.
Baca juga: Pria Medan Peras Mahasiswi, Ancam Sebar Video Syur Mereka Bila Korban Tak Kirim Uang
Iptu TSH Ditangkap
Seorang perwira polisi berinisial Iptu TSH ditangkap Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Kepulauan Riau.
Anggota Diresnarkoba Polda Kepri itu ditangkap setelah diduga melakukan pemerasan terhadap seorang pengusaha berinisial BJ di Kota Batam, Kepulauan Riau.
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Zahwani Pandra Arsyad mengatakan pelaku Iptu TSH telah ditahan untuk menjalani pemeriksaan secara intensif terkait tindak pidana yang dilakukannya.
"Yang bersangkutan (Iptu TSH) sedang diperiksa secara mendalam oleh penyidik Bidpropam untuk memastikan seluruh fakta dan kebenaran terkait dugaan pelanggaran tersebut," kata Pandra saat dikonfirmasi pada Senin (3/11/2025).
Pandra mengungkapkan modus Iptu TSH melakukan pemerasan terhadap korban yakni dengan melakukan penggerebekan fiktif mengatasnamakan Badan Narkotika Nasional atau BNN.
Adapun penggerebekan fiktif itu dilakukan pada Sabtu (16/10) dengan menyasar sebuah lokasi di Ruko Bunga Raya Botania 1 Batam.
"Memang peristiwanya terjadi tanggal 16 Oktober, tapi pengaduan masyarakat itu diterima baru-baru ini,” ujar Pandra.
Setelah menerima laporan tersebut, kata dia, tim Propam Polda Kepri bergerak cepat merespons pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut.
“Langsung direspons Bidporpam, memeriksa dan menahan yang bersangkutan," ucap Pandra.
Lebih lanjut, ia mengatakan saat ini Bidpropam Polda Kepri tengah meminta keterangan Iptu TSH untuk mengungkap kebenaran atas peristiwa tersebut.
Menurut dia, Iptu TSH akan ditindak tegas bila terbukti menyalahi aturan.
"Apabila terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang, Polda Kepri akan menindak tegas sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku,” tuturnya.
“Hal ini menjadi komitmen dan atensi untuk menindak tegas oknum yang berbuat pelanggaran.”
Baca juga: Peras Perusahaan Rp 5 Miliar, Ketua Ormas Jekson Sihombing Terjaring OTT Polda Riau
Kesaksian Korban
Budianto Jauhari, warga Batam Kota, Batam, Kepulauan Riau, mengaku diperas Rp 1 miliar oleh delapan orang yang mengaku sebagai anggota Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, pada Sabtu (16/10/2025).
Dari informasi yang didapatkan, diduga tujuh orang merupakan anggota TNI AD dan satu orang anggota Ditresnarkoba Polda Kepulauan Riau.
16 Oktober 2025 sekira pukul 22.00 WIB, menjadi malam tak terlupakan di hidup Budianto Jawari, pengusaha asal Kota Batam, Kepulauan Riau.
Oknum aparat polisi-TNI berjumlah sekitar 8 orang mengeruduk kediamannya.
Mereka yang mengaku dari Badan Narkotika Nasional (BNN) mendatangi rumah toko (ruko) milik Budianto Jawari di kawasan Komplek Pertokoan Bunga Raya, Botania 1, Batam.
Oknum aparat melakukan penggeledahan hingga mengklaim menemukan bungkusan plastik berisi narkoba.
Mereka kemudian diduga memeras Budianto Jawari meminta uang Rp1 miliar agar tidak membawa kasus ini ke jalur hukum.
Ditodong Senjata di Kepala
Budianto Jawari dalam kesempatannya menceritakan detik-detik insiden yang membuatnya trauma.
Semua bermula saat ia sedang asyik main billiard bersama kawan-kawannya.
Sekira pukul 22.00 WIB, para oknum aparat itu mendatangi ruko lantai dua miliknya.
"Mereka bilang dari BNN. Bilang ada penggerebekan narkoba," katanya, dikutip dari TribunBatam.id, Kamis (6/11/2025).
Budianto Jawari melanjutkan ceritanya.
Ia mengaku sempat ditodong senjata saat penggerebekan tersebut.
"Saya langsung ditodong pistol. Di kepala. Di pelipis saya."
"Saya benar-benar merasa akan mati malam itu," ujarnya.
Budianto Jawari menegaskan tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.
Ia memastikan barang haram yang diklaim ditemukan di rukonya bukanlah miliknya.
Dirinya menuding penggerebekan tersebut hanyalah akal-akalan para oknum untuk meminta tebusan sebanyak Rp 1 miliar.
"Saya tidak tahu itu apa. Saya tidak tahu itu milik saya atau tidak."
"Yang jelas, itu dijadikan alasan untuk memeras saya," ujarnya.
Budianto Jawari mengaku tidak memiliki uang sebanyak itu kepada para oknum.
Akan tetapi mereka terus memaksa dengan cara menodongkan senjata.
Singkat cerita, Budianto Jawari dipaksa untuk menghubungi kakak iparnya guna meminjam uang.
"Mereka minta satu miliar. Saya bilang saya tidak punya. Mereka terus mengancam. Pistol masih di kepala saya. Saya sangat ketakutan."
"Saya pinjam dari abang ipar Rp300 juta. Dilakukan transfer dua kali. Pertama Rp200 juta, kedua Rp100 juta. Itu satu-satunya cara supaya mereka pergi dan tidak menyakiti kami," urainya.
Usai mendapatkan uang, para oknum ini meninggalkan lokasi kejadian.
Beberapa hari kemudian, Budianto Jawari melaporkan dugaan pemerasan ini ke Polda Kepri dan Denpom 1/6 Batam.
Ia berharap para pelaku dihukum berat.
"Saya hanya ingin keadilan. Saya ingin oknum-oknum itu dipecat dan dihukum."
"Kalau mereka tidak dihukum, saya dan keluarga akan terus merasa terancam. Mereka masih mengancam kami," tandasnya, dikutip dari TribunBatam.com.
Kronologi Kejadian
Budianto Jauhari, warga Batam Kota, Batam, Kepulauan Riau, mengaku diperas Rp 1 miliar oleh delapan orang yang mengaku sebagai anggota Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, pada Sabtu (16/10/2025).
Budianto menceritakan, peristiwa itu bermula saat kediamannya digerebek oleh delapan pria bersenjata api tanpa menunjukkan surat perintah.
“Saya saat itu lagi main biliar di lantai bawah dengan enam teman saya. Pintu memang sedikit terbuka saat itu, tiba-tiba saja ada delapan orang pria mengaku dari BNN langsung masuk dan menodong kami dengan senjata api,” jelas Budianto yang didampingi kuasa hukum saat ditemui di Batam, Senin (3/11/2025) sore.
Setelah masuk, para pelaku memaksa Budianto dan rekan-rekannya untuk tiarap di lantai.
Salah satu pelaku kemudian berteriak menemukan satu bungkus klip kecil yang disebut berisi narkotika.
Menemukan barang tersebut, para pelaku melanjutkan penggeledahan di lantai satu namun tidak menemukan apa pun selain satu bungkus klip kecil itu.
Mereka kemudian berusaha naik ke lantai dua, tetapi diadang oleh Budianto.
“Bukan bermaksud mengadang, saya hanya memberi penjelasan di lantai atas ada istri saya yang sedang hamil delapan bulan. Saya khawatir dia takut melihat senjata yang dibawa para pelaku, kalau nanti berakibat buruk siapa yang mau tanggung jawab,” ujarnya.
Mendengar penjelasan itu, salah satu pelaku justru melakukan negosiasi dan meminta korban menyerahkan uang sebesar Rp 1 miliar.
Karena berada di bawah ancaman, korban meminta agar pembayaran dilakukan secara mencicil.
Malam itu juga, para pelaku berhasil memeras uang sebesar Rp 300 juta setelah Budianto meminjam uang dari abang iparnya di Tangerang.
Sebelum meninggalkan lokasi, para pelaku juga memaksa korban menghapus rekaman CCTV dengan todongan senjata.
“Rekaman CCTV malam itu saya hapus di bawah todongan senjata api. Mereka meninggalkan kami setelah kami mentransfer uang sebesar Rp 300 juta untuk cicilan tebusan sebesar Rp 1 miliar yang mereka minta. Saat ini saya sudah memiliki buktinya,” ujar Budianto.
Ia mengaku baru berani berbicara setelah menyadari bahwa para pelaku hanyalah pemeras yang menggunakan modus penggerebekan narkotika.
Keputusan untuk buka suara juga diambil setelah melihat perubahan mental istrinya sebelum dan sesudah melahirkan.
“Kenapa saya berbicara sekarang, karena saya ingin para pelaku dipecat dan dapat sanksi pidana. Saya sudah lapor ke Denpom dan Polda Kepri melalui kuasa hukum," ujarnya.
"Perubahan mental terjadi pada istri saya, ini saja saya baru dihubungi oleh istri untuk minta pindah. Karena tadi ada petugas polisi datang ke rumah dan saya nggak tahu maksudnya ngapain. Ini saya lihat dari rekaman CCTV,” jelasnya.
Baca juga: Profil Anwar Iskandar, Ketua Umum MUI Periode 2025-2030, Ulama Senior Berkiprah di Dunia Pendidikan
Baca juga: Menteri Pertanian Turunkan Tim ke Aceh Tengah Pasca Pertemuan dengan Bupati Haili Yoga di Jakarta
Baca juga: BPKA Imbau Wajib Pajak Bayar Langsung ke Loket Resmi
Sumber: Kompastv
| VIDEO Menegangkan, Satu Parasut Anggota TNI Gagal Mengembang Saat Terjun Payung |
|
|---|
| Pangdam IM Instruksikan Kodim Kawal Ketat Proyek KDMP di Aceh |
|
|---|
| Sebelum Levi Dosen Untag Tewas, Rekan Sempat Peringatkan Korban Soal Hubungan dengan AKBP Basuki |
|
|---|
| Usai Bakar Rumah Hakim PN Medan, Fahrul Azis Jual Perhiasan Korban, Beli 2 Motor dan Cincin Emas |
|
|---|
| Jenazah Balita Korban Longsor Cilacap Ditemukan, Tersisa 2 Lagi, Berikut Nama 23 Orang Meninggal |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Ilustrasi-oknum-polisi-dan-Budianto-pengusaha-di-Batam-korban-dugaan-pemerasan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.