Kisah Nurhasan, Mantan Kepsek di Luwu 22 Tahun Mengabdi, Dipenjara dan Dipecat karena Kasus Seragam

Kini, di usia 62 tahun, ia kembali berladang seperti masa mudanya, meski tubuhnya tak lagi sekuat dulu.

Editor: Faisal Zamzami
MUH. AMRAN AMIR/Kompas.com
Nurhasan (62) mantan kepala sekolah SMP Negeri 1 Ponrang, kini menjalani hari-hari sebagai petani sambil merawat sisa-sisa harapan. Ia tak meminta kembali jabatannya, apalagi masa lalu. Ia hanya ingin nama baiknya dipulihkan, dan hak pensiunnya dikembalikan sebagai penghargaan atas dua dekade pengabdian, Senin (24/11/2025) 
Ringkasan Berita:
  • Seorang mantan Kepala Sekolah di SMP Negeri 1 Ponrang, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan menceritakan dengan getir kisah hidupnya.
  • Ia yang sejak 1998 mengabdi sebagai guru tak pernah membayangkan masa tugasnya berakhir dengan status pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
  • Padahal, lebih kurang satu tahun lagi ia akan pensiun setelah 22 tahun mengajar.

 

SERAMBINEWS.COM - Seorang mantan Kepala Sekolah di SMP Negeri 1 Ponrang, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan menceritakan dengan getir kisah hidupnya.

 Nurhasan (62) masih mengingat jelas hari ketika hidupnya berubah.

Ia yang sejak 1998 mengabdi sebagai guru dan pernah menjadi Kepala SMP Negeri 1 Ponrang, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, tak pernah membayangkan masa tugasnya berakhir dengan status pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Padahal, lebih kurang satu tahun lagi ia akan pensiun setelah 22 tahun mengajar.

Namun, vonis pengadilan pada 2020 dan keputusan PTDH dari Pemerintah Kabupaten Luwu membuatnya kehilangan jabatan, penghasilan, dan nama baik yang ia bangun selama puluhan tahun.

Baca juga: Rasnal dan Abdul Muis, Dua Guru Luwu Utara Disambut Haru Ribuan Guru Usai Direhabilitasi Prabowo

Hari yang Mengubah Segalanya

Kisah itu bermula pada 2018. Ketika itu, Nurhasan berada di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu mengikuti rapat terkait rehabilitasi delapan ruang kelas di sekolahnya.

Di tengah rapat, sebuah telepon dari nomor tak dikenal masuk.

Ia diminta segera kembali ke sekolah. 

“Saya kira hanya ada anak-anak berkelahi di sekolah, karena di sana memang rawan perkelahian,” kenang Nurhasan, Senin (24/11/2025).

 Namun begitu tiba, suasana sekolah mencekam.

Polisi sudah melakukan penggerebekan.

“Uang yang disita itu Rp 91 juta. Katanya ada operasi tangkap tangan atau OTT. Padahal, saya tidak ada di sekolah, saya ada di Dinas,” katanya.

Uang itu merupakan pembayaran pakaian sekolah—baju batik, baju olahraga, atribut, hingga iuran koperasi.

Seluruh pembayaran disebutnya telah disepakati orangtua melalui komite sekolah.

“Saya hanya memfasilitasi tempat rapat. Semua keputusan ada pada komite,” ujarnya.

Namun, proses hukum berjalan cepat.

Nurhasan divonis bersalah dan dipenjara dua tahun.

Baca juga: Nasib Faisal Tanjung Usai Bikin 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara Dipenjara dan Dipecat: Dimana Salah Saya

Dari Kepala Sekolah Menjadi Petani

Setelah keluar dari penjara, Nurhasan harus menerima kenyataan pahit: ia dipecat sebagai ASN.

“Saya tinggal punya sisa satu tahun lagi mengabdi seandainya tidak dipecat,” ucapnya.

Kini, di usia 62 tahun, ia kembali berladang seperti masa mudanya, meski tubuhnya tak lagi sekuat dulu.

“Tenaga sudah tidak ada lagi seperti waktu muda. Jadi saya hanya pasrah,” katanya.

Nurhasan mengaku tidak menerima uang pensiun sepeser pun akibat PTDH tersebut.

Ia mempertanyakan mengapa kasus itu diproses pidana.

Padahal, menurutnya, pengadaan pakaian sekolah adalah praktik lazim yang disetujui orangtua.

“Kenapa hanya saya? Kalau di sekolah lain malah sampai Rp 500.000 satu pasang baju. Ini saya Rp 300.000 untuk dua pasang baju, tambah atribut dan koperasi. Di mana kerugian negara? Uang itu kesepakatan orangtua dan komite, bukan anggaran negara,” ujarnya.

Baca juga: Sosok Faisal Tanjung yang Disebut Laporkan 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara hingga Dipecat, Ogah Disalahkan

Harapan kepada Presiden Prabowo

Belakangan, Nurhasan membaca kabar bahwa dua guru di Luwu Utara mendapat rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto setelah dipidana karena pungutan dana komite.

Kisah itu membangkitkan asa dalam dirinya.

“Saya memohon kepada Bapak Presiden, semoga kasus saya disamakan dengan dua guru di Luwu Utara itu,” ujarnya.

Ada tiga hal yang ia harapkan. 

Pertama, rehabilitasi dan pemulihan nama baik.

Kedua, pengembalian hak pensiun. 

Ketiga, pemulihan statusnya sebagai guru.

“Itu saja yang saya mohonkan kepada beliau. Semoga panjang umur dan sehat,” ungkap Nurhasan.

Selama puluhan tahun mengajar, ia pernah menjadi Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Ketua PGRI Kabupaten Luwu selama beberapa periode.

“Saya kira semua amanah itu saya jalankan dengan kerja sama teman-teman. Tidak ada yang saya curangi,” katanya.

 Kini, di teras rumahnya, Nurhasan menjalani hari-hari sebagai petani sambil merawat sisa-sisa harapan.

Ia tak menuntut jabatannya kembali.

Ia hanya ingin nama baik dipulihkan dan hak pensiun dikembalikan sebagai penghargaan atas dua dekade pengabdian.

“Ini hanya persoalan harga baju. Bukan kerugian negara. Saya hanya ingin keadilan,” katanya lirih.

Baca juga: Terus Diguyur Hujan Selama Empat Hari, Ini Imbuan Kapolres Lhokseumawe untuk Warga 

Baca juga: Inara Rusli Sebut Wardatina Mawa dan Suaminya Sedang Proses Cerai, Minta Istri Sah Introspeksi

Baca juga: VIDEO - Deli Serdang Geger! Pria Ngamuk dan Coba Kabur, Petugas Berhasil Amankan

Sumber: Kompas.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved