100 Tahun Hasan Tiro

100 Tahun Hasan Tiro: Arsitek Narasi Keacehan

Ia menggali memori indatu, menyulamnya dengan semangat anti-kolonial, dan membingkainya dalam narasi yang membangkitkan kembali keberanian rakyat.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
Risman Rachman (Pemerhati Politik dan Pemerintahan) 

Oleh: Risman Rachman (Pemerhati Politik dan Pemerintahan)

BESOK, 25 September 2025, genap seratus tahun Hasan Tiro.

Ia bukan sekadar tokoh sejarah, melainkan arsitek narasi kebangsaan Aceh.

Ia tidak menawarkan program pembangunan, tetapi menghadirkan kembali Aceh sebagai subjek sejarah.

Ia tidak menjual janji, tetapi membangkitkan identitas.

Saya teringat pada penjelasan Bagus Putra Muljadi, akademisi diaspora Indonesia di Inggris.

Ia mengatakan bahwa rakyat tidak digerakkan oleh angka atau logika teknokratis, melainkan oleh narasi yang menyentuh identitas.

Narasi yang meyakinkan, katanya, adalah narasi yang membuat rakyat rela berkorban, bahkan “mau mati”--bukan karena fanatisme, tetapi karena rasa memiliki.

Dalam kerangka pikir ini, Hasan Tiro tampil sebagai pengecualian dalam lanskap politik Indonesia.

Ia tidak sekadar mengorganisir gerakan, tetapi menyusun epos kebangsaan Aceh.

Ia menggali memori indatu, menyulamnya dengan semangat anti-kolonial, dan membingkainya dalam narasi yang membangkitkan kembali keberanian rakyat.

Narasi Hasan Tiro bukan nostalgia. Ia adalah rumusan identitas.

Ia menggeser wacana dari “apa yang Aceh dapat” menjadi “siapa Aceh itu”.

Dari sinilah lahir daya gerak: rakyat Aceh tidak sekadar protes, mereka melanjutkan perjuangan.

Mereka tidak sekadar menuntut, mereka menafsirkan kembali sejarahnya.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved