Kupi Beungoh

CSR: Tanggung Jawab Korporasi Bukan Sekedar Derma

CSR bukan sekadar formalitas, tetapi jembatan etis yang mempertemukan kepentingan korporasi dan suara masyarakat.

Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Iswadi, S.H., MELP adalah Direktur Kajian Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan ESGE Study Center 

Tanggung jawab ekonomi adalah, sebagai entitas bisnis, kehadiran perusahaan tidak dapat dipisahkan dari tujuan utama pembentukannya yaitu untuk menjalankan aktivitas produksi barang dan jasa yang bertujuan untuk memenuhi hajat hidup masyarakat. 

Namun demikian, dalam menjalankan bisnis tersebut, perusahaan wajib memastikan seluruh aktivitasnya patuh pada aturan hukum sebagai rule of the game yang berlaku. Perusahaan harus taat pada konsensus bersama yang telah dituangkan dalam bentuk undang-undang dan aturan turunan lainnya tersebut.

Taat pada aturan hukum saja tentu belum cukup. Pengaturan hukum terbatas pada aspek tertentu. Oleh sebab itu, perusahaan harus tunduk pada prinsip yang lebih luas yaitu moral.

Perusahaan bertanggung jawab untuk menjalankan aktivitasnya sesuai dengan tata krama yang dilandaskan pada baik atau buruk sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat. 

Hasil yang diperoleh dari praktek bisnis yang fair tersebut, sebagiannya harus dikembalikan kepada masyarakat, khususnya yang berada di daerah terdampak.

Kontribusi perusahaan itu disebut dengan tanggung jawab filantropi, dimana kehadiran perusahaan harus memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar melalui program pemberdayaan dan pembangunan atau kontribusi lainnya. 

Keempat tanggung jawab tersebut tidak saling menegasikan. Melaksanakan salah satu tanggung jawab, tidak dapat melepaskan kewajiban perusahaan terhadap tanggung jawab lainnya. Ia harus dijalankan secara bersamaan guna mewujudkan kemaslahatan bersama.

Baca juga: Kabar Gembira! Gaji ASN Dikabarkan Naik Lagi, Segini Besaran yang Bakal Diterima Setiap Golongan

CSR dan Praktiknya

Di Indonesia, pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan bersifat mandatory alias wajib. Hal ini sebagaimana diatur dalam beberapa aturan hukum, salah satunya adalah Undang-Undang tentang Perusahaan Terbatas yang menegaskan bahwa sebagai subjek hukum, perseroan bertanggung jawab secara moral atas terciptanya keharmonisan antara perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan sesuai dengan nilai, norma, dan budaya yang berlaku didalam masyarakat.

Implementasi CSR diharapkan dapat menjadi instrumen penting bagi terciptanya keharmonisan antara perusahaan dan masyarakat serta lingkungan. CSR bukan hanya memberi, tetapi komitmen untuk menjaga, yaitu menjaga keselamatan manusia dan lingkungan yang kerap terabaikan dalam bayang-bayang keuntungan. 

Di tengah menguatnya arus korporatokrasi, kepedulian publik terhadap implementasi CSR tak boleh terlelap. Kuasa korporasi merambat jauh melampaui sekat bisnis, menyentuh ruang sakral kehidupan, menyentuh meja makan tempat dimana harapan sederhana disajikan, hingga kotak suara pemilihan pada pesta demokrasi lima tahunan.

Dalam bayang-bayang dominasi ini, suara masyarakat harus tetap lantang, agar tanggung jawab berjalan sebagaimana mestinya. 

Aktivitas korporasi tidak lepas dari pelanggaran. Kadang tidak secara hukum, tapi secara moral. Bayangkan saja, dari setiap gelas kopi yang kita teguk, setiap piring nasi yang kita nikmati, canggihnya seluler yang kita gunakan, dan setiap produk dan jasa perusahaan lainnya yang kita pakai, ada pekerja yang dieksploitasi, ada lingkungan yang rusak, ada kesehatan yang terancam, dan ada orang yang kehilangan tempat tinggalnya.  

Dalam hal ini, CSR menjadi peta jalan bagi perusahaan untuk tetap taat pada aturan dan menghindari praktik bisnis yang tidak adil serta merugikan pihak lain tersebut. 

Di negara maju, dimana literasi masyarakatnya sudah membaik, kesadaran masyarakat tentang pentingnya CSR juga sangat tinggi, implementasi CSR berjalan dengan baik.

Sebagai konsumen produk dan jasa, mereka tak segan menghakimi sebuah perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran etis dalam rantai pasok produksinya. Misalnya, masyarakat enggan menggunakan jasa sebuah lembaga keuangan yang terindikasi mendanai bisnis kotor dan tak ramah lingkungan. 

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved