Kupi Beungoh
CSR: Tanggung Jawab Korporasi Bukan Sekedar Derma
CSR bukan sekadar formalitas, tetapi jembatan etis yang mempertemukan kepentingan korporasi dan suara masyarakat.
Oleh: Iswadi, S.H., MELP
Corporate Social Responsibility atau CSR kembali menarik perhatian publik. Beberapa waktu lalu masyarakat Aceh dibuat riuh karena dana CSR sebuah Perusahaan Daerah yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan lokal, malah mengalir keluar Aceh.
Ini bukan kali pertama polemik tentang dana CSR terjadi di Aceh. Tetapi, ironisnya isu tersebut yang menjadi perdebatan hanya tentang filantropi saja.
Merujuk pada sejarahnya, CSR memang lahir dari perlawanan masyarakat yang tidak ingin kehidupan mereka terusik oleh aktivitas bisnis perusahaan. Oleh sebab itu, hingga kini partisipasi publik memainkan peran yang sangat penting dalam mensukseskan pelaksanaan tanggung jawab oleh perusahaan.
Dimana kontrol publik ketat, pelaksanaan CSR biasanya berjalan dengan baik. Begitu juga sebaliknya.
Namun kontrol yang tidak berimbang terhadap pelaksanaan CSR juga melahirkan permasalahan tersendiri. Dalam masyarakat kita, CSR selalu diidentikkan dengan dana. Padahal tanggung jawab sosial perusahaan tak terbatas pada satu aspek saja. Melainkan mencakup segala koridor pergerakan perusahaan.
CSR bukan sekadar formalitas, tetapi jembatan etis yang mempertemukan kepentingan korporasi dan suara masyarakat.
Di tengah menguatnya cengkeraman korporasi dalam kehidupan bernegara (keberadaan mereka mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk sosial, politik, dan lingkungan hidup), implementasi CSR menjadi hal yang tak dapat ditawar.
Baca juga: Tragedi di Tikungan Lhoong, Scoopy Kontra Brio Pemuda Simeulue Meninggal Sahabatnya Kritis
Bukan Sekedar Derma
CSR adalah sebuah konsep pengelolaan perusahaan secara mandiri dan bertanggung jawab tidak hanya kepada internal, namun juga kepada para pemangku kepentingan dan masyarakat luas, khususnya mereka yang terdampak oleh operasional perusahaan.
CSR merupakan wujud komitmen moral untuk menjalankan usaha yang beretika dan berkelanjutan guna mencapai kemaslahatan bersama.
Dalam konsep bisnis modern, CSR dikenal sebagai investasi strategis jangka panjang bagi pertumbuhan perusahaan. Melalui program CSR yang terstruktur, perusahaan dapat membangun hubungan yang lebih harmonis dengan masyarakat, pelanggan, pemerintah, dan investor.
Dengan bertanggung jawab, kehadiran perusahaan tidak hanya diakui, tetapi juga diterima oleh lingkungan sekitarnya.
Indikator pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh perusahaan tercermin dari sejauh mana ia menunjukkan kepedulian pada perlindungan lingkungan hidup, memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat, serta menerapkan sistem manajerial perusahaan yang berintegritas.
Archie Carroll, seorang profesor etika bisnis, mengembangkan sebuah konsep CSR yang populer dan digunakan oleh perusahaan di dunia saat ini.
Berdasarkan konsep Carroll, perusahaan mengemban empat tanggung jawab utama yang harus dipenuhi selama menjalankan aktivitas usahanya, yaitu tanggung jawab ekonomi, tanggung jawab hukum, tanggung jawab etika, dan tanggung jawab filantropi.
Tanggung jawab ekonomi adalah, sebagai entitas bisnis, kehadiran perusahaan tidak dapat dipisahkan dari tujuan utama pembentukannya yaitu untuk menjalankan aktivitas produksi barang dan jasa yang bertujuan untuk memenuhi hajat hidup masyarakat.
Namun demikian, dalam menjalankan bisnis tersebut, perusahaan wajib memastikan seluruh aktivitasnya patuh pada aturan hukum sebagai rule of the game yang berlaku. Perusahaan harus taat pada konsensus bersama yang telah dituangkan dalam bentuk undang-undang dan aturan turunan lainnya tersebut.
Taat pada aturan hukum saja tentu belum cukup. Pengaturan hukum terbatas pada aspek tertentu. Oleh sebab itu, perusahaan harus tunduk pada prinsip yang lebih luas yaitu moral.
Perusahaan bertanggung jawab untuk menjalankan aktivitasnya sesuai dengan tata krama yang dilandaskan pada baik atau buruk sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam suatu masyarakat.
Hasil yang diperoleh dari praktek bisnis yang fair tersebut, sebagiannya harus dikembalikan kepada masyarakat, khususnya yang berada di daerah terdampak.
Kontribusi perusahaan itu disebut dengan tanggung jawab filantropi, dimana kehadiran perusahaan harus memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar melalui program pemberdayaan dan pembangunan atau kontribusi lainnya.
Keempat tanggung jawab tersebut tidak saling menegasikan. Melaksanakan salah satu tanggung jawab, tidak dapat melepaskan kewajiban perusahaan terhadap tanggung jawab lainnya. Ia harus dijalankan secara bersamaan guna mewujudkan kemaslahatan bersama.
Baca juga: Kabar Gembira! Gaji ASN Dikabarkan Naik Lagi, Segini Besaran yang Bakal Diterima Setiap Golongan
CSR dan Praktiknya
Di Indonesia, pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan bersifat mandatory alias wajib. Hal ini sebagaimana diatur dalam beberapa aturan hukum, salah satunya adalah Undang-Undang tentang Perusahaan Terbatas yang menegaskan bahwa sebagai subjek hukum, perseroan bertanggung jawab secara moral atas terciptanya keharmonisan antara perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan sesuai dengan nilai, norma, dan budaya yang berlaku didalam masyarakat.
Implementasi CSR diharapkan dapat menjadi instrumen penting bagi terciptanya keharmonisan antara perusahaan dan masyarakat serta lingkungan. CSR bukan hanya memberi, tetapi komitmen untuk menjaga, yaitu menjaga keselamatan manusia dan lingkungan yang kerap terabaikan dalam bayang-bayang keuntungan.
Di tengah menguatnya arus korporatokrasi, kepedulian publik terhadap implementasi CSR tak boleh terlelap. Kuasa korporasi merambat jauh melampaui sekat bisnis, menyentuh ruang sakral kehidupan, menyentuh meja makan tempat dimana harapan sederhana disajikan, hingga kotak suara pemilihan pada pesta demokrasi lima tahunan.
Dalam bayang-bayang dominasi ini, suara masyarakat harus tetap lantang, agar tanggung jawab berjalan sebagaimana mestinya.
Aktivitas korporasi tidak lepas dari pelanggaran. Kadang tidak secara hukum, tapi secara moral. Bayangkan saja, dari setiap gelas kopi yang kita teguk, setiap piring nasi yang kita nikmati, canggihnya seluler yang kita gunakan, dan setiap produk dan jasa perusahaan lainnya yang kita pakai, ada pekerja yang dieksploitasi, ada lingkungan yang rusak, ada kesehatan yang terancam, dan ada orang yang kehilangan tempat tinggalnya.
Dalam hal ini, CSR menjadi peta jalan bagi perusahaan untuk tetap taat pada aturan dan menghindari praktik bisnis yang tidak adil serta merugikan pihak lain tersebut.
Di negara maju, dimana literasi masyarakatnya sudah membaik, kesadaran masyarakat tentang pentingnya CSR juga sangat tinggi, implementasi CSR berjalan dengan baik.
Sebagai konsumen produk dan jasa, mereka tak segan menghakimi sebuah perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran etis dalam rantai pasok produksinya. Misalnya, masyarakat enggan menggunakan jasa sebuah lembaga keuangan yang terindikasi mendanai bisnis kotor dan tak ramah lingkungan.
Kondisi tersebut memaksa perusahaan untuk mengubah praktik operasionalnya menjadi lebih bertanggung jawab. Hal itu juga tidak menafikan faktor lain, seperti penegakan hukum yang baik, sosio-ekonomi, dan budaya yang hidup dalam masyarakat. Di negara dimana penegakan hukumnya masih lemah, kondisi sosio-ekonomi masih tertinggal, literasi masyarakat tentang CSR juga masih rendah, implementasi CSR oleh perusahaan serta pengawasannya sulit berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Perlu dipahami bahwa CSR bukan kompensasi penyembuh luka, tetapi bagaimana sejak dari awal perusahaan berkomitmen untuk menghindari luka itu terjadi. Apa arti bantuan secuil dana dari keuntungan perusahaan yang begitu besar.
Sementar ada lingkungan yang rusak dan kesehatan yang terancam yang kelak harus ditanggung oleh generasi di kemudian hari.
Penulis: Iswadi, S.H., MELP (Direktur Kajian Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan ESGE Study Center) E-mail: iswadi.sh.melp@gmail.com
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI
Membangun Sistem Kesehatan yang Berkeadilan |
![]() |
---|
Seabad World Animal Day: Selamatkan Hewan, Selamatkan Planet! |
![]() |
---|
Prof Jarjani Usman: Pria Pedalaman Aceh Utara Pemilik Ijazah Sarjana dari Empat Benua |
![]() |
---|
Fenomena Da’i Tendang Mic dan Dakwah Positif Kunci Komunikasi Bahagia |
![]() |
---|
Menggali Energi dari Inti: PLTN sebagai Pilar Kemandirian Ekonomi Aceh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.