Kupi Beungoh

Peluang dan Tantangan Moderasi Beragama

Moderasi beragama kini menjadi salah satu gagasan kunci dalam menjaga persatuan bangsa dan membangun peradaban

Editor: Amirullah
Serambinews.com
Dr. Mawardi, S. Th. I,. MA 

Oleh: Dr. Mawardi, S. Th. I,. MA,

Moderasi beragama kini menjadi salah satu gagasan kunci dalam menjaga persatuan bangsa dan membangun peradaban yang damai di tengah masyarakat yang majemuk.

Di era globalisasi yang ditandai oleh keterbukaan informasi, politik identitas, serta meningkatnya gejala intoleransi, konsep ini menawarkan jalan tengah yang relevan bagi Indonesia.

 Moderasi beragama bukan sekadar upaya menengahi antara paham ekstrem dan liberal, tetapi merupakan refleksi dari jati diri bangsa yang sejak awal berdiri di atas semangat kebersamaan, keseimbangan, dan kemanusiaan.

Gagasan ini memiliki landasan yang kuat secara historis, sosial, dan teologis, namun juga menghadapi tantangan yang tidak ringan dalam konteks realitas keagamaan dan sosial-ekonomi masyarakat modern.

Peluang besar moderasi beragama dapat ditelusuri dari akar sejarah pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para pendiri bangsa telah memberikan teladan moderasi dengan memilih jalan tengah dalam menentukan bentuk negara.

Mereka menolak gagasan negara agama maupun negara sekuler mutlak, dan memilih dasar negara yang mampu menaungi semua golongan. Kompromi luhur ini tergambar dalam perubahan rumusan Piagam Jakarta menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang bersifat inklusif.

Sejak saat itu, nilai-nilai kebersamaan dan toleransi menjadi fondasi moral berdirinya negara. 

Selain itu, setiap agama pada dasarnya membawa misi kemanusiaan universal. Islam dengan prinsip rahmatan lil ‘alamin menegaskan bahwa keberagamaan harus membawa rahmat bagi seluruh makhluk, bukan hanya bagi umat tertentu.

Baca juga: Propaganda Hitam Medsos: Syariah Diserang, Riba Dibela

Demikian pula dalam ajaran Kristen dikenal kasih terhadap sesama, dalam Hindu terdapat ajaran Tat Twam Asi yang menegaskan kesatuan eksistensi manusia, sedangkan Buddha menanamkan nilai welas asih dan nir-kekerasan. Semua agama sejatinya memiliki orientasi moral yang sama: menegakkan kebaikan dan keadilan. 

Moderasi beragama membuka ruang bagi semua agama untuk menampilkan wajah terbaiknya, yakni wajah kemanusiaan yang mengedepankan cinta kasih, perdamaian, dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Peluang lainnya muncul dari posisi Pancasila sebagai titik temu peradaban manusia Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila tidak hanya menjadi dasar negara, tetapi juga menjadi landasan etika yang menuntun warga negara untuk hidup harmonis dalam perbedaan. Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mengakui keberadaan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan publik, sedangkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab menegaskan pentingnya penghargaan terhadap sesama. 

Dengan menjadikan Pancasila sebagai panduan spiritual kebangsaan, Indonesia memiliki peluang besar untuk membangun model kehidupan beragama yang damai dan berkeadaban tanpa harus menghapus identitas keagamaan warganya.

Selain fondasi ideologis, peluang moderasi beragama juga diperkuat oleh eksistensi organisasi-organisasi keagamaan yang aktif memperjuangkan perdamaian dan toleransi. Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PGI, KWI, Parisada Hindu Dharma, dan WALUBI telah memainkan peran penting dalam menginisiasi dialog lintas iman dan kerja sama sosial.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved