Kupi Beungoh
Mango Gayo, Tradisi Undangan yang Mulai Tergerus Zaman
Mango bukan sekadar ajakan untuk hadir dalam sebuah acara, melainkan simbol penghormatan, etika, dan kekerabatan.
Oleh Drs. Buniyamin S*)
Di tengah derasnya arus modernisasi, adat istiadat sebagai penanda keberadaban manusia mulai menghadapi tantangan serius.
Gayo Lues, salah satu daerah di Provinsi Aceh yang kaya akan tradisi, kini dihadapkan pada persoalan adat yang kompleks.
Adat yang telah baku mulai terpinggirkan, perbedaan adat dalam satu wilayah menimbulkan kebingungan, dan kekosongan adat muncul akibat masuknya pengaruh luar yang perlahan-lahan membentuk kebiasaan baru.
Tradisi yang dahulu menjadi identitas kini mulai terkikis, digantikan oleh resam yang tidak lagi berakar dari nilai-nilai lokal.
Salah satu tradisi yang paling mencolok dalam kehidupan sosial masyarakat Gayo Lues adalah Mango, atau undangan adat.
Mango bukan sekadar ajakan untuk hadir dalam sebuah acara, melainkan simbol penghormatan, etika, dan kekerabatan.
Dalam pelaksanaannya, Mango digunakan untuk mengundang pihak lain ke berbagai hajatan seperti Bejamu Saman (tari saman), Sinte Njelisen (sunat Rasul), dan Sinte Ngerje (pesta perkawinan).
Proses ini dilakukan dengan penuh tata krama dan simbolisme yang telah diwariskan turun-temurun.
Media utama dalam Mango adalah Batil, sebuah cerana yang berisi peralatan Mangas--bahan makan sirih yang terdiri dari Belo (sirih), Kapur Kacu (gambir), Pinang, Konyel, Kulit Manis, Bunge Lawang, dan Bako Sugi.
Semua bahan ini dibungkus dengan Ruje Besap, sapu tangan berkerawang, lalu dimasukkan ke dalam Tape (sumpit).
Ada pula bentuk Mango yang hanya menggunakan Tape Berlintem (berukiran), tanpa Batil, namun tetap berisi Mangas.
Jika orang yang dituju tidak berada di tempat, Belo dan Pinang dititipkan kepada keluarga sebagai amanah, berisi pesan undangan lengkap dengan tanggal dan hari acara.
Menariknya, Mango memiliki lima istilah berbeda sesuai dengan peruntukannya:
Sirih Dong: untuk mengundang sepangkalan dalam satu kampung.
| Mengupas Problematika Pengakuan Hutan Adat di Aceh |
|
|---|
| Flexing: Dompet Tipis, Gaya Fantastis |
|
|---|
| Direktur RSZA: Antara Amanah Publik dan Ujian Integritas |
|
|---|
| Hari Dokter Nasional: Mengenal Mohammad Majoedin, Dokter Pribumi di Aceh Era Kolonial |
|
|---|
| Buku 1 Kota 5 Agama di Aceh: Mozaik Kerukunan dalam Bingkai Keberagaman |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.