Mengenang Tsunami
Awan Redup, Camar pun Terbang Menuju Daratan
sekelompok burung camar yang berjumlah banyak berduyun – duyun terbang dari arah lautan menuju daratan
MASIH terkenang selalu, Minggu tanggal 26 Desember 2004 akan kisah terdahsyat sepanjang sejarah bencana di Indonesia yaitu tsunami, sebuah bala bagi kalangan umat muslim, fenomena alam bagi para Ilmuan, serta servis ekosistem disebutkan dalam istilah ekologi.
Pagi yang cerah angin berembus di dari lembah bukit Pondok Pesantren Hidayatullah, Desa Nusa Kecamatan Lhoknga Aceh Besar. Kebetulan tempat tinggal saya waktu itu di Perumahan Aspol Polisi Nusa Indah yang berada di atas bukit sebelum sampai desa Nusa.
Seperti biasanya kesibukan pagi saya mulai setelah aktifitas subuh sebagai seorang pelajar yang tidak lagi tinggal bersama dengan kedua orang tua, semua pekerjaan rumah harus diurus sendiri. Saya tinggal di rumah bertiga dengan teman saya satu orang masih sekolah dan seorang lagi masih kuliah. Pada waktu itu saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan, kelas 2, di sela sela mengisi waktu luang di hari Minggu saya mencari kesibukan dengan mengikuti salah satu organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa bela diri Merpati Putih Unsyiah. Kebetulan, Minggu Pagi itu merupakan awal pertama saya akan menjadi resmi jadi anggota Bela Diri Merpati Putih dan lokasi Peusijuek saat itu telah ditetapkan di Kawasan Pantai Ujong Batee.
Saya berangkat menuju Darussalam pukul 06.00 pagi dari rumah dengan munggunakan labi- labi (angkutan umum) karena harus berkumpul di sana pukul 06.30 Wib.
Perjalanan menuju Darussalam harus saya tempuh dengan dua kali naik angkutan umum, aneh saya tidak merasa apa pun yang akan terjadi pada pagi itu, dengan langkah tegap kaki melangkah dan jiwa yang tenang. Sesampai di kampus Unsyiah kami berkumpul di belakang kantor Biro tepatnya di depan Gudung ruang kuliah Umum Fisika, di sana kami berkumpul untuk selanjutnya persiapan apel sebelum menuju ke Ujong Batee untuk acara Peusijuek.
Pihak panitia telah menyewa sebuah truk untuk ditumpangi para peserta menuju ke Ujong Bate.
Pukul 07.00 Wib persiapan apel sebelum keberangkatan sudah dimulai sambil menunggu satu dua orang peserta yanag belum datang kami saling berkenalan antara satu dengan yang yamg lainnya karena pada saat itu antara satu sama lain sedikit belum kenal. Apel akan segera dimulai ketika panitia mengambil alih barisan untuk disiapkan.
Pengarahan panitia belum panjanng lebar saat menyapa peserta tiba- tiba getaran terjadi, tanah tempat kami berdiri bergolombang, pepohonan bergoyang, dan jendela gedung yang berlantai dua itu pun berbunyi dengan hentakan keras kedinding.
Subahanallah, Astagfirullah! suasana pun berubah, semua menjadi panik dalam keadaan mimik ketakutan semuanya pada berucap kalimah tauhid memuji ALLAH SWT. Lantunan azan terus dikumandangkan sembari istigfar sambil berpegangan sesama dan duduk di atas pohon yang telah ditebang dan ada yang tidur di jalan menghindar dari keretakan tanah akibat gempa yang berkekuatan dahsyat.
Lima belas menit telah berlalu gempa pun berhenti suasana panik dicoba untuk santai sesaat untuk mengambil keputusan yang bahwa acara Peusijuek ke ujung Batee dibatalkan karena ada informasi bahwa Pante Pirak (salah satu swalayan yang ada dibanda Aceh roboh ) dan menelan korban jiwa.
Kebijakan panitia dalam mengambil keputusan saat itu saya nilai sangat tepat karena berhadapan dengan kondisi seperti itu kegiatan apa bila dilaksanakan tidak khidmat. Maka para peserta semuanya dianjurkan pulang kerumah masing masing dengan menumpangi truk yang telah disediakan oleh panitia.
Saya pun bergegas naik ke atas truk untuk menumpang pulang ke rumah, karena truk yang saya tumpangi dengan teman hanya sebatas mengantar di kota saja tidak apa-apa yang penting bagi saya pulang ke rumah dengan diimbangi rasa trauma berat.
Truk itu pun siap berangkat dari Darussalam dengan penumpang para peserta peusijuek menuju kota, rasa kebersamaan saat itu pun tercipta ketika teman-teman dalam tangisan ketakutan menciptakan ketenangan sambil istigfar insyaalah sedikit ketenangan terasakan dalam kepanikan.
Namun ketengan itu kembali terusik ketika truk yang kami tumpangi itu sampai di Simpang Mesra, saat itu jalan menjadi macet, kendaraan berlawanan arah karena saling mendahului, yang dari arah Darussalam menuju ke kota dan dari kota menuju ke arah Darussalam. Subhannallah, kepanikan pun muncul kembali kali ini tidak main-main, truk yang saya tumpangi tidak dapat bergerak sama sekali Karen macet total.
Masing–masing mengambil sikap saat itu untuk turun dari truk dengan niat berjalan kaki, tidak lama saya berdiri sejenak di bundaran Simpang Mesra, terdengar suara orang berteriak dari kejauhan dengan waktu yang singkat kepanikan memuncak semua orang berlari menyelamatkan diri. Saya saat itu tercengang sejenak tidak tahu apa yang harus saya lakukan karena ketakutan.