Mengenang Tsunami
Awan Redup, Camar pun Terbang Menuju Daratan
sekelompok burung camar yang berjumlah banyak berduyun – duyun terbang dari arah lautan menuju daratan
Rintangan mulai kelihatan di tengah jalan dengan pohon kelapa yang tumbang dan ranting beserta sampah atap rumah yang hancur bertumpuk ditengah jalan harus saya lewati ketika saya sudah sampai di Ajun. Di tengah perjalanan sebuah pemandangan yang sangat sedih saya lihat seorang ibu paruh baya yang masih selamat namun kondisinya sangat parah terjepit dengan pohon kelapa dan tubuhnya semuanya berbalut dengan lumpur ada satu orang yang sedang menolongnya dan saya ikut juga menolong namun gempa susulan yang masih terus terjadi di hari kedua membuat orang setiap gempa terjadi ada yang berterika Lari Air naik kemabali, mungkin ALLAH berkehendak lain terhadap hambanya belum selesai kami memberikan pertolongan kami harus lari kembali karena rasa takut yang menghatui saya.
Perjalanan saya lanjutkan sampai di kawasan Simpang Rima terlihat oleh saya kembali pemandangan yang sangat menyedihkan 500 meter sebelum pos Briomob Purbakala satu unit ankutan umum Labi-labi ada beberapa penumpang yang telah tak bernyawa lagi, saya coba memalingkan penglihatan dari pemantangan tersebuat agar ketegaran ada dijiwa saya.
Kelelahan kembali saya rasakan dan saat itu di depan saya idak jauh lagi ada pos Brimob Pusbakala tepatnya di Desa Beradeun saya istirahat meluruskan kaki yang sudah merasakan keram. Terlihat Pos Brimob itu hancur berantakan akibat hantaman air tsunami dari dua penjuru yaitu dari Ulee Lheu dan Lhoknga.
Suasana terlihat sepi di pos itu tidak seperti biasanya ada petugas rutin yang menjaga pos tapi hanya ada dua orang anggota Brimob yang sedang duduk di atas pohon Asam yang tumbang dengan raut wajah sedih. Sempat terjadi percakapan antara saya dan dua orang anggota Brimob itu, mereka hanya tinggal dua orang, teman- temannya yang lain hilang bersamaan dengan gelombang tsunami.
Hanya beberapa saat saya istirahat di pos tersebut saya kembali lagi melanjutkan perjalanan pulang ke rumah tidak seberapa jauh lagi hanya sekita 3 Km dari desa Lampisang sudah kelihatan Perumahan Nusa Indah. Alhamdullillah rumah yang kami tempati berada di atas bukit jadi terhindar dari gelombang besar tsunami. Namun, dari Lampisang menuju ke Nusa saya harus mengarungi air yang tergenang di permukaan jalan dengan kedalaman setinggi dada orang dewasa. Dengan perasaaan saya harus mengarungi air yang tergenang tersebut salah satu cara memprediksikan jalan aspal yang selalu harus saya ikuti dan tidak boleh bergeser jauh ke kiri dan ke kanan karena ada sawah dan jelas jika salah perkiraan saya tenggelam.
Tidak lama saya mengarungi genangan air tersebut saya sudah hampir tiba ke rumah saya berjumpa dengan teman juga yang memberi informasi bahwa kedua teman saya tinggal se rumah dengan saya selamat. Memang mereka tidak kemana-mana pada Minggu pagi melainkan saya yang cepat pergi dari rumah di hari Minggu itu.
Rasa syukur saya ucapkan kepada sang pencipta daicampur rasa haru ketika saya bertemu kembali dengan teman saya mereka yang beranggapan bahwa saya tidak selamat dalam gelombang tsunami karena sepengatahuan mereka saya berangkat dari rumah pada hari Minggu mau ke Pantai Ujong Batee.
Ada banyak hal yang dapat diambil sebagai pelajaran dari cerita kisah nyata singkat di atas diantaranya ketika Allah SWT ingin berkehendak tidak ada satu manusia pun mengetahui apa yang akan terjadi, semuanya kita dapat mengambil hikmah setelah musibah itu terjadi.
Manusia hanya dapat berencana yang mengabulkan rencana Allah SWT, oleh sebab itu di balik semua musibah yang sudah Allah berikan kepada hambanya merupakan alat untuk introspeksikan diri menuju kedepan lebih baik. Amin ya Rabbal alamin
Oleh Inayatsyah
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Jendral Soedirman.
Fakultas Biologi, joint Program Vocational Development Centre for Agriculture, Purwokerto.
--------------------------------------------
Kenangan dalam bentuk tulisan dapat dikirimkan ke email:
kenangtsunami2612@serambinews.com beserta foto diri, keluarga, dan
kerabat yang meninggal akibat tsunami. Tak terkecuali korban selamat
(survivor) yang kini telah mampu bangkit menata kehidupannya kembali.