Kupi Beungoh
Meneropong Hubungan Intelektualitas Aceh (Dayah, Al- Azhar, dan Alumni Timur Tengah)
Jangan kita disibukkan dengan memperdebatkan urusan furuiyyah sehingga syaitan, kafir, dan musuh Allah lainnya kehilangan musuh untuk dilawan.
Di antara muballigh-muballigh Islam dari kerajaan Mamalik itu adalah Ismail ash-Shiddiq yang datang ke Pasai mengajarkan Islam madzhab Syafi’i.
Dengan usaha beliau, ummat Islam Pasai menganut madzhab Syafi’i. Raja-raja Pasai pun sejak saat itu menjadi penganut madzhab Syafi’i yang gigih.
Memang bak gayung bersambut, Islam yang datang di Negeri beriklim tropis, tepatnya di Peureulak bukan di Barus, sekali lagi bukan di Barus, adalah bermazhab Syafi’i.
Mazhab yang dikenal sebagai mazhab poros tengah.
Disebut sebagai mazhab moderat atau mazhab poros tengah karena Imam Syafi'i memilih jalan tengah antara mazhab fikih rasional (Hanafiah) dan mazhab fikih tradisional (Hanabilah).
Karena dianggap cocok tanpa mengesampingkan mazhab fikih tiga lainnya.
Sultan Iskandar Muda dalam Qanun Meukata Alam, menobatkan aqidah ahlusunnah wal jamaah (Fikih mazhab Syafi’i, Aqidah Asy’ari wal Matudiri, dan Tasauf Al Ghazali wal Junaid al Baghdadi) sebagai mazhab resmi Kerajaan Aceh dan melarang tersebar aqidah 72 (tujuh puluh dua), di antara nya Syiah, khawarij, Muktazilah dan aliran sempalan lainnya.
Organisasi dan pergerakan di Indonesia
Sedikit sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia. Indonesia diwarnai dengan lahir sejumlah organinasi masyarakat yang mengorganisir amaliah umat Islam dalam kerangka mazhab.
Muhammadiyah (1912) oleh KH Ahmad Dahlan di Jogyakarta, empat belas tahun kemudian didirikan Nahdlatul Ulama (1926) di Jawa Timur oleh KH Hasyim Asy’ari, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) tahun1930 di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Berbarengan lahir juga Al-Washliyah (1930) di Medan.
Salafi Wahabi ala Saudi Arabia tidak begitu diminati di Indonesia. Kecuali sesudah ternaturalisasi berkali-kali.
Yakni dari Muhammad bin Abduh Mesir (W. 1905), lalu disaring dengan pemahaman Muhammad Rasyid bin Ali Ridha (W. 1935) kemudian disterilkan oleh KH Ahmad Dahlan yang mempunyai sikap moderat.
Itupun tidak terlepas dari didikan guru spiritual, Sayyid Abu Bakar Syata dari pengarang kitab I’anatut Talibin Syarah Fathu al-Muin, Mufti dan Imam Masjidil Haram di masanya.
Sebenarnya tidak mengapa dengan tumbuh kembangnya sejumlah ormas di atas.