Kupi Beungoh
Meneropong Hubungan Intelektualitas Aceh (Dayah, Al- Azhar, dan Alumni Timur Tengah)
Jangan kita disibukkan dengan memperdebatkan urusan furuiyyah sehingga syaitan, kafir, dan musuh Allah lainnya kehilangan musuh untuk dilawan.
Fungsi dan peran ormas sejatinya mengorganisir amaliah dan muamalah umat sesuai fatwa ulama yang makruf.
Bukan malah melahirkan mazhab baru. Karena jauh sebelum ada ormas itu ummat Islam sudah bermazhab dengan benar. Dengan pengertian mazhab rakyat adalah mazhab mufti.
(Baca: Penangkapan 11 Pangeran, Ulama Saudi Sebut Sama Pentingnya dengan Memerangi Terorisme)
Hubungan Intelektualitas dayah dan timur tengah
Bicara Islam tentu tidak terlepas dari jazirah Arab. Karena Islam berasal dari sana.
Namun ‘kiblat’ ilmu dari masa ke masa silih berganti. Pernah di Makkah - Madinah, Iraq, Yaman, dan sekarang tak salah jika dikatakan Al Azhar Kairo, Mesir adalah ‘kiblat’ para intelektual muslim dari berbagai penjuru dunia Islam.
Di sana tidak ada monopoli kebenaran dan klaim kebenaran mutlak.
Lalu dimana letak titik hubung dunia pendidikan dayah dengan Al-Azhar?
Dayah/pesantren di Nusantara sejak zaman dahulu menggunakan beberapa kitab karangan ulama Al Azhar.
Antara lain, kitab Ghayah wa Taqrib karya Ahmad Qadhi Abi Suja’, Hasyiah Bajuri karangan Grand Syaikh Al-Alzhar, dan karya guru besar azhar, Imam Ibnu Qasim Al-Ghazzi, Fathul Qarib Al Mujib.
Dulu, Penulis pernah mendengar oknum alumni dayah mengatakan alumni timur tengah kebanyakan dipengaruhi aliran Wahabi.

Setelah penulis bergaul dengan puluhan alumni Timteng, menyimpulkan bahwa, Aliran sempalan itu didapat bukan dari Al-Azhar Asy-syarif tapi bisa jadi sudah bawaan dari kampung asal atau dia mendapatkan pada halaqah ilmu di seputaran kampus.
Hal ini terlihat jelas, Al-Azhar sendiri tidak pernah secara eksplisit menyatakan permusuhan dengan golongan Salafi-Wahabi, namun Al-Azhar menentang ajaran-ajaran takfiri, ajaran fanatisme buta terhadap satu madzhab atau personal, dan ajaran-ajaran Islam yang tidak berlandaskan madzhab fikih yang empat (Syafi’iyah, Malikiyah, Hanafiyah, dan Hanabilah).
Meski Al-Azhar memilih jalur moderat dan membuka diri dengan semua golongan dan menghormatinya dengan mereka masih sebagai ahlul qiblat, namun Al-Azhar tetap punya prinsip terutama dalam hal akidah.
Al-Azhar dalam hal ini memilih akidah Asy’ariyah dan Maturidiyah sebagai pedomannya, memilih empat madzhab fikih sebagai acuan ibadah dan muammalahnya, serta memilih tariqah Sufiyah Islamiyah sebagai pegangan ajaran budipekertinya.