Donald Trump Diduga Pungo, Jika Terbukti Bisa Dilengserkan Dari Jabatan Presiden Amerika Serikat

Namun, ada pula figur Partai Republik yang sependapat bahwa Trump mengalami gangguan jiwa

Editor: Muhammad Hadi
AFP/Josh Edelson
Ekspresi kandidat Presiden AS dari Partai Republik Donald Trump jelang menghadapi Pilpres 2016. 

Baca: Marah Keputusan Trump terkait Yerusalem, Erdogan Bakal Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel

Kendati begitu, amandemen ke-25 pada Konstitusi AS tidak pernah diterapkan untuk melengserkan presiden.

Adakah bukti-bukti bahwa Trump mengalami gangguan jiwa?

Tidak ada bukti-bukti konkret bahwa Trump mengalami gangguan jiwa.

Kalaupun ada, orang berwenang yang memeriksanya tidak bisa mengungkapkan hal itu ke publik karena terikat etika kedokteran dan aturan hukum.

Namun, dari pengamatan berbagai pihak, Trump amat mungkin mengalami serangkaian gejala Penyimpangan Kepribadian Narsistis (NPD).

Baca: Israel Akan Membangun Stasiun Trump di Samping Tembok Ratapan

Berdasarkan jurnal ilmiah Psychology Today, orang yang mengalami gangguan ini menunjukkan tiga hal:

- Bermegah diri, kurang bisa berempati ke orang lain dan merasa perlu dikagumi

 - Merasa lebih superior atau berhak mendapat perlakuan istimewa

- Mencari perhatian secara berlebihan, susah dikritik, dan sulit mengakui kekalahan

Dr Allen Frances, pakar yang menyusun kriteria diagnosa NPD, mengaku tidak bisa serta-merta menilai Trump mengalami NPD karena tidak terlihat stres.

"Trump lebih menyebabkan stres ketimbang mengalaminya. Dia juga sangat mendapat sanjungan, bukan hukuman, atas sikapnya yang bermegah diri dan kurang berempati," tulis Frances.

Lepas dari dugaan NPD, buku berjudul Fire and Fury: Inside the Trump White House karya jurnalis Michael Wolf memicu pertanyaan apakah Trump mungkin mengalami penurunan daya kerja otak?

Baca: Anies Baswedan Ikut Aksi Bela Palestina, Sebut Keputusan Trump Tidak Hanya Keliru, Tapi Fatal

Kecenderungannya untuk mengulang-ulang kalimat dan cara berbicara Trump dijadikan patokan untuk mendukung pertanyaan tersebut.

Guna menjawab ini, sejumlah pakar syaraf membandingkan rekaman video Trump pada masa lalu dan masa sekarang. Mereka menemukan gaya berbicaranya telah berubah total.

Pada masa lalu, dia berbicara dengan kalimat panjang, rumit, serta diikuti pemikiran yang teratur dan kata sifat yang panjang.

Sedangkan pada masa kini, dia menggunakan kata-kata yang lebih pendek dan sedikit. Terkadang dia melompati kata, menceracau, dan cenderung menggunakan kata superlatif seperti "terbaik".

Sejumlah pakar menilai perilaku ini bisa jadi disebabkan kondisi syaraf, seperti Alzheimer, atau bisa juga gejala umur yang menua.

Baca: Bantah Penggambaran Kejiwaan oleh Wolff, Trump Sebut Dirinya Jenius yang Sangat Stabil

Mereka yang berpendapat bahwa Trump sengaja menyembunyikan penurunan daya kerja otaknya, merujuk sejumlah kejadian ketika dia tampak tidak mampu mengendalikan gerakannya secara penuh.

Salah satu contoh ialah pada Desember lalu, saat dia menyampaikan pidato dan, secara janggal, mengangkat gelas dengan kedua tangan.

Contoh lain terjadi ketika dia terdengar mengucapkan sesuatu, namun tidak jelas.

Gedung Putih mengklaim insiden itu disebabkan tenggorokan presiden sedang kering. Akan tetapi, beberapa pihak menduga ada sesuatu yang lebih serius.

Fungsi motorik seseorang diperintahkan oleh bagian depan otak yang seiring usia bertambah volumenya menyusut dan, dalam beberapa kasus, terdampak sejenis kepikunan yang langka bernama kepikunan frontotemporal.

Baca: Menyusul Pengakuan Trump Tentang Yerusalem, Al-Qaeda Ajak Serang Amerika Serikat dan Inggris

Menurut Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS), kepikunan jenis itu memiliki serangkaian gejala, termasuk "bertindak impulsif atau tidak pantas", "terlihat egois atau tidak simpatik", "makan berlebihan", "perhatian mudah teralihkan", dan "kesulitan mengucapkan bunyi yang tepat saat menyampaikan kalimat".

Dugaan ini akan dibuktikan oleh tim kedokteran presiden, pekan depan, tatkala Trump menjalani pemeriksaan medis pertama sejak dilantik.

Apakah kondisi kejiwaan presiden pantas digunjingkan?

Juru bicara Gedung Putih, Sarah Huckabee Sanders, mengecam pergunjingan soal kondisi kejiwaan presiden.

"Tindakan itu memalukan dan patut ditertawakan. Jika dia tidak sehat, dia tidak mungkin duduk di sini, tidak mungkin mengalahkan sekelompok kandidat Partai Republik paling kompeten selama ini," kata Sanders.

Baca: Ratusan Muda-mudi Aceh Gelar Aksi Kecam Trump di Masjid Raya

Sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik menuding pergunjingan itu sebagai serangan partisan.

Duncan Hunter yang mewakili Negara Bagian California dan Mike Simpson yang mewakili Negara Bagian Idaho disebut "tertawa terbahak-bahak" pada Februari tahun lalu ketika diberitahu laman berita The Hill bahwa Partai Demokrat mempertanyakan soal kondisi kejiwaan Trump.

Namun, ada pula figur Partai Republik yang sependapat bahwa Trump mengalami gangguan jiwa.

Jeb Bush, saat masa kampanye pilpres 2016 lalu, mengatakan "orang itu perlu terapi" saat merujuk Trump.

Kemudian Senator Bob Corker menyebut Trump tidak menunjukkan "stabilitas" yang diperlukan dalam mengemban tugas kepresidenan.

Baca: Salip Popularitas Trump, Ini Dia Dua Orang yang Paling Dikagumi di AS

Lepas dari motivasi pergunjingan, Dr Allen Frances menyayangkan dampak pergunjingan terhadap mereka yang benar-benar mengalami gangguan jiwa.

"Perilaku buruk jarang menjadi pertanda gangguan jiwa, dan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa jarang berperilaku buruk," ujarnya.

"Hinaan stigmatis bagi orang-orang yang mengalami gangguan jiwa untuk disatukan dengan Trump," tambahnya.

Namun, pakar kejiwaan yang memberikan opini terhadap kondisi kejiwaan Trump beralasan mereka melakukannya untuk memperingatkan bangsa AS.(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved