Sumur Minyak Meledak
Kenapa Warga Nekat Mengebor Minyak Secara Tradisional? Ini Penjelasan Anggota DPRA
Dengan adanya tambang rakyat ini mereka dapat bekerja di sana, dan mendapatkan rezeki untuk dibawa pulang ke rumah
Penulis: Mawaddatul Husna | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Sumur minyak yang dibor secara tradisional oleh masyarakat Dusun Bhakti, Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, meledak dan terbakar, Rabu (25/4) dini hari.
Data dihimpun Serambinews.com, hingga tadi malam 19 orang dilaporkan meninggal dan 44 lainnya mengalami luka bakar dan kini dirawat di sejumlah rumah sakit di Langsa, Banda Aceh, dan Medan.
Pihak Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh mengatakan, berdasarkan hasil observasi pihak Pertamina EP I Ranto, ada ratusan lobang sumur baru bekas pengeboran migas warga di kawasan dekat lokasi sumur migas yang terbakar dan meledak tersebut.
Jarak antara satu lobang dengan lobang lainnya, cukup dekat antara 30 - 50 meter.
Berdasarkan penjelasan warga, pengeboran minyak itu dilakukan secara tradisional dan menggunakan alat-alat manual.
Warga pun tidak dilengkapi dengan berbagai peralatan pengamanan, layaknya orang yang menekuni pekerjaan berbahaya.
Timbul pertanyaan, tidak tahukah warga akan bahaya pekerjaan yang mereka lakoni? Kalau tahu, kenapa mereka tetap nekat melakukan pengeboran secara tradisional?
Menanggapi ini, Anggota DPR Aceh, Iskandar Usman Al Farlaky yang berasal dari Ranto Peureulak, Aceh Timur mengatakan, masyarakat setempat memahami akan bahaya penambangan minyak tersebut, namun dikarenakan faktor ekonomi dan sosial sehingga mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas penambangan rakyat itu.
"Kebanyakan pemuda setempat, mantan kombatan yang tidak memiliki pekerjaan. Maka dengan adanya tambang rakyat ini mereka dapat bekerja di sana, dan mendapatkan rezeki untuk dibawa pulang ke rumah," kata Iskandar.
(Baca: Sumur Minyak Terbakar, 19 Tewas)
Penjelasan Iskandar itu disampaikan saat menjadi narasumber tamu by phone dalam talkshow Radio Serambi FM 90,2 Mhz, Kamis (26/4/2018), membahas Salam (Editorial) Harian Serambi Indonesia berjudul 'Perlu Keberanian Tertibkan Sumur Minyak Masyarakat'.
Hadir sebagai narasumber internal dalam talkshow bertajuk Cakrawala itu adalah Sekretaris Redaksi Harian Serambi Indonesia, Bukhari M Ali yang dipandu host, Dosi Elfian.
Iskandar menyebutkan, dalam sumur yang dibor tersebut mempekerjakan sebanyak 10 orang, dan pekerja yang bertugas menarik minyak dan memasukkannya ke dalam drum diberi upah Rp 100 ribu- Rp 200 ribu per drum.
"Bayangkan saja pemuda di sini yang pengangguran dan mereka mendapatkan pekerjaan, efeknya peningkatan perekonomian di Peureulak jauh lebih drastis dibanding periode-periode lainnya," tambahnya.
Apabila ada perbaikan-perbaikan di kemudian hari, diharapkan pemerintah harus sigap dan tanggap untuk campur tangan dan mengorganisir kelompok-kelompok petani tambang rakyat ini.