Opini

Menyoal Pengelolaan Sampah di Banda Aceh

ISLAM telah nyata memerintahkan umatnya untuk menghindari perilaku yang menghasilkan sampah (QS. al-Isra’: 27 dan al-An’am: 141)

Editor: hasyim
SERAMBINEWS.COM/ABDULLAH GANI
Sampah dari hari meugang hingga hari ketiga Idul Fitri 1439 H sudah "menggunung' di Kota Meureudu, Pidie Jaya, Minggu (17/6/2018) 

Hal ini bertentangan dengan pernyataan Gubernur Irwandi Yusuf pada November 2017 yang menyatakan TPA Gampong Jawa perlu ditutup, dipindahkan sampahnya ke TPA Blang Bintang, dan direhabilitasi untuk diangkat kembali marwahnya sebagai makam kerajaan Aceh. Justru inisiatif yang sebelumnya telah diapresiasi berbagai pihak, yaitu WCP (Waste Collecting Point) malah terhambat akibat tidak mendapat anggaran dan dukungan yang cukup, sehingga sejak tiga tahun lalu baru terlaksana di tiga gampong. Itu pun tersendat-sendat.

Dalam subsistem teknis operasional, skema pengelolaan sampah di Banda Aceh masih menggunakan skema kumpul-pindah-angkut-buang yang tidak menyelesaikan masalah, namun hanya memindahkannya hingga bertumpuk di TPA.

Pengelolaan sampah secara teknis dalam berbagai standar di Indonesia dibagi menjadi dua upaya, yaitu pengurangan dan penanganan. Dalam Jakstranas, pada 2018 ini ditargetkan upaya pengurangan sampah diterapkan untuk 18% sampah, sedangkan 73% sisanya ditangani dengan upaya penanganan sampah. Sementara di Banda Aceh, jangankan pengurangan atau penanganan, masih banyak sampah yang tidak terkelola; karena masih banyaknya sampah dibakar, dibuang ke sungai, dan lainnya. Sehingga bagi Pemko Banda Aceh pekerjaan rumah utama dalam pengelolaan sampah adalah mengejar pengelolaan sampah 100%.

Guna mewujudkan Banda Aceh Bebas Sampah 2025, hal paling mudah yang dapat dimulai hari ini oleh Pemko Banda Aceh adalah memberi contoh di kantor-kantor pemerintah dimulai dari rapat-rapat dan acara-acara yang tidak menghasilkan sampah (KLHK telah membuat pedoman yang mudah diikuti), pemilahan sampah, pengadaan bank sampah, dst.

Dalam sambutannya di peluncuran aplikasi E-Berindah kemarin, Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman sempat membuat pernyataan meningkatnya jumlah sampah Banda Aceh perlu disyukuri karena itu indikasi peningkatan ekonomi. Itu paradigma lama, kini pertumbuhan ekonomi bisa sejalan dengan kebaikan ekologi melalui penerapan ekonomi melingkar (circular economy).

Pemerintah memiliki kekuatan untuk mendorong diterapkannya ekonomi melingkar dengan mendorong tumbuhnya usaha-usaha yang ramah lingkungan, pengurangan dan penanganan sampah oleh pelaku industri (bekerja sama dengan pemerintah pusat) dan daur-ulang sampah yang masih dihasilkan. Warga juga dapat berpartisipasi dengan mengurangi sampah melalui upaya-upaya sederhana, seperti membawa kantong belanja sendiri dan menolak plastik dalam berbagai bentuk (kantong plastik, botol minum sekali pakai, sedotan, sendok-garpu disposable, dll), mengompos sampah organik di rumah masing-masing, dan lain-lain. Nah!

Zulfikar, warga kota Banda Aceh, alumni Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), pendiri Wirausaha Sosial Waste4Change, dan berprofesi sebagai Tenaga Ahli Lingkungan dan Persampahan. Email: zulfikar.enviro@gmail.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved