Opini
Menulis Menyebarkan Ilmu Mencerdaskan Bangsa
MEWUJUDKAN suatu masyarakat yang smart yang siap menghadapi segala tantangan global tidak mudah

Meskipun relatif mudah, ada beberapa syarat yang harus kita dahului untuk itu. Apa saja itu? Pertama, adanya minat baca dan semangat menulis. Untuk adanya minat baca dan semangat menulis musti ada pembiasaan membaca dan berlatih menulis setiap hari. Untuk menulis sedikit diperlukan membaca yang banyak. Dari membaca yang banyak tercipta skemata yang kaya, dan itu merupakan modal potensial untuk terampil menulis.
Strategi jitunya adalah jadilah penulis yang dibayar (diapresiasi) karena menulis, bukan penulis yang menulis karena dibayar. Seorang penulis yang dibayar karena menulis bermakna bahwa ia penulis yang eksis, yang selalu butuh menulis, yang kualitas tulisannya maksimal, dan selalu memiliki stok tulisan yang cukup dan berkualitas. Berbeda dengan yang menulis karena dibayar, dia pasti bukan penulis yang eksis, kualitas tulisannya pun biasa-biasa saja, dan yang jelas tidak memiliki stok tulisan yang cukup, apalagi berkualitas.
Penulis yang dibayar karena menulis, menulisnya pasti pakai cinta, sedangkan yang menulis karena dibayar menulisnya cenderung pakai nafsu. Penulis yang pakai cinta pasti ada hati, sedangkan yang pakai nafsu hanya sekadar unjuk diri. Seperti makna ungkapan Aceh, nyang pakek ate sabe na lada watee trok kapai, nyang meururu nafsu tan na sapeue ‘oh jibungka. Bek ‘oh watee trok kapai baro jak pula lada!
Terkait dengan hal di atas, penyediaan bahan ajar; yang materinya diserap dari berbagai sumber yang representatif dan mutakhir; oleh seorang akademisi dalam wujud buku ajar, buku referensi, buku bacaan, kamus, artikel jurnal ilmiah, dan artikel pupuler merupakan tugas utama seorang akademisi di samping mengajar, meneliti, dan mengabdi.
Permasalahan selama ini, antara lain, adalah mahasiswa mengeluh karena tidak tersedia buku ajar yang representatif sebagai bahan rujukan utama dalam belajar mata kuliah-mata kuliah tertentu. Kepada mahasiswa dianjurkan mencari, meminjam, membeli, dan membaca buku-buku referensi yang ditunjuk oleh staf pengajar sesuai dengan sebaran materi yang tercantum dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS). Mungkin karena hal itu hanya berupa anjuran, mahasiswa sering tidak mengindahkannya. Dengan perkataan lain, mahasiswa tetap tidak sungguh-sungguh mempelajari buku-buku yang ditunjuk tersebut.
Di samping itu, umumnya mahasiswa tidak memiliki alokasi dana yang memadai untuk membeli sejumlah buku referensi yang mereka butuhkan. Hal ini barangkali dapat dimaklumi. Oleh karena itu, penyediaan bahan ajar; yang materinya diserap dari berbagai sumber yang representatif dan mutakhir; oleh staf pengajar dalam wujud buku ajar merupakan solusi alternatif yang dapat diberikan. Dengan demikian, mahasiswa tidak merasa keberatan memiliki dan mempelajari bahan tersebut. Salam literasi!
* Azwardi, S.Pd., M.Hum., peneliti/pegiat literasi, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Darussalam, Banda Aceh. email: azwardani@yahoo.com