YARA Cium Kejanggalan dalam Proses Pembebasan Lahan Bendungan Keureuto, Segera Surati KPK

Safaruddin mengatakan, total uang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh untuk pembayaran ganti rugi lahan seluas 80 hektare itu mencapai Rp 8,8 miliar

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Bendungan Keureuto di Aceh Utara 

Oleh perusahaan itu, uang tersebut kemudian ditransfer kepada 62 masyarakat penggarap lahan melalui rekening masing-masing warga di Bank BNI Syariah Lhokseumawe.

Namun, uang yang telah ditransfer sejak 26 Februari 2016 baru bisa dicairkan pada 18 Maret 2019, karena ada persyaratan yang harus dipenuhi.

YARA menilai ada dugaan permainan dalam pembebasan lahan ini, karena mengapa Pemerintah Aceh mengganti rugi lahan HGU yang akan akan berakhir.

Padahal lahan tersebut bisa diambil tanpa harus membayar ganti rugi sampai miliaran rupiah.

“Berdasarkan dokumen yang kami miliki, uang tersebut awalnya merupakan untuk ganti rugi pembebasan lahan HGU, dengan dibuktikan pembayaran dari Pemerintah Aceh ke rekening perusahaan dimaksud sebesar Rp 8,8 miliar,” ungkap Safaruddin.

Baca: Vietnam Buyarkan Mimpi Indonesia Tampil di Piala Asia U-23 2020

“Apakah perusahaan itu menjual HGU kepada pemerintah atau ada oknum yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi, ini yang perlu ditelusuri oleh KPK,” pungkas Safaruddin SH.

Serambinews.com belum mendapatkan konfirmasi atau penjelasan dari pihak Pemerintah Aceh terkait dugaan adanya persoalan dalam pembebasan lahan untuk proyek pembangunan waduk Keureutoe ini.

Waduk Keureutoe yang berlokasi di Desa Blang Pante, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara, adalah satu dari beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN) Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla di Aceh.

Peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Waduk Keureutoe ini dilakukan oleh Presiden RI, Jokowi pada 9 Maret 2015.

Penjelasan Jaksa

Persoalan terkait pembebasan 80 hektare lahan untuk pembangunan bendungan Keureutoe ini pernah disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Irdam MH melalui Asisten Intelijen (Asintel), Mukhlis SH saat bersilaturahmi ke Kantor Harian Serambi Indonesia di Desa Meunasah Manyang, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Rabu (12/12/2018).

PEMIMPIN Umum Serambi Indonesia, H Sjamsul Kahar, didampingi Pemimpin Perusahaan, Mohd Din, Sekretaris Redaksi, Bukhari M Ali, Redaktur Pelaksana, Yarmen Dinamika dan Redaktur Polhukam, Yocerizal, menyambut kedatangan Kajati Aceh, Irdam SH MH di Kantor Serambi Indonesia, Meunasah Manyang Pagar Air, Ingin Jaya, Aceh Besar, Rabu (12/12) siang.
PEMIMPIN Umum Serambi Indonesia, H Sjamsul Kahar, didampingi Pemimpin Perusahaan, Mohd Din, Sekretaris Redaksi, Bukhari M Ali, Redaktur Pelaksana, Yarmen Dinamika dan Redaktur Polhukam, Yocerizal, menyambut kedatangan Kajati Aceh, Irdam SH MH di Kantor Serambi Indonesia, Meunasah Manyang Pagar Air, Ingin Jaya, Aceh Besar, Rabu (12/12) siang. (SERAMBI/BUDI FATRIA)

Asitel Kejati Aceh Mukhlis SH menjelaskan, pembayaran 80 hektare lahan itu terkendala karena dananya diblokir oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kabupaten Aceh Utara, dengan alasan lahan tersebut masih ada masalah.

“Terkait permasalahan pembebasan lahan itu banyak beredar kabar bahwa jaksa memblokir uang ganti rugi. Kemudian saya cari tahu siapa sebenarnya yang blokir. Setelah saya telesuri ternyata yang blokirnya Pemkab Aceh Utara,” ungkap Mukhlis.

Padahal, uang ganti rugi untuk 80 ha lahan sudah disiapkan sekitar Rp 8 miliar.

Dalam kesempatan itu, Mukhlis menceritakan kronologis kasusnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved