Konflik Papua

Melahirkan di Tengah Konflik Senjata dan Harus Mengungsi, Ibu di Papua Beri Nama Anaknya Pengungsi

Jubiana merupakan salah satu dari ribuan warga Nduga yang kini terpaksa harus mengungsi dari konflik yang berkecamuk di Nduga.

Editor: Faisal Zamzami
dok BBC Indonesia
Para perempuan di Nduga dan anak-anak mereka terpaksa bertahan di belantara di pegunungan tengah Papua, untuk menghindari konflik bersenjata antara TNI/Polri dan kelompok bersenjata pro-kemerdekaan Papua yang berlangsung selama delapan bulan terakhir. Bahkan, beberapa dari mereka terpaksa melahirkan di hutan. (dok BBC Indonesia) 

Dia menyebut, pengerahan militer di Nduga adalah untuk pengamanan pembangunan proyek jalan Trans Papua dari gangguan kelompok bersenjata. 

"Tentunya, terjadi eskalasi atau terjadi kontak tembak itu adalah salah satu tugas dalam rangka mengamankan pekerja."

"Terjadinya kontak tembak itu karena munculnya gangguan-gangguan. Sehingga untuk mengurangi bantuan, mau tidak mau tugas TNI adalah untuk mengamankan, sehingga kontak tembak tidak bisa dihindarkan," tutur Chandra.

S
Sejumlah personel Brimob dikerahkan untuk melakukan pengejaran terhadap pelaku penembakan para pekerja proyek pembangunan jembatan Trans Papua di Kabupaten Nduga. (dok BBC Indonesia)

Konflik di Nduga, menurut tokoh HAM Papua yang juga seorang imam Katolik Pastor John Djonga, tak lepas dari trauma masa lalu yang terjadi sejak tahun 1960an, saat sekelompok orang menghendaki kemerdekaan Papua dari NKRI.

Sejak itu, warga Nduga hidup dibawah pengalaman kekerasan militer, hingga saat ini.

"Oleh karena itu menurut saya sekarang sudah tidak waktu lagi pihak pemerintah Indonesia merasa mereka yang paling benar, OPM juga merasa mereka yang paling benar, karena berjuang untuk Papua merdeka. Tapi Papua merdeka dengan kematian sebanyak ini bagaimana itu?," ujarnya.

"Saya berpikir sebagai orang gereja bagaimana kedua pihak ini harus berunding agar tidak ada lagi korban-korban," tegas Pastor John.

Menilik sejarah masa lalu orang Nduga dan konflik yang terjadi di wilayah yang menjadi pemekaran Kabupaten Jayawijaya itu, dia memandang pemerintah maupun pemimpin militer belum memahami masalah Nduga.

"Mereka hidup dibawah pengalaman-pengalaman kekerasan militer, operasi militer, sampai saat ini."

"Karena itu sebenarnya bagaimana orang Nduga ini bisa hidup aman. Hidup aman menurut mereka tidak bisa aman dengan militer, tidak bisa dan sampai saat ini memang masih terjadi baku perang."

S
Data pengungsi internal Nduga yang terdata(dok BBC Indonesia)

Kementerian Sosial mencatat setidaknya ada 2.000 pengungsi yang tersebar di beberapa titik di Wamena, Lanijaya, dan Asmat.

Di antara pengungsi ini, tercatat 53 orang dilaporkan meninggal.

Angka ini jauh di bawah data yang dihimpun oleh Tim Solidaritas untuk Nduga, yang mencatat sedikitnya 5.000 warga Nduga kini mengungsi dan 139 di antara mereka meninggal dunia.

Data relawan menyebut pengungsi di Wamena tersebar di sekitar 40 titik.

Kebanyakan dari mereka tinggal menumpang di rumah kerabat. Akibat banyaknya pengungsi yang berdatangan, di dalam satu rumah atau honai bisa berisi antara 30-50 orang. (BBC Indonesia)

Baca: Terlalu Berisik saat Bermain, Muhammad Kazim Hajar Putranya Bilal Sampai Meninggal Dunia

Baca: Polisi Periksa 10 Saksi Terkait Kasus Terbakarnya Rumah Wartawan di Aceh Tenggara, Ini Namanya

Baca: Tak Sesuai Fungsinya, ‎Dinas Perhubungan Bongkar Pasang Traffic Light di Kota Kualasimpang

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengungsi Nduga Papua, Melahirkan di Tengah Konflik Senjata dan Sang Anak Diberi Nama Pengungsi"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved