Kejahatan Satwa
Cambuk untuk Penjahat Satwa tak Ada yang Protes, Nurzahri: Mungkin Karena bukan Pelanggaran Syariat
Mungkin karena bukan pelanggaran syariat. Selama ini kan banyak aktivis yang protes kalau pelanggar syariat dicambuk.
Cambuk untuk Penjahat Satwa tak Ada yang Protes, Nurzahri: Mungkin Karena bukan Pelanggaran Syariat
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Komisi II DPRA pada Jumat (30/8/2019) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang Rancangan Qanun Perlindungan Satwa Liar.
Salah satu yang diatur dalam qanun itu adalah hukuman pidana cambuk bagi pelaku kejahatan satwa.
Namun, sepanjang RDPU berlangsung, dari pukul 19.30 hingga 24.00 WIB, tak ada protes atau penolakan dari peserta yang hadir terhadap penerapan hukum cambuk itu.
Alih-alih memprotes, beberapa pihak justru mengapresiasi.
Ketua Komisi II DPRA, Nuzahri, juga mengaku heran, sebab awalnya dia menduga bakal banyak protes terhadap wacana cambuk.
"Saya awalnya sempat menduga akan banyak yang protes soal hukuman cambuk ini," kata Nurzahri kepada Serambinews.com.
Hukuman Cambuk dan Bayar Denda Emas Intai Penjahat Satwa di Aceh, Yuk Cek Aturannya di Sini
Rencana Persenjatai Polhut dan Pamhut Aceh, Begini Tanggapan Kodam IM dan Polda
VIDEO - Lima Warga Jadi Tersangka Kasus Jual Beli Satwa Dilindungi di Meulaboh
HGU dan HTI Harus Ikut Atasi Konflik Satwa
"Mungkin karena bukan pelanggaran syariat. Selama ini kan banyak aktivis yang protes kalau pelanggar syariat dicambuk," kata politisi Partai Aceh ini.
Untuk diketahui, peserta yang datang malam itu cukup banyak, mulai dari jajaran SKPA, Kodam IM, Polda, Kejati, LSM, mahasiswa, komunitas, hingga anggota DPRA terpilih.
Meski demikian ada sejumlah masukan dan saran yang disampaikan. Di antaranya terkait tata cara beracara.
Di dalam qanun tidak diatur secara tegas siapa yang berwenangkan menyidangkan perkara kasus kejahatan satwa, kejaksaan atau mahkamah syariah.
Selain itu juga ada masukan tentang perlunya pelibatan penyidik dari TNI untuk kasus kejahatan satwa yang melibatkan oknum TNI.
Disamping sanksi cambuk, di dalam Rancangan Qanun Perlindungan Satwa, pelaku kejahatan satwa juga diwajibkan membayar denda dalam bentuk emas.
Sanksi itu diberikan jika terbukti melakulan pelanggaran-pelanggaran yang sudah ditetapkan dalam qanun pasal 34.
Larangan dimaksud meliputi, bahwa setiap orang dilarang merencanakan atau mengganggu dan merusak habitat satwa liar;
dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak dan/atau mengancam plasma nutfah;
membuat, mempergunakan dan memasang jerat dari jenis bahan yang dapat mengancam satwa liar yang dilindungi;
meletakkan racun, dan/atau bahan yang membahayakan kehidupan satwa liar yang dilindungi;
Pandu Digeser, Nova Gelar Rapat Khusus Pilih Sosok Plt Kepala ULP
Glee Taron Mata Ie Terbakar, Pemadam Aceh Besar dan Banda Aceh Berjibaku Lakukan Pemadaman
Dipukuli, Dilempari Hingga Pecah Kaca Bus di Banten, Begini Kronologis Kejadian Menurut Persiraja
Terkait Kasus Dosen Saiful Mahdi, Begini Tanggapan Rektor Unsyiah
melakukan kegiatan dan/atau usaha yang berpotensi menimbulkan kerusakan ekologis pada koridor dan/atau habitat satwa liar;
mencemari sumber-sumber air dan atau sumber makanan di habitat satwa liar;
melanggar aturan lokal/kearifan lokal terkait habitat dan atau satwa liar.
Sanksi atas larangan-larangan itu selanjutnya disebutkan pada pasal 39 Bab XIII tentang Ketentuan Pidana.
Ayat 2 pasal tersebut berbunyi, bagi yang melakukan pelanggaran, diancam dengan ‘uqubat ta’zir cambuk paling banyak 60 kali atau denda paling banyak 600 gram emas murni.
Sanksi yang sama juga berlaku terhadap pejabat berwenang yang dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap larangan-larang dimaksud.
Ayat 4 pasal 39 menyebutkan, uqubat ta’zir cambuk terhadap pejabat paling banyak seratus kali atau denda paling banyak 1.000 gram emas murni.
Ketua Komisi II DPRA, Nurzahri, di awal sambutannya menyampaikan, hukuman cambuk ini merupakan hukuman tambahan, selain hukuman kurungan yang berlaku secara nasional.
"Penambahan hukuman khusus ini sesuai dengan semangat penerapan syariat Islam di Aceh," ucapnya.
Selain itu, di dalam Rancangan Qanun Perlindungan Satwa Liar, juga disebutkan tentang perlunya mempersenjatai kembali Polhut dan Pamhut.
Nurzahri mengatakan bahwa hanya di Aceh Polhut-nya tidak dipersenjatai, berbeda dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.
Kewenangan Polhut Aceh memiliki senjata, dia katakan hilang sejak diberlakukannya darurat militer.
"Karena itu kita berharap melalui qanun ini, Polhut bisa memiliki senjata lagi, termasuk juga Pamhut," kata Nurzahri.
Rencana itu mendapat tanggapan dari perwakilan Kodam Iskandar Muda dan Polda Aceh.
Masukan yang diberikan kedua institusi itu nyaris sama. Beberapa di antaranya adalah saran tentang perlunya dibuat aturan tersendiri tentang penggunaan senjata api.
Pria yang Menikahi Mahluk Halus Ternyata Suka Kopi Gayo dan Bako Ijo
Insiden Pembakaran Polsek Bendahara Aceh Tamiang, Tiga Oknum Polisi Dituntut 10 Bulan Penjara
Meski Diberhentikan Sementara oleh Presiden, Irwandi Tetap Terima Gaji sebagai Gubernur Aceh
Kontroversi Disertasi Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Hubungan Seks di Luar Nikah Halal Bersyarat
Aturan tersebut antara lain mengatur tentang SOP penggunaan senjata, jenis senjata, dan pada kasus yang bagaimana penggunaan senjata api dibolehkan, serta beberapa hal lainnya.
Danpomdam Kodam IM, Kol Cpm Zulkarnain SH juga menyarankan Komisi II agar berkonsultasi lebih dahulu dengan Kementerian Pertahanan dan kementerian terkait lainnya terkait penggunaan senjata api.
Terhadap berbagai masukan tersebut, Nurzahri menyambut baik. Dia juga sepakat bahwa harus ada aturan tersendiri terkait wewenang penggunaan senjata oleh Polhut dan Pamhut.
Dia juga mengaku akan menkonsultasikan rencana tersebut dengan kementerian terkait di Jakarta dalam waktu dekat ini.
"Kita memang sudah mengagendakan pertemuan dengan beberapa kementerian untuk mengkonsultasikan soal senjata ini," imbuhnya.(*)