Jurnalisme Warga

Pengembangan Produk Ekowisata Lembah Brayeun

DUA bus pariwisata, hijau dan ungu, bergerak perlahan dari Kumala Hotel, Ulee Kareng, Banda Aceh menuju Leupung, Aceh Besar

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Pengembangan Produk Ekowisata Lembah Brayeun
IST
AYU ‘ULYA, Pengurus Bidang SDM Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Aceh dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Banda Aceh, melaporkan dari Aceh Besar

Yang lebih menggelitik adalah ketika saya tanyakan kepada Nuti tentang posisi dan kondisi kamar mandi, apakah masih sama seperti setahun sebelumnya? Sambil tergelak dia menjawab, “Sama, hana yang pinah (sama saja, tak ada yang berubah).”

Bahkan ketersediaan tong sampah dan pengelolaan sampah-sampah rutin para wisatawan yang berkunjung juga tampaknya masih sebatas hayal. Sebut saja Adi, pemuda yang menyediakan jasa boat bagi para wisatawan yang datang. Saat ditanya, bagaimana manajemen sampah di wilayah tersebut, dia menjawab bahwa sampah-sampah itu dikumpulkan dan dibakar. Namun, terdapat juga sampah-sampah wisatawan yang tak sempat mereka pantau lantas hanyut ke hilir, dibawa arus. Menurutnya, salah satu penyebab manajemen sampah yang buruk di Brayeun karena tidak tersedianya tong sampah dan jasa pengangkutan sampah dari pemerintah setempat.

“Saya lihat, di Lhoknga, disediakan tong sampah, bagus dan banyak. Tapi entah kenapa kami di sini tidak kebagian. Padahal, pemerintahnya masih di dalam lingkup wilayah yang sama. Secara penataan dan regulasi pariwisata, daerah kami ini masih sangat tertinggal,” papar pemuda usia 20-an tahun tersebut dalam bahasa Aceh dengan logat khas Aceh Besar yang kental. 

Maka benar adanya bahwa usaha sadar wisata harus terus digalakkan, baik di lingkup masyarakat maupun pemerintahan, mengingat jika kita tidak membiasakan diri melihat potensi alam kita dengan kemampuan “mata wisatawan”, maka lambat laun kita akan “mati rasa”. Sehingga, menganggap segala anugerah keindahan ciptaan Allah yang seharusnya kita kelola dan jaga dengan baik demi kesejahteraan masyarakat menjadi hal yang biasa-biasa saja. Jangan sampai kita menjadi ayam yang mati di lumbung padi. Tak paham mengelolah potensi alam, kemudian berang ketika ada pihak luar yang mengambil alih. Mari, kelola potensi wisata alam menjadi produk wisata ramah alam yang baik. Usaha pengelolaan wisata alam yang melibatkan partisipasi masyarakat setempat, meningkatkan nilai ekonomi rakyat, serta tetap menjaga keindahan dan kebersihan alam sekitar. Sebab, jika bukan masyarakat Aceh sendiri yang menjaga dan mengelola alamnya dengan baik, lantas siapa lagi?

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved