Jurnalisme Warga
Kluet dan Kisah Masjid Tuo Berumur 600 Tahun Lebih
PADA ada akhir tahun 2019 saya bersama Herman RN, Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), ditugaskan untuk melakukan monitoring

Rungko merupakan istana Raja Manggamat. Rungko juga sering dijadikan tempat penyelesaian berbagai perkara maupun perselisihan yang terjadi di tengah masyarakat Kluet saat itu. Saya sangat berharap agar pemerintah menjadikan Rungko sebagai cagar budaya Kluet yang perlu dilestarikan.
Selain rumah adat Rungko, Kluet juga memiliki sebuah masjid tua yang sudah berumur lebih dari 600 tahun. Masjid yang diberi nama Masjid Tuo itu terletak di Desa Pulo Kambing, Kecamatan Kluet Utara. Masjid Tuo sudah terdaftar sebagai salah satu situs cagar budaya nasional.
Arsitektur Masjid Tuo sangat unik. Salah satu keunikan yang dimiliki masjid ini adalah adanya pustaka khas yang diletakkan pada puncak atap masjid. Atap masjid berbentuk limas bersusun tiga, tetapi susunan pada atap paling atas memiliki bentuk berbeda. Masjid ini dilengkapi empat soko guru persis seperti masjid tradisional Indonesia lainnya. Keempat soko guru tersebut memiliki diameter 1 meter dengan ketinggian 15 meter. Dilengkapi pula ukiran kaligrafi yang mengandung kisah-kisah kuno Kerajaan Aceh zaman dulu.
Salah satu soko guru tersebut mengeluarkan air bening dingin hingga membasahi lantai masjid sejak awal masjid tersebut dibangun sampai sekarang. Tetesan air ini sangat unik, mengingat soko guru tersebut terbuat dari kayu. Akibatnya, dari tiang tersebut keluar air. Tidak jarang banyak masyarakat yang melepas nazar (kaoy) di masjid tersebut. Jadi, banyak hal unik dan menarik tentang masyarakat Kluet dan situs budayanya yang perlu dikaji dan dilestarikan. Apa yang dilakukan Dinas Pendidikan Aceh baru satu aspek, yakni penguatan bahasa dan sastra Kluet. Padahal, kekayaan budaya Kluet bukan cuma itu.