Berita Banda Aceh
Fraksi Non Pemerintah Nilai Ada Kekuatan Lain Dibalik Kisruh AKD di DPRA
Berbagai spekulasi saat ini muncul terkait kisruh soal pengesahan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPRA. Beberapa fraksi menilai..
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Jalimin
Fraksi Non Pemerintah Nilai ada Kekuatan Lain Dibalik Kisruh AKD di DPRA
Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Berbagai spekulasi saat ini muncul terkait kisruh soal pengesahan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPRA.
Beberapa fraksi menilai ada pihak lain di luar DPRA yang ikut bermain memperparah kisruh AKD dengan tujuan memperlemah fungsi kedewanan dalam pengawasan kinerja pemerintah.
Hal itu mengemukan dalam konferensi pers yang difasilitasi Wakil Ketua DPRA, Safaruddin di Media Center DPRA, Senin (20/1/2020).
Hadir dalam pertemuan itu, Ketua Fraksi Partai Aceh Tarmizi (Panyang), Ketua Fraksi Gerindra Abdurrahman Ahmad, Ketua Fraksi PAN Muchlis Zulkifli, Ketua Fraksi PNA, Safrijal alias Gam-gam, dan Ketua Fraksi PKS, Zainal Abidin.
“Saya melihat sekarang ada sebuah kekuatan lain di luar DPRA, ingin mengobok-obok DPRA. Agar kesan di luar, DPRA ini mandul, yang jelek DPRA. Orang itu (Demokrat, Golkar, PPP, PKB-PDA) karena fraksi pemerintah tepuk tangan karena tidak ada yang mengawasi, mengkritisi, dan mengkoreksi pembangunan,” kata Muchlis Zulkifli.
• Mengenang 18 Tahun Berpulangnya Tgk Abdullah Syafii, KPA Gelar Haul
• Ibunda Dipapah Cium Terakhir Bupati Saifannur, Ribuan Warga Melayat Jalan Macet 2 Km
• Siswi SMA Dapat Perlakuan Tak Wajar dari Guru: Diteriaki Anak Jin Gara-gara Cukur Alis
Pernyataan itu disampaikan setelah Fraksi Demokrat dan Fraksi PPP mengancam akan melawan keputusan Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin, yang telah mengesahkan komposisi AKD. Kedua fraksi itu menganggap rapat paripurna 17 Januari 2020 lalu tidak sah, setelah usulan nama dewan dari Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, dan Fraksi PPP tidak dimasukan dalam komposisi AKD.
Alasan tidak dimasukan usulan nama dewan dari ketiga fraksi itu ke dalam AKD karena skema pendistribusian yang diajukan tidak sesuai dengan bunyi tata tertib (tatib) DPRA. Di mana ketiga fraksi ini tidak mendistribusikan anggotanya secara proporsional tapi dinilai menumpuk anggotanya pada komisi V dan komisi VI.
Muchlis menyatakan, Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin bukanlah orang yang disalahkan ketika usulan ketiga fraksi pemerintah itu tidak dimasukan dalam AKD. Karena menurut Muchlis yang diamini fraksi lain, proses penyusunan tatib dan proses pendistribusian AKD semuanya sudah dilakukan melalui musyawarah. Sehingga, penetapan AKD tersebut sudah sah.
• Koordinator Smile Train Aceh, Diusir Hingga Disiram Air Saat Cari Pasien Operasi Bibir Sumbing
• Ruslan: Kereta Api Aceh Harus Jadi Prioritas Pemerintah Pusat
Muchlis menyakini, kisruh itu sengaja diciptakan agar kinerja dewan terhambat. Ia mengatakan anggota DPRA periode 2019-2024 tidak bisa berbuat apa-apa terhadap APBA 2020 karena ditetapkan secara sepihak. Anggota dewan baru sebenarnya hanya bisa melakukan evaluasi terhadap RAPBA 2020 dari hasil koreksi dan klarifikasi Kemendagri.
“Itupun kami juga tidak bisa mengevaluasinya, karena langsung di balap (dieksekusi) oleh eksekutif. Jadi sekali lagi kami tegaskan, berarti ini ada sebuah kekuatan lain di luar DPRA ingin membuat DPRA ini tidak bisa bekerja (melakukan pengawasan anggaran),” ujar Muchlis yang juga Ketua DPD PAN Aceh Besar ini.
Selain Muchlis, Ketua Fraksi PKS Zainal Abidin juga merasakan hal serupa. Ia menilai, sikap fraksi pemerintah yang menolak pengesahan AKD sebagai bentuk pengingkaran terhadap azas dan hukum atau tatib yang sudah disepakati bersama serta memperlambat kerja dewan dalam melakukan pengawasan.
“Saya melihat ada semacam keinginan untuk memperlambat kerja DPRA. Seperti kita ketahui bersama, APBA 2019 dan 2020 tidak terkontrol oleh dewan baru. Sebenarnya banyak program-program yang harus dikontrol. Saya menduga ada kekhawatiran pihak luar manakala AKD DPRA bekerja,” ujar Zainal Abidin.
Ketua Fraksi PNA, Safrijal dan Ketua Fraksi Gerindra, Abdurrahman Ahmad juga menyampaikan dugaan yang sama terhadap persoalan kisruh penetapan AKD. Keduanya juga mengklaim penolakan itu sengaja disetting agar penetapan alat kelengakapan terus berlarut dan fungsi-fungsi dewan tidak bisa dilaksanakan.