Karya Inovasi Mahasiswa Disita

Ini Alasan Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Amankan Alat Islamic Jammer dari UIN Ar-Raniry

Menurut Jamil, alasan pertama, selain jammer memang dilarang penggunaannya di Indonesia, kecuali untuk VVIP,

Penulis: Misran Asri | Editor: Yusmadi
SERAMBINEWS.COM/Handover
ketua Prodi Pendidikan Teknik Elektro UIN Ar-Raniry tahun 2016-2018, Dr Silahuddin MAg (kanan) menemani dua penemu mahasiswa penemua alat Islamic Jammer mengambil golden award dari Korea Selatan, di Universitas Ubudiyah Indonesia (UUI) tahun 2018. 

Laporan Misran Asri | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon) Aceh, M Jamil, mengungkapkan ada alasan kuat mengapa alat Islamic Jammer (alat peredam sinyal handphone) hasil inovasi mahasiswa UIN Ar-Raniry, Banda Aceh yang berfungsi meredam sinyal handphone diamankan pihaknya. 

Menurut Jamil, alasan pertama, selain jammer memang dilarang penggunaannya di Indonesia, kecuali untuk VVIP, misalnya diperuntukkan saat kedatangan presiden atau petinggi negara yang berpengaruh, di samping itu penggunaan jammer hanya diperbolehkan bagi LP tententu atau khusus, yang tingkat risikonya tinggi.

“Tidak semua Lembaga permasyarakatan (LP) ada jammer.

Tapi, LP-LP tertentu atas seizin Kementerian Kominfo, misalnya tingkat eskalasi kejahatannya tinggi atau memang potensi peredaran dan pengendalian narkoba dari dalam LP tersebut di luar kendali.

Biasanya di LP-LP seperti itu alat jammer itu dipergunakan,” sebut Jamil yang dihubungi Serambinews.com, jumat (13/3/2020).

Lalu, sebutnya dasar pelarangan penggunaan jammer di Indonesia, sudah diatur di dalam UU RI Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, Pasal 22 berbunyi, setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi.

Di mana di dalam Pasal 22, dipertegas di dalam tiga poin, A; akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau B; akses ke jasa telekomunikasi; dan atau C; akses ke jaringan telekomunikasi khusus.

Lalu, lanjut Jamil, masih dalam UU RI Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, di Bab VII Ketentuan Pidana pada Pasal 50 berbunyi, barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 600 juta. 

Kemudian lanjut Jamil, di Bagian Kesebelas Pengamanan Komunikasi, Pasal 38, berbunyi setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan komunikasi.

Islamic Jammer Karya Mahasiswa UIN Pernah Diminta Produksi Massal, Tak Jadi Karena Alasan Ini

UIN Ar-Raniry Ragu Kembangkan Islamic Jammer Hasil Inovasi Mahasiswa, Setelah Sempat Disita Balmon

Islamic Jammer Karya Mahasiswa UIN Pernah Dapat Special Award dari Korea, Ini Dia Perancangnya

Setelah Debat Panas, Alat Hasil Inovasi Mahasiswa UIN Ar-Raniry Akhirnya Dikembalikan

Untuk sanksi pidananya, juga diatur di dalam Pasal 55 yang bunyinya, barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 600 juta.

“Jadi, alat jammer itu kami amankan dari UIN Ar-Raniry bukan maunya kami atau ada obsesi tertentu. Tapi, pelarangannya itu memang sudah diatur dalam undang-undang di negara kita. Terkait pelarangannya tersebut, waktu itu sudah kami jelaskan secara detail kepada adik-adik mahasiswa, di samping kami jelaskan ke wakil rektor UIN sampai kepada pembantu dekan,” sebut Jamil.

Jadi, lanjutnya, Balmon Aceh yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan pembinaan, di samping pengendalian di bidang penggunaan spektrum frekuensi radio, meliputi pengamatan, deteksi sumber pancaran.

Lalu monitoring, penertiban, evaluasi, pengujian ilmiah, pengukuran, dan koordinasi, sehingga menggamankan alat Islamic Jammer tersebut dari UIN Ar-Raniry.

“Pada saat kami amankan kondisi jammer itu rusak. Tapi, untuk menghindari alat itu dioperasikan kembali, kami putuskan untuk mengamankannya,” sebut Jamil.

Namun, gejolak yang terjadi di kalangan mahasiswa dan atas permintaan pihak kampus yang akan bertanggung jawab penuh, sehingga Islamic Jammer, alat peredam sinyal handphone itu pun dikembalikan.

“Tranceiver dan alat dukung jammer yang sempat diamankan oleh Balmon, sudah diserahkan kembali ke UIN Ar-Raniry melalui Wakil Dekan 1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Bapak Chalis MAg dan dijamin melalui surat pernyataan di atas materai 6000 yang diserahkan ke Balmon,” sebut Jamil.

Pengembalian tranceiver dan alat dukung jammer yang sempat diamankan oleh Balmon itu, ungkap Jamil juga sebagai bukti dan wujud pembinaan Balmon kepada pengguna frekuensi radio.

Hal dimaksud agar terwujudnya penggunaan spektrum frekuensi radio secara tertib, efektif, efisien, sesuai peruntukannya dan tidak saling mengganggu, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU RI 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved