Kupi Beungoh

Wakaf Saudagar Aceh Sayid Husein Aidid di Pulau Pinang untuk Pendidikan Dunia Melayu

Beliau merupakan tokoh masyarakat Aceh yang berhijrah ke Pulau Pinang pada akhir abad ke-18 M untuk menyiarkan Islam dan menjadi pengusaha yang sukses

Editor: Mursal Ismail
FOR SERAMBINEWS.COM
Sayed Murthada (dua kiri) 

Sehingga tidak mengherankan apabila migrasi penduduk Aceh ke Pulau Pinang meningkat,  dimana  pada  tahun  1794  M  hanya  347  jiwa,  meningkat  menjadi  1.347  jiwa  pada pertengah abad ke-19 M (1850 M). Begitu pula dengan migrasinya tokoh-tokoh Hadramaut ke Pulau Pinang, dimana hal ini dapat kita lihat dari kewujudan berbagai golongan yang berasal dari Hadramaut di Pulau Pinang khususnya golongan Ba’alawi.

Salah satu tradisi keluarga Ba’alawi adalah membina mesjid dimana mereka menetap. Hal ini  dapat dilihat dari  puluhan  masjid  yang terdapat  di  Kota  Tarim  yang  merupakan  kota  asal keluarga Ba’alawi.

Di antaranya Mesjid Ba’alawi, Mesjid Al-Aydrus, Mesjid Aidid dan lain-lainnya.

Tuanku Sayid Syarif Husein bin Abdurrahman Aidid merupakan salah satu keturunan Ba’alawi yang mengikuti jejak  pendahulunya dengan mendirikan Mesjid Melayu Lebuh  Aceh di Pulau Pinang pada tahun 1808 M.

Mesjid ini didirikan di atas tanah wakaf dari Tuanku Sayid Syarif Husein bin Abdurrahman Aidid dengan luas 66.396 ft2.

Secara arsitektur, Mesjid Lebuh Aceh merupakan gabungan gaya India (Dinasti Moghul) dan Cina.

Mesjid ini juga dilengkapi dengan kolam wudhu’ dengan gaya khas Aceh, menara persegi delapan, mihrab, dan  mimbar.

Di samping masjid terdapat makam dengan  tipologi  nisan  khas  Aceh  atau  disebut  dengan  Batu  Aceh. 

Hasil  pengamatan  penulis, terdapat beberapa batu Aceh dan batu khas Melayu yang berasal dari pada abad ke-19 M.

Mesjid Lebuh Aceh pernah dijadikan sebagai tempat persinggahan masyarakat Aceh yang akan  melakukan  ibadah  haji  melalui  Pulau  Pinang  atau  pada  saat  itu  dikenal  sebagai  Second Jeddah.

Bahkan  bukan  hanya  masyarakat  Aceh  tetapi  seluruh  jamaah  yang  berasal  Malaysia, Thailand, Brunei, dan beberapa wilayah lainnya di Sumatera.

Interaksi antara masyarakat Aceh dan berbagai bangsa lainnya di Pulau Pinang tidak terlepas dari sosok kepemimpinan Tuanku Sayid Syarif Husein sebagai  leader (Kaptain Melayu)   yang telah berhasil membangun  sebuah  komunikasi  baik  dan  membawa  bandar  Pulau  Pinang  menjadi  pusat perdagangan internasional pada saat itu.  

Mesjid Lebuh Aceh juga pernah dijadikan sebagai tempat rapat para dewan delapan dalam menyikapi Perang Belanda di Aceh pada tahun 1873 M.

Banyak bantuan yang dikirimkan kepada pejuang Aceh melalui para tokoh yang tinggal di Kawasan Mesjid Leubuh Aceh terutama daripada keluarga keturunan Tuanku Sayid Syarif Husein Aidid, termasuk senjata dan amunisi.

Selain keturunan Tuanku Sayid Syarif Husein bin Abdurrahman Aidid, bantuan kepada pejuang Aceh juga  datang  dari  saudagar  kaya  dari  keluarga Ba’alawi  yakni  dari  Habib Abdullah bin Husein Alaydrus.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved