Berita Aceh Tamiang

Adrian, Peraih Emas Perdana PON untuk Aceh, “Dulu Saya Seperti Pahlawan”

Sekeping emas dari cabang pencak silat yang diraihnya telah mengangkat marwah Aceh di pentas olah raga nasional.

Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Taufik Hidayat
Serambinews.com
Adrian (tengah) saat menunjukan sertifikat peraih medali emas PON VIII/1973 kepada Bupati Aceh Tamiang Mursil, Selasa (14/7/2020). 

“Saya sempat gugup karena di final listrik sempat padam, kami tinggal di Senayan, sedangkan tandingnya di Gedung Wali Kota, Jalan Tanjung Priok,” kata Adrian seraya mengaku tidak ingat nama-nama pesilat yang ditaklukannya.

Sejenak dia termenung. Pandangannya menyusuri atap rumah peninggalan mertuanya yang sudah ia huni sejak awal berumah-tangga.

Selepas mengepulkan asap rokok kreteknya, ayah delapan anak ini menuturkan kejayaannya tidak berlangsung lama. Tak lama setelah dielukan bak pahlawan, Adrian kembali menjadi “masyarakat biasa”.

Dia tidak mempersoalkan besaran bonus yang hanya sebesar Rp 15 ribu. Satu unit sepeda sumbangan masyarakat Aceh di Jakarta dinilainya sudah lebih dari cukup untuk mengembalikan lelahnya yang terkuras di arena pertandingan. 

Sekali lagi dia menegaskan bukan balas jasa yang diharapkan. Sebab Pemkab Aceh Timur pada tahun 1973 melalui Camat Karangbaru sempat menjadikannya tenaga honor sebagai pengantar surat dengan gaji Rp 1.500 per bulan dan di awal pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang, dia juga sempat menerima uang penghargaan Rp 1 juta per tahun selama tiga tahun.

Adrian menegaskan ketika itu yang dia butuhkan hanya sebuah motivasi atau dorongan untuk mengembangkan bakatnya menciptakan regenerasi pesilat andal di Aceh.

Berhasil Kalahkan Jorge Masvidal, UFC Ajukan 3 Nama untuk Lawan Kamaru Usman di Duel Selanjutnya 

Penangkapan 3 Tersangka Pembobol ATM BNI 46 Samudera di Aceh Utara, Begini Kata Kapolres Lhokseumawe

Cuaca Buruk, KMP Labuhanhaji Tujuan Sinabang Batal Berlayar

Setelah sekian waktu menunggu tidak ada dukungan, dia pun berinisiatif mencoba menyalurkan ilmunya ini kepada anak-anak di Aceh Tamiang dengan menjadi pelatih kampung.

“Saya kembali menjadi pelatih kampung, keliling ke satu kampung ke kampung lain, sampai ke Sekerak sana,” ujarnya.

Minimnya motivasi ini berimbas pada runtuhnya semangat tarung Adrian di Kejurnas Pencaksilat di Jakarta pada 1975.

Adrian yang dua tahun sebelumnya begitu perkasa, kali ini harus pulang tanpa membawa medali.

Nama Adrian sebagai petarung semakin meredup setelah dia memilih bekerja sebagai tukang las di perusahaan konstruksi yang mengerjakan sejumah proyek di Sumatera Utara dan hampir seluruh wilayah Aceh. 

“Sekarang saya lebih memilih berkebun, tanam pisang di belakang rumah,” kata pahlawan olah raga Aceh ini.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved