Corona Serang Dunia
14,6 Juta Orang Terinfeksi, 600 Ribu Diantaranya Meninggal, Kok Masih Ada yang Tak Percaya Covid-19?
Masih banyak orang yang tak percaya adanya virus yang sudah ditetapkan WHO sebagai pandemi global tersebut.
SERAMBINEWS.COM - Hampir lima bulan virus corona dilaporkan di Indonesia sejak awal Maret 2020. Sebanyak 88.214 orang terinfeksi dan 4.239 orang meninggal dunia.
Di dunia, virus yang pertama berasal dari Wuhan, Hubei, Cina ini telah menginfeksi 14,6 juta orang dan 609.511 orang meninggal dunia.
Meskipun demikian, masih banyak orang yang tak percaya dengan adanya virus yang sudah ditetapkan WHO sebagai pandemi global tersebut.
Perdebatan mengenai ada atau tidaknya Covid-19 pun masih terus bergulir sampai saat ini.
• Hipmi Aceh Serahkan Ventilator Covid-19 Kepada Pemerintah Aceh
• Rekor Covid-19 di Indonesia, Sehari 127 Orang Meninggal
• Pemulasaran Jenazah Covid-19 Harus di RS
Beberapa orang menganggap bahwa pandemi virus corona ini hanya omong kosong, konspirasi, dan cara untuk mendapatkan keuntungan belaka.
Menanggapi hal itu, sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, ketidakpercayaan publik atas adanya virus corona ini disebabkan oleh kesenjangan antara informasi dan realita.
Dalam sosiologi, agar suatu hal bisa melekat dalam tubuh seseorang, diperlukan tiga proses tahapan yang disebut konstruksi sosial atas realitas.
Ketiga proses itu adalah eksternalisasi, objektifasi, dan internalisasi.
"Eksternalisasi itu ketika orang sudah membicarakan semua, di koran dan media, mereka kemudian menangkap itu. Objektifasi itu ketika dia mulai mendalami itu, mulai menunggu, merasakan, ada ndak risiko pada saya, ada ndak dampaknya pada saya," kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/7/2020).
• Satgas Covid-19 Desa Disinfeksi Sekolah
• Pakar Kesehatan Sebut Pemulasaran Jenazah Covid-19 tanpa Protokol Kesehatan Berbahaya, Ini Alasannya
• Posko Covid-19 Pijay Siaga Penuh
"Kalau internalisasi itu sudah masuk ke dia dan dia berpindah untuk menghindari atau menerima itu. Sudah otomatis dari dalam tubuhnya, karena kesadarannya sudah mengatur itu," sambungnya.
Sebagai tahap eksternalisasi, informasi terkait virus corona menurut Drajat sangat massif di Indonesia.
Namun, ketika masuk ke dalam tahap objektifasi, banyak orang tidak mengalami atau melihat secara langsung infeksi virus corona di lingkungannya. Karena itu, realitas yang ditangkap oleh masyarakat hanya bersifat konseptual.
"Pengalaman untuk mengalami sebuah masalah ini, tidak secara luas dialami oleh masyarakat. Ini realitas yang sifatnya bagi masyarakat selalu konseptual, tidak pernah riil. Apalagi banyak orang yang belum mengalaminya," jelas dia.
"Jadi ada gap antara informasi yang dikonstruksi dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari yang tidak seganas itu. Ini yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat," tambahnya.
Drajat menjelaskan, salah satu karakter manusia adalah looking self glass, yaitu bertindak atas dasar proyeksi diri dengan orang lain.
Untuk memutuskan sikap dan langkah apa yang harus dilakukan, manusia biasanya melihat lingkungan sekitarnya.