Sosok Djoko Tjandra, Pedagang Grosir Berubah Jadi Pengusaha, Punya Proyek Raksasa di Indonesia
Sebelum menjadi orang tajir, Djoko Tjandra dulunya adalah seorang pedagang toko grosir di Jayapura.
Dia ditahan pada 29 September 1999 dan kemudian ditempatkan di bawah tahanan rumah.
Dia diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 9 Februari 2000, didakwa melakukan korupsi karena "mengatur dan terlibat dalam transaksi ilegal".
Jaksa menuntut hukuman 18 bulan, tetapi dia dibebaskan pada 6 Maret 2000, dengan wakil hakim ketua yang memutuskan kasus itu seharusnya sudah disidangkan oleh pengadilan perdata.
Pada 31 Maret 2000, Pengadilan Tinggi Jakarta memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili Djoko.
Dia kembali ke pengadilan pada April 2000 dan dibebaskan pada 28 Agustus 2000. Hakim mengatakan meskipun dakwaan jaksa penuntut atas tindakan Djoko terbukti secara hukum, tindakan itu bukan merupakan tindak pidana melainkan tindak perdata.
Jaksa mengajukan banding ke Mahkamah Agung, yang menguatkan Djoko tidak bersalah dalam putusan pada tanggal 26 Juni 2001.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas pembebasan Djoko. Sehari sebelum putusan dijatuhkan, Djoko terbang pada 10 Juni 2009 menggunakan pesawat charter dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta ke Port Moresby, Papua Nugini.
Pada 11 Juni 2009, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada Djoko Tjandra.
Dia kemudian dinyatakan sebagai buron.
Anna Boentaran datang ke MA
Pada Maret 2016, istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, mengunjungi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan mengajukan permohonan peninjauan kembali atas Pasal 263, Bab 1, Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pada 12 Mei 2016, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permintaannya, mencabut pasal KUHP yang memungkinkan jaksa meminta peninjauan kembali keputusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap.
Setelah keputusan itu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo saat itu dipanggil ke sebuah pertemuan oleh kepala menteri keamanan Wiranto, yang menginginkan dia untuk mempelajari rekomendasi untuk membersihkan Djoko dari belitan hukumnya.
Jaksa Agung M Prasetyo menolak mengatur amnesti untuk Djoko.
Kewarganegaraan Papua Nugini
Djoko Tjandra mengunjungi Port Moresby pada 27 Februari 2009 dan diberikan Izin Perjalanan Bisnis APEC.
Pada 21 Oktober 2010 ia diberikan Izin Tinggal / Bekerja selama tiga tahun oleh Kedutaan Besar PNG di Jakarta.
Pada 25 Agustus 2011, ia diberikan Izin Tinggal Tetap oleh Menteri Luar Negeri saat itu Ano Pala.
Pada Oktober 2011, ia mengajukan permohonan kewarganegaraan melalui naturalisasi.
Pada 29 April 2012, ia diberikan kewarganegaraan PNG oleh Ano Pala, meskipun ia tidak memenuhi persyaratan konstitusional dan namanya ada di daftar merah Interpol karena ia dicari sebagai buron di Indonesia.
Pada 4 Mei 2012, Djoko Tjandra menerima Paspor PNG pertamanya.
Pada 7 Mei 2012, ia mengajukan paspor lain, yang dikeluarkan dengan nama baru sebagai Joe Chan.
Dia juga mengubah tanggal lahirnya menjadi 27 September 1963.
Paspor PNG lain dikeluarkan atas nama "Joe Chan" pada 20 Januari 2014.
Menurut Interpol, ia memiliki paspor Azerbaijan, yang dilaporkan dicuri pada 24 Juni 2005.
Biodata Djoko Tjandra
Nama Lahir: Tjan Kok Hui
Lahir: Sanggau, Kalimantan Barat, 27 Agustus 1951
Istri: Anna Boentaran
Anak: tiga orang
• Bertambah Dua Lagi Kasus Positif Covid-19 di Aceh, Total 148 Orang
• Buat Laporan Palsu Kehilangan Sepmor ke Polres Langsa, Warga Ini Terancam Hukuman Penjara 7 Tahun
• Pemuda Calon Pengantin Baru Tewas Dikeroyok Tetangga, Gara-gara Suara Sepeda Motor
Artikel ini sudah tayang di Tribun Jambi dengan judul : Sumber Kekayaan Djoko Tjandra dari Papua hingga Sumatera, Proyek Raksasa di Mana-mana