Salam

Kalau Tak Sekarang, Kapan Lagi Pulo Aceh Dibangun?

PULO Aceh yang sudah sangat lama sepi sendiri dan minim sentuhan pembangunan, akhirnya dilirik juga

Editor: hasyim
SERAMBINEWS.COM/MISRAN ASRI
Istri Plt Gubernur Aceh, Dyah Erti Idawati berbincang akrab dengan anak-anak Gampong Rinol Pulo Breuh, Kecamatan Pulo Aceh, Aceh Besar, saat mengikuti gowes bersama Forkopimda Aceh di Pulau Breueh, Sabtu (25/7/2020). 

PULO Aceh yang sudah sangat lama sepi sendiri dan minim sentuhan pembangunan, akhirnya dilirik juga. Adalah Pang­dam Iskandar Muda, Mayjen TNI Hasanuddin SIP MM yang berini­siatif, meski baru sebatas angan, untuk menjadikan Pulau Aceh ti­dak hanya indah, tetapi juga maju dan berkembang.

Niatan itu untuk tahap awal sudah mula direalisasi dalam ben­tuk kegiatan rekreatif berupa Gowes Forkopimda Aceh dengan tema “Indahnya Kebersamaan”.

Menariknya, acara bersepeda santai di masa pandemi Covid-19 ini mendapat dukungan dari Pelaksana Tugas Gubernur Aceh. Buk­tinya, meski tidak hadir, Nova Iriansyah MT mengizinkan istrinya, Dr Dyah Erti Idawati MT untuk menyeberang ke Pulo Aceh berga­bung dengan Tim Gowes Forkopimda Aceh, Sabtu (25/7/2020).

Dyah baru pertama berkunjung ke pulau eksotik itu. Ia menga­ku takjub dan tak pernah membayangkan kalau Pulo Breueh di Ke­camatan Pulo Aceh begitu permai. Sangat layak didapuk sebagai destinasi wisata bahari.

Hal yang sama juga bergelayut di benak Pangdam Iskandar Muda. Bukan saja mengakui gugus kepulauan yang dekat dari Kota Banda Aceh Kota Sabang itu indah, melainkan juga sangat potensial untuk dipermak menjadi kawasan yang maju dan ber­kembang.

Razuardi Ibrahin MT yang ikut dalam regu gowes tersebut tentu sudah lama tahu akan potensi wisata bahari di gugus Kepulauan Aceh itu. Maklum, dia hampir dua tahun menjabat Pelaksana Tu­gas Ketua Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).

Dalam masterplan pengembangan Sabang sebagai Free Port and Free Trade Zone, Pulo Aceh temasuk sebagai hinterland-nya. Dulu bahkan pada tahun 1995-1996, nama Pulo Aceh sempat me­lambung karena digadang-gadang sebagai pengganti Hong Kong.

Tapi apa lacur? Seperempat abad sudah berlalu, semua itu hanya­lah HPB, harapan palsu belaka. Nyaris tak ada pembangunan yang signifikan di pulau yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Be­sar itu. Bahkan untuk tingkat lapangan golf yang pernah direncana­kan akan dibangun pun tak pernah terwujud. Resor wisata yang dulu dirintis BRR NAD-Nias di Pulo Aceh kini tak berkembang.

Pulau-pulau di gugusan Pulo Aceh hanya sesekali didatangi oleh bupatinya, termasuk saat datang lagi bersama Tim Gowes Forko­pimda Aceh, Sabtu lalu.

Pejabat yang datang ke pulau ini biasanya untuk antar bantuan, termasuk pada masa Covid-19, kasih arahan, dipuja-puji, diberi harapan baru, lalu ditinggal lagi. Sesekali datang pula gubernur ke sana dan termasuk Pangdam Iskandar Muda dua hari lalu.

Nah, kedatangan Pangdam kali ini telah menggedor spirit agar Pulo Aceh dibikin maju dan berkembang, terutama sektor pariwi­satanya.

Berkeinginan membangun pariwisata di Pulo Aceh sungguh se­suatu yang penting dan menarik. Panorama alamnya sungguh me­mesona dan menakjubkan, layak menjadi Maldive atau Maladewa baru bagi Aceh. Namun, yang paling penting kita pertanyakan ada­lah apakah masyarakat siap menerima wisatawan terutama wisa­tawan asing? Ini menjadi pertanyaan besar dan mendasar.

Jika sudah banyak turis yang datang maka bukan tidak mung­kin muncul sejumlah persoalan atau bahkan protes dari sekelom­pok warga. Untuk itu, para pejabat, tokoh masyarakat dan adat, ulama, dan pemuda perlu duduk bersama membahas dan menya­makan persepsi tentang pariwisata yang mereka idam-idamkan di­kembangkan di Pulo Aceh.

Ini penting, supaya tidak muncul persoalan di kemudian hari jika turis asing semakin banyak yang berkunjung ke Pulo Aceh.

Membangun pariwisata Pulo Aceh haruslah berbasis komunitas dan kearifan lokal. Pulo Aceh mesti menjadi wisata yang berkara­kteristik. Sesuatu yang berbeda dan ini nilai jualnya besar. Turis yang datang menginap di homestay-homestay milik masyarakat. Ini tentunya dapat mendatangkan income bagi masyarakat. Jika di­dominasi hotel-hotel besar maka yang untung justru pemilik hotel, bukan masyarakat. Warga Pulo Aceh hanya menjadi pekerja.

Sejalan dengan itu,

dalam melakukan promosi wisata pada event-event internasi­onal, BPKS hendaknya tidak hanya fokus mempromosikan Sa­bang, tapi juga sekaligus Pulo Aceh dalam satu jejaring konektivi­tas. Rancanglah sedemikian rupa agar perairan Pulo Aceh dapat menjadi tempat singgah kapal-kapal yacht dari Maladewa ataupun yang akan ke Maladewa.

Bersama Sabang, Pulo Aceh harus dibangun sekarang sebagai kota wisata alami. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Dan jangan lupa, bukan hanya sektor pariwisatanya yang digeber, tapi juga sektor perikanannya karena di sektor ini potensi Pulo Aceh me­mang sangat menjanjikan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved