Data Nasabah Kreditplus Diduga Bocor, Dijual Bebas di Internet Sejak 16 Juli 2020
Dari laporan tersebut ada sekitar 890.000 lebih data nasabar Kreditplus yang diduga bocor.
SERAMBINEWS.COM - Kasus kebocoran data lagi-lagi terulang di Indonesia.
Kini giliran data dari perusahaan yang bergerak di bidang finansial, Kreditplus diduga bocor.
Bahkan data ratusan ribu nasabah tersebut dijual bebas di internet.
Hal ini diketahui berdasarkan laporan terbaru dari firma keamanan siber asal Amerika Serikat, Cyble.
Dari laporan tersebut ada sekitar 890.000 lebih data nasabar Kreditplus yang diduga bocor.
Kasus ini serupa dengan bocornya data pengguna Tokopedia beberapa waktu lalu.
Dikutip dari Kompas.com, data yang diretas oleh hacker itu diduga dijual di forum terbuka yang biasanya digunakan sebagai kanal untuk pertukaran database, Raidforums.
• Update Besaran Gaji ke-13 PNS, Direncanakan Akan Cair Sebelum Pertengahan Agustus 2020
• TikTok Akan Pindahkan Kantor ke Luar Amerika Serikat, Dicurigai Jadi Alat Mata-mata Pemerintah China
• BREAKING NEWS - Seorang IRT Jeunieb, Bireuen Ditemukan Bersimbah Berdarah
Meski demikian, thread yang mencantumkan informasi penjualan database Kreditplus tersebut tampaknya telah dihapus.
Adapun database ini menghimpun sejumlah data pribadi pengguna yang terbilang cukup sensitif.
Di antaranya mencakup nama, alamat e-mail, kata sandi (password), alamat rumah, nomor telepon, data pekerjaan dan perusahaan, serta data kartu keluarga (KK).

• Cara Pilih Lokasi Tes SKB CPNS 2019, Peserta Dapat Ganti Lokasi Tiga Kali
• Buntut dari Video Obat Covid-19 di YouTube, Anji dan Hadi Pranoto Kini Dilaporkan ke Polisi
Kendati baru terkuak belum lama ini, data nasabah yang diduga bocor itu ternyata sudah tersebar di forum tersebut sejak 16 Juli 2020 lalu.
Setidaknya begitu menurut lembaga riset siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center).
Database yang konon berukuran 78 MB tersebut lantas dijual di Raidforums dalam sebuah thread oleh seorang pengguna bernama "ShinyHunters" dengan harga sekitar Rp 50.000.
Ketua CISSRec, Pratama Persadha, mengatakan bahwa data nasabah yang dijual ini cukup lengkap dan mudah untuk diakses, sehingga berbahaya dan mengancam privasi pengguna.
Apalagi, data nasabah seperti ini, menurut Pratama, biasanya memancing kelompok kriminal untuk melakukan penipuan dan tindak kejahatan yang lainnya.
Kemudian, akses database yang terkesan belum aman ini disebabkan oleh belum adanya regulase atau Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan data.
• Rutin Kirim Uang Selama 9 Tahun, Suami Bunuh Istri Gegara Kesal saat Pulang Rumah Tak Ada Perubahan
