75 Tahun Bom Hiroshima

Peringati 75 Tahun Bom Atom Hiroshima, Penyintas Desak Jepang Tanda Tangani Larangan Senjata Nuklir

Upacara peringatan bom atom pertama di dunia yang menewaskan 140.000 orang itu dipenuhi suara kritis terhadap keengganan pemerintah Jepang, untuk mena

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Safriadi Syahbuddin

SERAMBINEWS.COM - Jepang pada hari Kamis (6/7/2020) memperingati 75 tahun peristiwa dahsyat yaitu ledakan bom atom yang terjadi di Kota Hiroshima.

Upacara peringatan digelar di Taman Monumen Perdamaian Hiroshima pada pukul 08.15 pagi.

Upacara itu dipimpin oleh perdana Menteri Shinzo Abe, yang bergabung dengan para penyintas dan keluarga serta para pejabat lainnya.

Berbeda dari sebelumnya, peringatan peristiwa pada kali ini diadakan secara sederhana, dengan jumlah tamu yang dibatasi karena pandemi virus corona.

Sebanyak 1.000 orang yang datang itu hanya mewakili sepersepuluh jumlah peserta dari tahun-tahun sebelumnya.

Upacara peringatan bom atom pertama di dunia yang menewaskan 140.000 orang itu dipenuhi suara kritis terhadap keengganan pemerintah Jepang, untuk menandatangani perjanjian internasional yang melarang senjata nuklir.

Gegara Cinta Segitiga, Remaja 17 Tahun Nekat Setubuhi dan Bunuh Pacar, Jasad Dimasukkan dalam Karung

Dilansir dari Mail Online, para korban yang selamat dari peristiwa ledakan bom atom 75 tahun lalu ternyata kini memiliki usia rata-rata sekitar 83 tahun.

Sebagai negara yang mengalami tragedi serangan nuklir, mereka terus mendesak pemerintahnya untuk menandatangani, meratifikasi dan menjadi pihak dalam Perjanjian Larangan Senjata Nuklir.

Termasuk Walikota Hiroshima, Kazumi Matsui yang menilai Jepang memiliki peran unik untuk membantu mengakhiri penggunaan senjata pemusnah massal tersebut.

"Saya meminta pemerintah Jepang untuk memperhatikan imbauan (penyintas pengeboman) untuk menandatangani, meratifikasi dan menjadi pihak dalam Perjanjian Larangan Senjata Nuklir," kata Matsui dalam deklarasi damai, dikutip dari Mail Online, Jumat (7/8/2020).

"Sebagai satu-satunya negara yang menderita serangan nuklir, Jepang harus membujuk masyarakat global untuk bersatu dengan semangat Hiroshima,” lanjutnya.

Salah satu penyintas yang turut hadir dalam peringatan itu juga ikut bersuara di hadapan PM Abe, mewakili kelompok penyintas Utama, Hidankyo.

Ledakan Dahsyat Beirut, Pembantu Rumah Tangga Pertaruhkan Nyawa Selamatkan Seorang Anak

“Bisakah Anda menanggapi permintaan kami untuk menandatangani Perjanjian Larangan Senjata Nuklir? “ kata Tomoyuki Mimaki.

“Peringatan 75 tahun pemboman atom adalah sebuah kesempatan' untuk mengubah arah,” tambahnya.

Amerika Serikat menjatuhkan bom atom pertama di dunia pada 6 Agustus 1945 yang mengahncurkan Kota Hiroshima dan menewaskan 140.000 orang.

Tiga hari setelahnya, bom kedua dijatuhkan di Nagasaki yang menewaskan 70.000 penduduk.

Jepang menyerah pada 15 Agustus, mengakhiri Perang Dunia II dan agresinya yang hampir setengah abad di Asia.

Tetapi beberapa dekade sejak itu telah menyaksikan penimbunan senjata Perang Dingin dan kebuntuan nuklir di antara negara-negara yang berlanjut hingga hari ini.

Ledakan di Beirut Lebanon: 16 Orang Ditahan, Penyelidikan Masih Berlanjut

Kelompok penyintas sejak lama mencurigai sikap mendua pemerintah di Tokyo karena tidak juga meratifikasi perjanjian anti-nuklir.

“Tindakan Abe sepertinya tidak sesuai dengan kata-katanya,” kata Manabu Iwasa (47), anak salah satu penyintas yang baru saja meninggal di usia 87 tahun pada bulan Maret lalu.

“Jepang tampaknya berpihak pada Amerika Serikat, tetapi mereka harus melakukan lebih banyak upaya untuk menghilangkan senjata nuklir. Ini membuat frustrasi, tetapi tidak banyak yang dapat kami lakukan sebagai individu,” lanjutnya.

Abe bersikeras pada kebijakan Jepang untuk tidak menandatangani perjanjian itu.

Seperti dikutip dari Mail Online, meskipun Tokyo melepaskan kepemilikan, produksi, atau penyimpanan senjata nuklirnya sendiri, Jepang adalah sekutu utama AS yang menampung 50.000 tentara Amerika dan dilindungi oleh payung nuklir AS.

Hal ini memperumit dorongan agar Tokyo menandatangani perjanjian yang diadopsi pada tahun 2017.

Jepang Siap Bikin Sistem Pertahanan Baru untuk Tangkis Rudal Korea Utara

Terutama karena meningkatkan peran militernya di tengah upaya Korea Utara yang terus-menerus mengejar program nuklir yang lebih kuat.

Abe, dalam pidatonya pada upacara peringatan 75 tahun pemboman tersebut, mengatakan dunia bebas nuklir tidak dapat dicapai dalam semalam dan harus dimulai dengan dialog.

"Posisi Jepang adalah untuk berfungsi sebagai jembatan antara berbagai pihak dan dengan sabar mempromosikan dialog dan tindakan mereka untuk mencapai dunia tanpa senjata nuklir," kata Abe.

Sekelompok orang tua yang selamat dan dikenal sebagai hibakusha, merasakan dorongan yang semakin besar untuk menceritakan kisah mereka dalam peringatan upacara tersebut, dengan harapan dapat menjangkau generasi yang lebih muda.

Para penyintas pengeboman menyesalkan lambatnya kemajuan pelucutan senjata nuklir.

Mereka mengungkapkan kemarahannya atas perkataan mereka tentang pemerintah Jepang yang enggan untuk membantu dan mendengarkan mereka yang menderita.

Ledakan Mematikan Beirut Menambah Luka Rakyat Lebanon di Tengah-tengah Cengkeraman Hizbullah

Para penyintas ingin para pemimpin dunia, terutama yang berasal dari negara-negara bersenjata nuklir, mengunjungi Hiroshima dan melihat realitas bom atom.

Keiko Ogura (84) yang selamat dari pemboman atom pada usia delapan tahun, ingin negara-negara non-nuklir menekan Jepang agar menandatangani perjanjian larangan senjata nuklir.

"Banyak orang yang selamat tersinggung oleh perdana menteri negara ini karena dia tidak menandatangani perjanjian larangan senjata nuklir," kata Ogura. (Serambinews.com/Yeni Hardika)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved