Jurnalisme Warga
Secangkir Kopi Aren di Bukit Cinta
KALI ini saya ingin cerita tentang sebuah destinasti wisata yang sederhana tapi ‘ceudah’ membahana, yakni menikmati secangkir kopi aren di Bukit Cinta

OLEH MUHADI KHALIDI, M.Ag., Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry dan Anggota Komunitas Menulis Pematik, melaporkan dari Aceh Tenggara
KALI ini saya ingin cerita tentang sebuah destinasti wisata yang sederhana tapi ‘ceudah’ membahana, yakni menikmati secangkir kopi aren di Bukit Cinta. Setidaknya itu yang saya rasakan saat mudik ke Aceh Tenggara (Agara) selaku kampung halaman saya tercinta.
Saat berkunjung ke Bukit Cinta di Agara segala penat yang ada mencair tatkala saya menyereput kopi aren dengan kuliner pendukung lainnya seperti kue kacang, lepat (timphan), khikhis (lemang), dan lainnya. Manis pahitnya kopi makin berasa ketika dikepung oleh berbagai panorama cantik nan indah, membuat siapa saja ingin berlama-lama di sini.
Suasana asri Bukit Cinta memang tiada duanya, mulai dari sungai yang meliuk panjang, hutan yang masih rimbun, hingga indahnya pemandangan Kutacane sebagai ibu kota Agara jika dilihat dari atas Bukit Cinta. Begitu juga dengan sajian kopinya, terkenal dengan aromanya yang khas dan kualitas rasanya yang menggoyang lidah. Maka tidak heran bila Bukit Cinta selalu disinggahi berbagai kalangan, mulai dari orang dewasa hingga remaja. Kalangan pejabat hingga warga biasa.
Realitas ini menunjukkan bahwa wisata Bukit Cinta menerima siapa saja tanpa pandang etnis dan golongan untuk menikmati keindahannya. Apalagi harga kulinernya sangat terjangkau, cukup bermodalkan Rp5.000 saja kita sudah bisa mencicipi hangatnya secangkir kopi aren.
Kafe-kafe yang ada di Bukit Cinta mulai beroperasi pukul 10.00 pagi hingga pukul 20.00 malam. Para pengunjung tak perlu khawatir kehabisan menu kopi aren, sebab sudah menjadi racikan khusus yang tersedia di semua kafe dalam kawasan ini. Seperti biasanya, kopi aren adalah perpaduan antara kopi dan air nira yang disajikan dalam gelas kecil. Penyeduhannya ada dua varian, bisa dalam keadaan panas ataupun menggunakan es batu, tergantung selera pemesan.
Suatu hari, ketika sahabat saya, Padliadi, dari luar kota mengunjungi Agara ia bersama teman lainnya menanyakan, “Di mana tempat nongkrong yang cita rasa kopinya berbeda dari biasanya?” Saat itu saya tak lagi bingung dan langsung mengajak mereka ke Bukit Cinta untuk menikmati segelas kopi aren.
Sesaat setelah menyeruput kopi aren tersebut, mereka langsung terkesima. Rasa gurih dan nikmat yang mereka rasakan memang beda dengan cita rasa kopi pada umumnya. Kini, teman saya yang berasal dari Blangkejeren, Gayo Lues, tersebut selalu mengajak saya ke Bukit Cinta apabila berkunjung ke sanak familinya di Agara. Momen kelezatan seduhan panas kopi aren, membuatnya rindu akan perpaduan panorama dan kualitas kopi yang alami.
Bukit Cinta memang terkenal sebagai lokasi nongkrong anak muda di Agara. Letaknya juga tak jauh dari perkotaan, hanya sekitar sepuluh menit dari Masjid Agung At-Taqwa.
Adapun penamaan Bukit Cinta terinspirasi dari para pengunjung dengan berbagai kisah yang luar biasa, termasuk yang bermekaran cintanya di sana. Menurut saya, tidak sedikit pendatang yang merasa jatuh cinta pada keindahan alam destinasi yang berada di kaki gunung ini. Keasrian dan kenyamanan yang ditawarkan membuat kawasan ini sangat cocok dijadikan tempat liburan bagi keluarga, sahabat, dan partner kerja.
Jalan menuju ke Bukit Cinta pun tidak sesulit yang dibayangkan. Meskipun kontur tanahnya berbukit, tapi akses jalannya sudah diaspal rapi oleh pemerintah. Di kawasan ini terdapat juga tempat pariwisata pendukung lainnya yang bernama Lawe Sikap. Ini merupakan tempat yang cocok untuk rekreasi dan mandi di sungai yang airnya bersumber langsung dari pegunungan.
Wisata islami
Aceh adalah daerah yang memberlakuan syariat Islam, termasuk Kabupaten Agara tentunya. Oleh karenanya perlu diperhatikan tempat-tempat wisata yang ada agar sesuai dengan protokol syariat atau yang kini populer dikenal sebagai wisata religi. Tidak dipungkiri, pada kawasan Bukit Cinta masih ada segelintir kafe yang identik dengan tempat hiburan muda-mudi. Seperti tempat karaoke, pondok-pondok yang berjauhan serta tinggi menjulang.
Dari format konstruksi bangunannya seolah-olah menggambarkan bahwa di dalamnya melegalkan hal-hal yang berpeluang melanggar syariat. Buktinya, beberapa kali sudah Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) Kabupaten Agara merazia kawasan Bukit Cinta. Terbukti ada beberapa dari muda-mudi yang tertangkap saat melakukan khalwat dan ikhtilat. Dari temuan tersebut menjadikan kawasan Bukit Cinta dianggap sebagai daerah yang rawan pelanggaran syariat Islam. Padahal, tidak semua kafe menyediakan tempat yang seperti itu. Hanya mereka yang nakal dan nekat saja yang tidak mengindahkan tuntunan agama di kawasan ini.
Kejadian pelanggaran syariat tersebut tentu bisa memperburuk citra Bukit Cinta yang khas dengan kopi arennya. Saya khawatir, wisatawan luar yang datang ke Agara tidak lagi berminat untuk mampir ke Bukit Cinta karena takut ikut terjebak dalam pelanggaran syariat Islam. Imbasnya, para penjual lainnya akan kehilangan pelanggan dan kehilangan pendapatan meskipun yang mereka terapkan adalah berniaga dalam bingkai syariat yang benar.