Kupi Beungoh
Refleksi 15 Tahun Aceh Damai, Momentum Membangun Aceh
Kalau kita bertanya pada nurani kita masing-masing, tidak ada yang menginginkan konflik terus berkepanjangan dan terulang.
Oleh Muhammad Iswanto, S.STP, MM *)
TEPAT pada 15 Agustus 2020, Memorandum of Understanding (MoU) antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah berusia 15 tahun.
Meskipun usianya sudah belasan tahun, namun bayang-bayang konflik masih belum sepenuhnya sirna dalam ingatan sebagian masyarakat kita.
Tidak lahir kata damai jika tidak menghentikan sebuah pertikaian yang kerap disebut konflik.
Kalau kita bertanya pada nurani kita masing-masing, tidak ada yang menginginkan konflik terus berkepanjangan dan terulang.
Apalagi orang tua atau sahabat-sahabat kita yang mengalami langsung betapa pahitnya masa-sama konflik.
Apa pun yang dilakukan diiringi hati was was.
Hampir setiap saat berada dalam keadaan ketakutan.
Kini masyarakat Aceh bisa menjalani kehidupannya tanpa dentuman senjata.
Konflik yang berlangsung selama 30 tahun lebih itu telah menorehkan banyak cerita kelam.
Ribuan nyawa melayang, sarana pendidikan dibakar, anak-anak menjadi yatim, perempuan banyak yang janda, dan berbagai cerita kelam lainnya.
Kita selaku masyarakat Aceh tidak ingin kembali ke masa yang penuh air mata. Masa di mana lebih banyak orang menangis dibanding bahagia.
Masa di mana nyawa tidak berharga.
Sudah cukup rakyat Aceh meraung mengharapkan pertolongan.
Pada momentum damai Aceh ini tentu menjadi oase bagi masyarakat yang diperingati setiap tahunnya.
Berbagai harapan timbul untuk memperbaiki kembali akibat trauma di masa silam, baik yang kehilangan harta benda mapun sanak saudara.
• Jelang Peringatan Damai, Jusuf Kalla: Aceh Butuh Pembangunan, Rakyat Butuh Kemakmuran
• Di Hadapan Pangdam dan Kapolda, Mualem Bicara Perdamaian, Ini Pesan Mantan Panglima GAM
Pergub Tentang Penetapan Penerima Reparasi
Pemerintah Aceh dalam hal ini sebagai pengambil kebijakan memanfaatkan segala keistimewaan buah dari perdamaian yang dimiliki Aceh.
Pemerintah Aceh mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor: 330/1209/2020 tentang Penetapan Penerima Reparasi mendesak pemulihan hak korban kepada korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pergub tersebut ditandatangani oleh Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, pada 27 Mei 2020.
Dalam Pergub itu juga menyebutkan bahwa seluruh masyarakat yang terdampak pelanggaran HAM pada masa konflik akan memperoleh layanan pemulihan berupa layanan medis, psikologis, modal usaha, jaminan hidup, dan status kependudukan.
Tentu, Pergub ini akan dilaksanakan dengan menurunkannya kepada aspek kebijakan teknis yang dirumuskan melalui kegiatan oleh instansi teknis, seperti Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Dinas Sosial, Dinkes, dan berbagai instansi lainnya.
Bagi instansi teknis, diharapkan mendesain program dan kegiatan yang memiliki efek nyata bagi rakyat.
Program yang bersentuhan langsung dengan para korban konflik.
Seperti yang selama ini dilaksanakan sebelum Pergub itu dikeluarkan, pemerintah melalui BRA juga telah memberikan berbagai bantuan seperti pengadaan lahan kepada mantan kombatan.
Di samping itu, banyak dari mereka yang dilatih pembudidayaan pertanian untuk bercocok tanam di lahan yang telah diberikan.
Kedua hal ini bisa dikatakan menjadi kado terbaik Peringatan 15 tahun Damai Aceh.
Butuh dukungan semua pihak agar senantiasa mengawal proses pelaksanaannya.
Tanpa dukungan masyarakat tentu kebijakan ini tidak akan berjalan maksimal.
Oleh karena itu masukan dan saran kepada pemerintah untuk proses pembangunan pascadamai akan sangat bermanfaat.
Saran itu menjadi salah satu jalan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat Aceh, khususnya mereka yang terdampak konflik.
Kita berharap 15 tahun perdamaian Aceh ini dapat menjadi momentum untuk merajut pembangunan secara bersama dan membangun hubungan yang erat antar stakeholder di Aceh.
Dengan demikian Aceh menjadi daerah yang damai dan jauh dari aksi kriminalitas serta aksi adu domba di tengah masyarakat.
• Pemerintah Aceh Batalkan Touring Damai
• Utang Luar Negeri Indonesia Sentuh Rp 6.047 Triliun, Tumbuh Lima Persen Dibanding Tahun Lalu
Damai yang telah sama-sama kita rasakan sangat berdampak positif bagi pembangunan Aceh, baik dari sisi ekonomi, pendidikan, hingga investasi.
Para investor akan datang ketika kita membuka diri.
Efeknya adalah tumbuhnya perekonomian kita yang akan memberikan kesejahteraan bagi kita masyarakat Aceh.
Hari ini kita sudah bisa tersenyum.
Kita sudah merasakan kedamaian yang sebelumnya kita cita-citakan.
Istilah dalam pepatah Aceh, “Tajak u glee hana le yoe keu rimueng, tajak u krueng hana le yoe keu buya (ke kebun tak takut lagi kepada harimau, ke sungai tak taku lagi kepada buaya)”.
Artinya ke mana pun kita melangkahkan kaki tidak ada lagi gundah dalam hati akan mendengar kontak senjata.
Semua telah usai.
Konflik telah berlalu.
Kini kita berada dalam suasana damai.
Kita tak ingin trauma masa lalu itu terulang kembali.
Tugas kita merawat konflik tersebut agar selalu dapat kita rasakan.
Cukup kita saja yang merasakan pahitnya konflik Aceh.
Jangan pernah dirasakan oleh anak cucu kita kelak.
Kita wariskan kepada generasi kita ke depan Aceh yang aman dan damai, sehingga tugas mereka nantinya membuat Aceh semakin maju dan meuceuhu ban sigom donya (terkenal ke seluruh dunia).
Kita berikan kesempatan mereka bersaing dengan negara luar dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jangan kita wariskan kepada mereka air mata, melainkan mata air.
Mari kita sama-sama merawat nikmat damai yang telah Allah anugerahkan ini.
Dengan perdamaian yang telah berusia 15 tahun kita jadikan sebagai renungan bersama bahwa damai itu lebih indah dibandingkan berkonflik.
Bersaudara itu lebih nikmat dibandingkan bercerai-berai.
Terakhir, hal konkret yang sejatinya kita tanam pada diri kita dalam merawat damai, yaitu saling menghargai dan menjauhkan diri dari penyakit hati serta iri dengki.
Karena pada hakikatnya konflik itu terjadi berawal dari hati yang tidak bersih kemudian terstimulus kepada tindakan.
Kita mohon kepada Allah semoga Aceh ini dijauhkan dari mara bahaya, bencana, dan fitnah.
Kelak masyarakat Aceh menjadi sejahtera dan selamat iman dunia akhirat. Aamiin ya Rabb.
*) PENULIS adalah Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.