Breaking News

Sejarah Kedatangan Pengungsi Rohingya di Aceh, Terusir dan Menjadi Etnis Paling Teraniaya di Dunia

Meski telah tinggal puluhan hingga ratusan tahun di Rakhine, orang-orang Rohingya ini tidak pernah diakui sebagai warga negara oleh Pemerintah Myanmar

Penulis: Zaki Mubarak | Editor: Faisal Zamzami
SERAMBINEWS.COM/ZAKI MUBARAK
Warga etnis Rohingya ditampung Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Desa Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, September 2020. 

SERAMBIWIKI.COM, LHOKSEUMAWE – Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Desa Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe kini tampak ramai.

Gedung yang dulunya sepi ini dalam beberapa tahun ini, telah beberapa kali menjadi tempat penampungan bagi para pengungsi Rohingnya.

Warga etnis Rohingya, terusir dari kampungnya di Rakhine (juga dikenal dengan nama Arakan) di Myanmar akibat konflik antar etnis yang terjadi di sana.

Meski telah tinggal puluhan hingga ratusan tahun di Rakhine, orang-orang Rohingya ini tidak pernah diakui sebagai warga negara oleh Pemerintah Myanmar.

Mereka tetap dianggap sebagai pendatang ilegal dari wilayah Bengali (kini India dan Bangladesh).

Konflik dengan Pemerintah Myanmar membuat orang-orang Rohingya ini menjadi sasaran aksi kekerasan dan kekejaman militer Myanmar.

Banyak dari mereka menyeberang ke Bangladesh dan menjadi pengungsi di sana.

Seakan keluar dari mulut harimau lalu masuk ke mulut buaya, warga Rohingya kerap menjadi obyek perdagangan manusia saat berada di pengungsian. 

Penderitaan yang dialami oleh para Rohingya ini membuat para pekerja kemanusiaan dan media internasional menyebut mereka sebagai etnis paling teraniaya di dunia, paling tidak untuk saat ini.

Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) memperkirakan etnis Rohingya saat ini berjumlah sekitar 1-1,5 juta jiwa yang tersebar di beberapa negara.

Selain di Myanmar, di mana mereka setiap hari menghadapi penganiayaan, sekitar 1 juta warga Rohingnya kini mendiami Kamp pengungsi di Cox's Bazar, Bangladesh. 

s
KETUA Solidaritas Aceh untuk Rohingya (SAUR) Tgk H Faisal Ali, melihat anak-anak Muslim Rohingnya belajar Alquran di mushalla yang dibangun dengan bantuan masyarakat Aceh, di Cox's Bazar, Bangladesh, Minggu (4/2/2018). (SERAMBINEWS.COM/Handover)

Ratusan ribu lainnya tersebar di India, Pakistan, Malaysia, Amerika, Australia, Indonesia, dan banyak negara lainnya.

Ratuan hingga ribuan orang setiap bulan pergi dari Cox's Bazar dengan kapal-kapal kayu, hingga terombang-ambing di lautan lepas.  

Nah, sebagian dari mereka ini terdampar, mendamparkan diri, atau diselamatkan oleh para nelayan Aceh.

Terakhir, pada awal September 2020, sebanyak 296 pengungsi Rohingya ini terdampar di Perairan Ujong Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved