Sejarah Kedatangan Pengungsi Rohingya di Aceh, Terusir dan Menjadi Etnis Paling Teraniaya di Dunia

Meski telah tinggal puluhan hingga ratusan tahun di Rakhine, orang-orang Rohingya ini tidak pernah diakui sebagai warga negara oleh Pemerintah Myanmar

Penulis: Zaki Mubarak | Editor: Faisal Zamzami
SERAMBINEWS.COM/ZAKI MUBARAK
Warga etnis Rohingya ditampung Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Desa Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, September 2020. 

- Juni 2020, sebanyak 99 Migran Rohingya berada di atas kapal KM Nelayan milik nelayan Indonesia di pesisir Pantai Seunuddon, Aceh Utara.

Mereka ditolong oleh nelayan setempat karena kapal yang ditumpanginya telah rusak.

- September 2020, sebanyak 296 Imigran asal Myanmar etnis Rohingya terdampar di Perairan Ujong Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.

s
Warga etnis Rohingya di Aceh (SERAMBINEWS.COM/ZAKI MUBARAK)

Kini mereka semua telah ditampung di gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Desa Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe.

Sejauh ini, tidak ada yang tahu sampai kapan gelombang manusia perahu terus berlabuh di Aceh.

Sebab konflik yang melanda Etnis Rohingya tersebut belum berakhir.

Satu Pasien Covid-19 di RSU Cut Meutia Aceh Utara Meninggal Dunia

Nathalie Holscher Bagikan Kebahagiaan sebagai Muslimah, Hapus Foto Seksi Usai Jadi Mualaf

Sejarah Konflik Etnis Rohingya di Myanmar

Rohingya adalah nama kelompok etnis yang tinggal di negara bagian Arakan/ Rakhine sejak abad ke 7 Masehi (778 M).

Istilah “Rohingya” disematkan oleh peneliti Inggris Francis Hamilton pada abad 18 kepada penduduk muslim yang tinggal di Arakan.

Saat ini Arakan adalah negara bagian dari Union of Myanmar yang terletak di sisi arah laut Myanmar berbatasan dengan Bangladesh.

Terdapat versi lain yang menyebutkan bahwa etnis Rohingya merupakan orang Bangladesh yang mencari kehidupan lebih baik di Myanmar dengan mencari simpati pada negara-negara Barat melalui pengakuan sebagai orang asli Myanmar.

Jika dilihat secara fisik penampilan orang-orang Rohingya memiliki kemiripan dengan orang Bangladesh.

Mereka mengunakan bahasa yang mirip yaitu bahasa Chitagonian yang digunakan orang Bagladesh bagian selatan.

Secara geografi, wilayah Arakan (Raknine) berbatasan dengan Bangladesh.

Kesamaan dan kedekatan hubungan etnis Rohingya dengan Bangladesh adalah penyebab pemerintahan Myanmar tidak mengakui etnis Rohingya, bahkan pemerintah Myanmar mengunakan kata “Bengali” dalam menyebut etnis Rohingya.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved