Berita Aceh Singkil
Sempat Terpuruk Akibat Pandemi, Warga Aceh Singkil Ini Berhasil Raup Jutaan Rupiah dari Usaha Ini
Dony sempat terpuruk setelah budidaya buah tin yang digelutinya anjlok akibat wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Saifullah
Laporan Dede Rosadi | Aceh Singkil
SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Bagi orang kreatif kesulitan seberat, apa pun kondisi bisa diubah menjadi peluang. Seperti itulah yang dilakukan Dony Defrianto, warga Desa Ujung, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil.
Dony sempat terpuruk setelah budidaya buah tin yang digelutinya anjlok akibat wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Bayangkan, dari omsetnya jutaan rupiah per bulan, saat wabah Covid-19 melanda dunia, ia cuma mendapatkan Rp 500 ribu saja, bahkan sering tak tercapai dalam sebulan.
Namun saat situasi terpuruk itu, Dony berpikir cepat dan mengambil keputusan brilian dengan berputar haluan. Memanfaatkan situasi pandemi, ia mengembangkan produksi sayuran segar yang dihasilkan sendiri di Aceh Singkil.
Sebab, fakta di lapangan selama ini, sayuran yang dibutuhkan warga Aceh Singkil selalu didatangkan dari luar daerah. Caranya tidak jauh-jauh dari budidaya. Namun kini tak lagi buah tin, melainkan budidaya sayuran hidroponik.
• Dishub Ingatkan Mobil Barang di Atas JBI 5.150 tak Masuk Kota, Ini Sanksi Bila Melanggar
• Petugas Puskesmas Krueng Sabee Diswab Massal, bukan Karena Ada Nakes Positif Covid tapi Lantaran Ini
• 1.149 Warga Positif Terpapar Covid-19, Aceh Besar belum Beranjak dari Zona Merah
"Pada awal masa pandemi corona, pembeli buah tin jauh berkurang. Saya memutar otak agar bisa bertahan hidup," kata Dony kepada Serambinews.com, Senin (5/10/2020).
Awal pandemi Covid-19, sebut Dony, warga lebih mengutamakan membeli kebutuhan pokok, seperti sayuran. Memanfaatkan peluang itu, Dony menanam sayuran secara hidroponik. Ia sengaja memilih sistem hidroponik agar masyarakat tertarik.
Maklum model cocok tanam tersebut masih langka dilakukan di Aceh Singkil. Apalagi, sayuran segar dan bebas dari bahan kimia itu dibutuhkan masyarakat yang memahami pola makan sehat.
Alasan lain, lahan yang tersedia sempit. Ia hanya memanfaatkan bagian belakang rumah orang tuanya yang sebelumnya merupakan tempat budidaya buah tin.
Hasilnya cukup lumayan, per bulan omset mencapai Rp 1,8 juta. "Sekalian berwisata, warga senang melihatnya. Setelah senang membeli," ujarnya.
• Viral Foto Seekor Anjing Duduk di Atas Tempat Tidur Pasien, Ini Penjelasan Direktur RSUD Muyang Kute
• Generasi Milenial di Dataran Tinggi Gayo Berminat Besar Sebagai Pekebun Kopi
• Anak Putus Sekolah akibat Pandemi Covid-19 di Sembilan Gampong di Aceh Timur akan Didata
Menurut Dony, dirinya melayani pembelian petik sendiri dan antar ke tempat. Sistem jual beli itu sebagai bentuk pelayanan kepada pelanggan.
Ada tiga jenis sayuran hidroponik yang dikembangkannya. Selada, kangkung, dan bayam. Saat Serambinews.com berkunjung ke belakang tempat tinggalnya, sayuran hidroponik yang tersedia tinggal selada.
Selada, terang Dony, merupakan tanaman paling menguntungkan. Baik dari sisi harga maupun daya tahan ketika belum ada pembeli.
Untuk sekilo selada, Dony menjual Rp 25 ribu. Dipetik atau antar tetap sama harganya. Sedangkan kangkung dan bayam dijual per ikat Rp 5 ribu.