Berita Budaya

Ternyata Dua dari 20 Jalur Rempah di Indonesia Ada di Aceh, Lokasinya di Lokus Dua Kerajaan Besar

Dalam sejumlah literatur disebutkan bahwa Aceh merupakan salah satu jalur rempah penting di dunia.

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Saifullah
Grid.Id
Foto - Ilustrasi rempah-rempah 

Laporan Yarmen Dinamika | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Jalur rempah Aceh merupakan realitas historis yang tak terbantahkan. Dalam sejumlah literatur disebutkan bahwa Aceh merupakan salah satu jalur rempah penting di dunia.

Rempah-rempah yang dihasilkan Aceh juga tergolong berkualitas baik sehingga sejak dulu kala mendorong berbagai bangsa datang ke Aceh untuk mendapatkan rempah tersebut sebagai komoditas perdagangan yang utama dan penting.

Namun, situs-situs jalur rempah di Aceh sudah banyak yang tidak terpelihara, bahkan sebagiannya sudah tidak berbekas. Selain itu, memori kolektif masyarakat Aceh terhadap jalur rempah juga sudah mulai buram.

Padahal, jalur rempah ini sangat potensial dijadikan inspirasi untuk membangun Aceh ke depan supaya lebih sejahtera, hebat, dan bermartabat.

Untuk itu, jalur rempah perlu dijadikan salah satu pengungkit dan pembangkit sektor parawisata, ekonomi, sosial, kebudayaan, bahkan politik berbangsa dan bernegara.

Selain itu, jalur rempah Aceh sebagai salah satu bagian dari jalur rempah Nusantara layak diajukan ke Unesco untuk ditetapkan sebagai Warisan Dunia Jalur Rempah Nusantara.

Baca juga: Thailand Berlakukan Keadaan Darurat, Ribuan Demonstran Turun ke Jalan-Jalan

Baca juga: Kisah Pilu Bocah 7 Tahun Meninggal Dianiaya Orang Tua Angkat, Pelaku Kesal Korban Tidak Mau Makan

Baca juga: Antisipasi Kematian Ibu dan Bayi, Kadinkes Subulussalam: Perlu Peran Kader Posyandu

Kesimpulan dan butir-butir rekomendasi itu tercetus dalam Diskusi Kelompok Terpumpun atau Focus Group Discussion (FGD) “Membangun Kesadaran Pentingnya Jalur Rempah di Aceh” yang dilanjutkan dengan “Penyusunan Rencana Aksi Program Jalur Rempah Aceh Tahun 2020-2024" berlangsung pada Rabu dan Kamis (14-15/10/2020), di Hotel Kryiad Muraya Banda Aceh.

FGD itu terlaksana atas kerja sama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh-Sumatera Utara yang berkedudukan di Aceh Besar dan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh-Sumatera Utara yang berkedudukan di Kota Banda Aceh.

FGD ini, kata Kepala BPCB Aceh-Sumut, Drs Nurmatias, dilaksanakan sebagai tahapan menjelang pengusulan Jalur Rempah Nusantara ke Unesco untuk bisa ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia pada tahun 2024.

Sebagaimana diketahui, Kemendikbud sudah menetapkan 20 lokus jalur rempah Nusantara. Dua di antaranya berada di Aceh, yakni di Banda Aceh yang mewakili lokus Kerajaan Aceh Darussalam dan Aceh Utara sebagai representasi dari lokus Kerajaan Samudera Pasai.

Dalam kaitan inilah, jalur rempah itu digagas, dikaji secara akademis, dirumuskan, dan disosialisasikan sehingga memenuhi syarat untuk diusulkan ke Unesco.

Dalam sambutannya, Nurmatias mengatakan, eksistensi jalur rempah Aceh (Banda Aceh dan Aceh Utara) harus dikaji dengan pendekatan multidisiplin yang komprehensif.

Baca juga: Hakim Hukum Remaja yang Setubuhi Pacarnya 4 Kali di Kamar Rehab Setahun, Begini Perjalanan Kasusnya

Baca juga: Pihak Bertikai di Yaman Tukar Tahanan, Seusai Houthi Bebaskan Dua Warga AS

Baca juga: Usaha Mikro di Aceh Terdampak Covid-19 Relatif Tinggi, Ini Kendala yang Dialami Pelaku Usaha

Kemudian, hasil kajian tersebut perlu diinternalisasikan kepada para pemangku kebijakan, seperti wali kota, DPRK, DPRA, masyarakat, dan Pemerintah Aceh.

“Dalam berbagai kajian multidisiplin ilmu, sejarah rempah-rempah di Aceh harus mampu menemukan nilai-nilai universal yang luar biasa (outstanding universal value),” kata Nurmatias, putra Minang yang baru 40 hari bertugas di Aceh.

Dalam FGD itu juga disimpulkan bahwa Aceh masih memiliki bukti fisik jalur rempah berupa tinggalan perumahan, bekas pelabuhan, makam-makam kuno, prasasti, dan lain-lain, yang semua itu layak untuk dilestarikan.

“Realitas ini jangan hanya menjadi remanism atau romantika sejarah belaka, tetapi harus dijadikan sebagai sumber inspirasi untuk membangun Aceh ke depan.

"Dengan kata lain, jalur rempah ini harus menajdi nilai tambah perekonomian Aceh di masa depan,” kata Drs Mawardi Umar MA, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Perwakilan Aceh yang tampil sebagai salah satu narasumber.

Narasumber lainnya yang tampil pada FGD hari kedua itu adalah Jamaluddin MSi selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh serta Kadis Pendidikan Aceh yang diwakili Drs Zulkarnaini selaku Kasubbag Tata Usaha UPTD Balai Tekkomdik Disdik Aceh.

Baca juga: Presiden Kirgistan Sooronbay Jeenbekov Mengundurkan Diri, Untuk Hindari Pertumpahan Darah

Baca juga: Ini Waktu Tepat Minum Air Kelapa Efektif untuk Meningkatkan Kesehatan, Simak 13 Manfaatnya

Baca juga: Bireuen Terpilih sebagai Kabupaten Kreatif untuk Peserta Daring Festival Kemenparekraf

Sedangkan pada FGD hari pertama (Rabu), tampil empat narasumber. Masing-masing Plt Gubernur Aceh yang diwakili Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Ir Tanwier Mahdi MM, Wali Kota Banda Aceh yang diwakili Kepala Dinas Pendidikan, Dr Saminan MPd, Kepala BPNB Aceh-Sumut, Irini Dewi Wanti MSP, dan Dosen Hukum Adat Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Dr M Adli Abdullah MCL.

FGD hari pertama difasilitasi oleh Dr Sulaiman Tripa MH dari Fakultas Hukum Unsyiah, sedangkan FGD hari kedua dimoderatori oleh Yarmen Dinamika dari Serambi Indonesia.

Identifikasi jalur rempah
Dalam FGD yang rata-rata dihadiri 25 peserta itu direkomendasaikan juga perlunya dilakukan identifikasi situs-situs jalur rempah di Aceh melalui kajian akademik yang komprehensif.

Pemerintah Aceh pun diimbau perlu menerbitkan regulasi yang terkait dengan jalur rempah di Aceh, di samping menyediakan dukungan anggaran bagi proses identifikasi dan revitalisasi jalur rempah dimaksud.

Selain itu, jalur rempah Aceh penting pula dijadikan muatan lokal dalam pembelajaran di sekolah-sekolah sebagai media edukasi dan inspirasi bagi generasi masa depan.

Direkomendasikan juga perlu segera dirumuskan konsideran yang kuat, logis, dan argumentatif mengapa narasi tentang jalur rempah Nusantara ini perlu diusul ke Unesco di mana Aceh menjadi salah satu lokusnya.

Baca juga: Palestina Sampaikan Surat ke DK PBB, Protes Permukiman Baru Israel di Tepi Barat

Baca juga: Pemerintah India Bantu Palestina Jutaan Dolar AS Melalui Badan Pengungsi PBB

Baca juga: Beginia Cara Migran Rohingya Belajar Bahasa Indonesia, dari Mengenal Alfabet & Angka hingga Mengeja

Sejalan dengan itu, perlu pula dirumuskan rencana aksi secara spesifik melalui lokakarya atau semiloka atau sejenisnya yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders).

Selain itu perlu disegerakan display rempah-rempah Aceh di Museum Aceh dengan penjelasan yang akurat dan memadai.

Perlu pula upaya untuk memperkuat narasi tentang jalur rempah melalui digitalisasi agar lebih disukai dan diapresiasi oleh kaum milenial sehingga membuat wacana ini berkelindan antargenerasi.

Selain itu, perlu dikoordinatkan melalui GIS titik-titik jalur rempah di Aceh dalam rencana zonasi planologi kota sehingga tidak terjadi seperti kasus Gampong Pande, di mana situs sejarah kemudian di atasnya dibangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Terkahir, peserta FGD merekomendasikan perlunya dibangun monumen-monumen di bekas jalur rempah di sejumlah lokasi di Aceh. Selain untuk tujuan memelihara memori kolektif rakyat Aceh, juga bisa diandalkan sebagai objek wisata sejarah.

Baca juga: Rahasia Keistimewaan Puasa Senin Kamis Terkuak, Ini Penjelasan Ustaz Abdul Somad

Baca juga: Selama Pandemi Covid-19, BP Jamsostek Terbitkan Sejumlah Regulasi untuk Mendukung Pemerintah

Baca juga: Antisipasi Dampak Ekonomi Akibat Covid-19, Wali Nanggroe Minta Aceh Jalankan Rekomendasi Unsyiah

Tim perumus FGD dua hari itu terdiri atas Drs Mawardi Umar MA, Dr Bustami Abubakar MHum, Dr Reza Idria MA, Hermansyah MHum, dan Yarmen Dinamika.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved