Haba Aneuk

Kisah Siswa di Balik Belajar Daring

"Hanya dengan bekerjasama kita dapat memastikan semua anak perempuan dan laki-laki sehat, aman, dan tetap dapat belajar,"

Editor: IKL
Haba Aneuk | Suparta Arz
Kisah Siswa di Balik Belajar Daring 

Fatma mengaku penugasan seperti memberikan soal latihan yang sulit malah berdampak tidak baik terhadap siswa. Pekerjaan rumah demikian dikhawatirkan menurunkan imun tubuh sang anak. "Ditambah tidak ada proses tatap muka, itu pasti lebih memberatkan mereka," ujarnya.

Orang tua siswa, Juli Amin, menilai pembelajaran daring tidak efektif. Karena anaknya yang duduk di bangku kelas 6 sebuah SD di Kota Banda Aceh belum paham betul cara menggunakan telepon pintar atau laptop untuk mengikuti pelajaran dari guru.

"Anak saya itu minta sekolah tatap muka," ujarnya.

Keluhan serupa juga disampaikan Sa'adul Bahri, warga Kabupaten Aceh Barat. Selama belajar daring, anaknya yang masih duduk di bangku kelas 3 MIN harus dipaksa agar mau belajar dari rumah. "Susah kami paksa suruh belajar. Anak-anak cepat bosan," katanya.

Selama belajar daring juga membuat orang tua seperti Sa'adul kerap kebingungan karena belum paham penggunaan teknologi. "Jadi kami harus belajar lagi," sebutnya.

***

Pagi belum terang. Jarum jam masih bertengger pada angka 5 ketika ratusan santri Dayah Terpadu Inshafuddin Banda Aceh beranjak dari tempat tidur. Mereka lalu bergegas ke musala yang berada dalam kompleks pesantren di Desa Lambaro Skep, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Aceh.

Di musala, ratusan santri melaksanakan salat subuh berjamaah. Sesudah itu dilanjutkan dengan melantunkan ayat suci Al-Qur'an. Saat matahari terbit di ufuk timur, satu per satu santri meninggalkan musala untuk mandi dan sarapan.

"Sekitar pukul 7.30 WIB baru mulai masuk kelas untuk belajar," kata Ustaz Muhammad Syukri, seorang tenaga pengajar di pesantren itu, Senin, 31 Agustus 2020.

Meski kasus pandemi belum melandai di Aceh, Dayah Inshafuddin sudah menerapkan pembelajaran tatap muka sejak 7 Agustus 2020. Saat itu santri yang baru datang dari kampung diperiksa suhu tubuh dan barang bawaan juga disemprot disinfektan setiba di sana.

Santri yang baru memondok di pesantren tidak diizinkan bertemu dengan orang di luar pesantren selama 14 hari, termasuk orang tua. Aturan ini bagian dari penerapan protokol kesehatan pencegahan virus corona.

"Kalau mau antar barang, harus dititipkan di pos," ujar Syukri yang juga Wakil Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Dayah Terpadu Inshafuddin.

Setelah tiga pekan menetap di pondok, santri sudah boleh menemui keluarga yang datang menjenguk. Namun keluarga hanya diperkenankan bertamu berjarak sekitar 2 meter. Jarak antara orang tua dengan santri dibatasi dengan tali. Di antara tali dua ada pengurus pesantren yang memfasilitasi bertemua antara santri dengan orang tua.

Wali santri hanya diperbolehkan berkunjung pada setiap minggu pada pukul 17.00 WIB sampai 18.00 WIB dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Santri maupun wali muris diwajibkan menggunakan masker. Sebelum masuk, diminta untuk mencuci tangan menggunakan sabun yang telah disediakan di pintu gerbang.

"Ke dalam kompleks dayah sama sekali enggak boleh masuk," tutur Syukri.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved