Pemulangan ABK

Hilang Kontak Selama Dua Tahun, Tiga ABK Asal Aceh Ini Akhirnya Berhasil Dipulangkan

Ketiga ABK asal Aceh yang sudah hilang kontak selama dua tahun dengan keluarganya itu masing-masing Khairol Aman, Azin Al Basir, dan Aulia Zikrul.

Penulis: Misran Asri | Editor: Taufik Hidayat
Dok BP2MI Banda Aceh
Tiga ABK asal Aceh yang sudah dua tahun hilang kontak dengan keluarganya selama bekerja di sebuah kapal Cina berhasil dipulangkan oleh UPT BP2MI Banda Aceh. Foto tersebut saat ketiganya tiba di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM)Blangbintang, Aceh Besar, Senin (23/11/2020). 

Laporan Misran Asri | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Tiga Anak Buah Kapal (ABK) asal Aceh yang selama ini bekerja di Kapal Lu Lan Yuan Yu/088 milik Cina, berhasil difasilitasi kepulangannya oleh Unit Pelaksana Teknik Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UPT BP2MI) Banda Aceh, Senin (23/11/2020). 

Ketiga ABK asal Aceh yang sudah hilang kontak selama dua tahun dengan keluarganya itu masing-masing Khairol Aman, Azin Al Basir, dan Aulia Zikrul.

“Alhamdulillah ketiganya dalam keadaan sehat dan langsung kami jemput di Bandara Sultan Iskandar Muda, Blangbintang, Aceh Besar,” kata Kasi Perlindungan dan Pemberdayaan UPT BP2MI Banda Aceh, Agustianur SHut, kepada Serambinews.com, Selasa (24/14/2020). 

Ia menceritakan kasus itu pertama kali mereka ketahui, dimana pada awal Agustus 2020 lalu, UPT BP2MI Aceh menerima laporan dari ayah seorang ABK, atas nama Khairol Aman. 

Orang tua itu, kata Agustianur, mengungkapkan tiga ABK asal Aceh, termasuk seorang di antaranya anaknya, yakni Khairol Aman, sudah dua tahun hilang kontak dengan keluarga. 

Lalu orang tua ABK Khairol Aman itu, lanjut Agustianur, mengungkapkan setelah lulus dari sekolah SUPM Aceh di Ladong, Aceh Besar tahun 2018 lalu, anaknya bersama dua ABK asal Aceh lainnya yang juga lulus dari sekolah yang sama, memutuskan bekerja di Kapal Lu Lan Yuan Yu/088 milik China, melalui agensi di Indonesia, yaitu PT Shafar Abadi Indonesia yang dipimpin Rustoyo.

“Dari keterangan ayah Khairol Aman, anaknya bersama dengan dua Azin Al Basir dan Aulia Zikrul, selanjutnya berangkat ke Jakarta Oktober 2019. Ketiganya melanjutkan penerbangan ke Korea Selatan dan melanjutkan terbang ke Peru,” terang Agustianur.

Sejak ketiga ABK itu sampai di Peru, keluarga tidak dapat berkomunikasi sama sekali, bahkan hampir 2 tahun kehilangan kontak selama ketiga ABK itu bekerja di Kapal Lu Lan Yuan Yu/088. 

Malah pihak perusahaan juga sulit dihubungi saat ayah Khairol Aman bermaksud ingin menanyakan gaji anaknya yang tidak pernah ditransfer ke rekening.

Baca juga: Sebelumnya Sempat Pingsan Saat Dicambuk, Ibu Ini Lanjutkan Hukuman Cambuk 100 Kali

Baca juga: Duel Mike Tyson Vs Roy Jones Jr Dikecam Ahli Medis, Sebut Pertandingan Besar Itu Harus Dibatalkan

Baca juga: Meski Khabib Tak Tertarik Hadapi McGregor Lagi, Jurnalis MMA Yakin Ada Urusan yang Belum Kelar

Berdasarkan informasi dan laporan yang disampaikan pihak keluarga, selanjutnya petugas BP2MI Banda Aceh mulai melakukan penelusuran ketiga ABK itu dengan membuat pengaduan di portal Kementerian Luar Negeri.

Petugas juga berkoordinasi dengan Direktur LPK Maynur International Foundation, Abdul yang memahami alur penempatan para ABK.

“Dari hasil koordinasi dengan Pak Abdul, terungkap bahwa PT Shafar Abadi Indonesia sebagai agensi sedang bermasalah dengan kasus gaji ABK yang tidak dibayarkan. Bahkan diketahui dirut perusahaan itu sudah menghilang dan berstatus DPO,” ungkap Agustianur didampingi Pengantar Kerja UPT BP2MI Banda Aceh, Fauzah Marhamah, SPsi. 

Mengetahui kabar itu, petugas BP2MI Banda Aceh selanjutnya berkoordinasi dengan KBRI Peru yang menjadi negara terakhir Khairol Aman bersama dua ABK asal Aceh lainnya mendarat.

“Hasil penelusuran KBRI Peru, Kapal Lu Lan Yuan Yu/088 berada di Perairan Peru dan tidak dapat mendarat akibat pemerintah setempat melarang seluruh kapal bersandar di Peru semasa panderni Covid-19,” lanjut Agustianur.

Di kapal itu pula diketahui tiga ABK asal Aceh itu serta enam warga Indonesia lainnya berada di kapal dan seluruhnya dalam keadaan sehat dan masih bekerja.

Namun, saat ketiga ABK asal Aceh itu tahu bahwa agensi di Indonesia PT  Shafar Abadi Indonesia bermasalah, sehingga gaji mereka tidak dibayarkan awal November 2020, kapten kapal itu pun meminta ketiganya pulang dengan alasan kontrak kerja berakhir. 

“Untuk biaya pemulangan dari Peru sampai Jakarta dibiayai sepenuhnya pihak kapal tempat ketiga ABK Aceh itu bekerja,” ungkap Agustianur.

Selanjutnya dari Jakarta tujuan pulang ke Aceh, UPT BP2MI Banda Aceh berkoordinasi dengan UPT BP2MI Serang, untuk membantu memfasilitasi pemulangan ABK itu dari Jakarta ke Banda Aceh.

“Untuk biaya kepulangan ketiga ABK asal Aceh itu selanjutnya kami tanggung sepenuhnya,” pungkas Agustianur.

Pengantar Kerja UPT BP2MI Banda Aceh, Fauzah Marhamah, menambahkan BP2MI Aceh dan KBRI Peru juga memperjuangkan gaji 7 ABK asal Indonesia, termasuk 3 di antaranya ABK asal Aceh yang berasal dari PT Shafar Abadi ke pihak kapal. 

“Alhamdulillah, hasilnya ABK diberikan gaji 3 bulan bekerja oleh kapten kapal. Selebihnya gaji mereka tertahan di agensi indonesia,” ungkap Fauzah.

Baca juga: PM Israel Benjamin Netanyahu Segera Kunjungi Bahrain, Seusai Diundang Oleh Putra Mahkota

Baca juga: Insinyur Pesawat Berubah Jadi Petani, Terjebak di Kerala Saat Lockdown Diumumkan Pemerintah India

Baca juga: Kisah Pengungsi Ethiopia di Sudan, Lari Dari Bawah Tembakan, Gurun Tandus, Sampai Melahirkan

Baca juga: Qatar Identifikasi Orang Tua Yang Membuang Bayi di Kamar Mandi Bandara, Minta Bantuan Interpol

Ia menerangkan UPT BP2MI Banda Aceh juga berkoordinasi dengan agensi Taiwan berkenaan dengan gaji yang harus dibayarkan kepada ABK yang sudah bekerja keras selama 2 tahun lebih di kapal. 

Pihak Agensi Taiwan menjanjikan akan memberikan 9 bulan gaji dan uang jaminan sosial untuk ABK yang berasal dari PT  Shafar Abadi.

"Jika ABK mendapatkan 9 bulan gaji dari agensi Taiwan maka total gaji yang akan diterima ABK sebanyak 1 tahun bekerja dan 1 tahun lainnya masih tertahan di PT Shafar Abadi Indonesia dan ketiga ABK berencana melaporkan hal ini ke pihak kepolisian,” tutur Fauzah.

Selain tiga ABK asal Aceh itu, ungkap Fauzah lebih kurang ada 7 warga Aceh lainnya yang ikut menjadi korban PT Shafar Abadi Indonesia dengan kasus gaji juga tidak dibayarkan. 

Dari catatan UPT BP2MI Banda Aceh, terang Fauzah, mencatat permasalahan ABK atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak akan muncul ketika bekerja di luar negeri, jika sebelum bekerja ABK itu menelusuri terlebih dulu riwayat perusahaan yang akan menyalurkan pekerja ke luar negeri. 

“Setelah tahu riwayat perusahaan, maka ABK atau PMI itu wajib memahami isi kontrak kerja yang menjadi jaminan pekerja saat menjalankan pekerjaannya. Hal yang terakhir kami imbau sebelum bekerja ke luar negeri, laporkanlah diri ke dinas ketenagakerjaan di kabupaten/kota atau di UPT BP2MI terdekat di daerah ABK atau PMI domisili,” imbau Fauzah Marhamah.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved