Tabayyun untuk Hasil MTQ

MUSABAQAH Tilawatil Quran (MTQ) sudah ada di Indonesia sejak 1940-an, ditandai berdirinya Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz oleh Nahdlatul Ulama

Editor: bakri
Tgk Akmal Abzal, SHI, Anggota Komisi Independen Pemilihan Aceh 

Penghakiman sepihak amatlah berisiko pada penilaian subjektif dan tentu cara-cara seperti ini bukan karakter seorang muslim. Lebih disayangkan lagi jika komentator itu berbasis akademisi, tokoh agama, publik figur yang setiap ucapannya menjadi referensi bagi pengikutnya. Maka, statemen tanpa dasar, ungkapan berbau kebencian, kritik menjatuhkan adalah tindakan-tindakan prematur atau lebih tepatnya adalah primitif.

Dewasa ini setiap narasi dapat ditakar kadar intelektualitas dan objektifitasnya. Hal penting lagi, beragam komentar positif atau negatif terhadap suatu kasus maka rekam digitalnya tak akan pernah terhapus lagi. Maka penggunaan kalimat kritik dan saran sebaik mungkin berbasis narasi santun dan beretika.

Tulisan ini dibuat bukan menggiring para pihak berhenti mengkritik dan sumbang saran. Kita tentu sepakat tanpa kiritik maka perbaikan ke depan akan mustahil terjadi. Namun, sekali lagi kita saling mengingatkan, kritiklah secara konstruktif dengan semangat perbaikan pelbagai lini, termasuk di bidang MTQ.

Bagian dai usaha untuk mencapai hasil maksimal, misalnya pemerintah perlu memberi perhatian kepada peserta dengan reward lapangan kerja bagi yang mengukir prestasi. Ini bentuk motivasi yang sangat wajar dilakukan berbagai provinsi lainnya, termasuk Papua.

Selain itu, kita juga harus menjadi makhluk perasa. Artinya, cobalah `masuk' dan merasakan bagaimana terpukulnya mental para peserta ketika usaha dan kerja keras mereka tidak membuahkan hasil. Sudahlah terpukul karena gagal, ditambah lagi hujatan yang tak habis-habisnya. Ingat, adik-adik dan anak-anak kita itu adalah bagian dari kita, mereka jangan sampai terimbas `polusi' dari sampah medsos.

Kalau kita memang sepakat MTQ ke depan lebih baik, silakan berkonstribusi nyata selain retorika. Harus ada solusi dan saran perbaikan. Stop menohok individu karena orang juga bisa mempertanyakan konstribusi apa yang telah kita berikan. Jika semua  memiliki semangat yang sama untuk kebajikan maka Dinas Syariat Islam Aceh sebagai leader di bidang MTQ ini mesti berani melakukan sesuatu yang ekstra.

Apakah perbaikan itu berawal dari sistem, SDM, dukungan anggaran, pelatihan atau fasilitas pendukung lainnya. Sesegera mungkin merespons masukan, kritik dan tanggapan masyarakat agar MTQN ke-29 pada 2022 Aceh bisa mengukir prestasi terbaik di tingkat nasional.

Jadikan setiap kritik sebagai cemeti dan bentuk kontrol publik atas penggunaan anggaran daerah.

Sebagai masyarakat kami bangga ketika peserta berani berangkat ke Padang dalam kondisi pandemi Covid-19. Mengutip pernyataan Kadis Syariat Islam Aceh menjelang keberangkatan kafilah ke Padang, ini juga seharusnya bahan renungan kepada kita. "Persiapan sudah oke, meskipun pembinaan secara tatap muka tidak dapat kita laksanakan karena kendala Covid-19. Anak-anak tetap berlatih rutin secara daring di bawah arahan pelatih masing-masing."

Akhirnya kita tahu bahwa agenda nasional seperti MTQ Nasional, apalagi di tengah wabah corona yang juga berdampak pada refocusing anggaran, perlu disikapi sebagai upaya positif dan plus minus. Tentu, segenap pihak bisa introspeksi diri dengan kondisi objektif ini.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved