Kilas Balik Tsunami Aceh 2004
Tsunami Aceh 2004 | Sa'dah dari Bireuen Cari Anak Gadisnya yang Tinggal di Kampung Mulia
Di bawah sengatan matahari, seorang perempuan paruh baya bergegas memasuki pelataran parkir Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM – Minggu, 26 Desember 2004, 16 tahun yang lalu, gempa dan gelomang tsunami menerjang Aceh, menimbulkan lembaran duka dalam sejarah Indonesia.
Gempa yang berkekuatan 9,0 SR dan gelombang setinggi 24-30 meter menghantam dataran Aceh.
Ratusan ribu rumah dan nyawa menjadi korban dari bencana mahadahsyat di abad ini.
Tanggal 26 Desember 2004 menjadi peristiwa tragis dalam catatan sejarah masyarakat Aceh.
Artikel dibawah ini adalah arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Senin 3 Januari 2005, atau delapan hari setelah tragedi gempa dan tsunami.
Artikel ini berisi tentang kisah seorang ibu yang mencari anaknya di posko yang didirikan oleh dua mahasiswa Universitas Syiah Kuala.
Artikel ini kami turunkan kembali untuk mengenang 16 tahun bencana Tsunami Aceh 2004, dalam topik “Kilas Balik Tsunami Aceh 2004”.
Baca juga: Kado Istimewa Ultah ke-23 Delisa, Gadis Cilik yang Kehilangan Kaki saat Tsunami Aceh
Baca juga: Taman Memorial Tsunami Direncanakan Jadi Taman Ramah Anak, Begini Tanggapan Bupati T Irfan TB
Berikut artikel liputan berita wartawan Serambi Indonesia, Nasir Nurdin.
Sepenggal Asa dari Pusat Informasi
Siang itu, Sabtu 1 Januari 2005 bertepatan hari ke tujuh bencana gempa dan gelombang tsunami di Provinsi NAD (Aceh).
Di bawah sengatan matahari, seorang perempuan paruh baya bergegas memasuki pelataran parkir Bandara Sultan Iskan dar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar yang menjadi salah satu titik pengungsian.
Perempuan bernama Sa'dah (60), yang mengaku berasal dari Bireuen tersebut terlibat pembicaraan dengan Idrus dan Rahmat Hidayat, dua mahasiswa Unsyiah Banda Aceh yang membuka Pusat Pelayanan Informasi Korban Gempa dan Badai Tsunami di komplek Bandara SIM.
Posko yang hanya dilengkapi sebuah meja dengan dua kursi dan beratap terpal itu, beroperasi sejak Senin (27/ 12/2004) atau sejak hari kedua musibah.
"Ide membuka posko informasi ini datang secara spontan sebagai wujud keprihatinan kami. Kami merasa terpanggil untuk membantu semampu kami." kata Idrus, mahasiswa FKIP Unsyiah.
Sa'dah, sebagaimana ratusan warga lainnya datang ke pusat informasi darurat tersebut untuk mencari tahu nasib keluarga maupun kerabat mereka yang kemungkinan masih tersisa dan berada di antara ribuan warga yang mengungsi.