Breaking News

Opini

Unsyiah atau USK Tetap Sy'iah

PASCAKELUAR Edaran Rektor Universitas Syiah Kuala Nomor B/6317/UN11/OT.00.00/2020, tanggal 30 Desember 2020 tentang penyelelarasan penulisan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Unsyiah atau USK Tetap Sy'iah
IST
A. Wahab Abdi,  Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala

Realisasi dari gagasan besar ini adalah lahirnya Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh (YDKA) pada 21 April 1958. Yayasan ini dibentuk untuk mendukung pembangunan bidang rohani dan jasmani demi terwujudnya masyarakat Aceh yang sejahtera. Program utama YDKA adalah (1) mendirikan perkampungan pelajar dan mahasiswa di ibu kota provinsi dan di setiap ibu kota kabupaten di seluruh Aceh; dan (2) mengusahakan sebuah universitas di Aceh.

Tidak lama setelah YDKA terbentuk, dibentuk pula Komisi Perencana dan Pencipta Komplek Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam yang dimotori oleh Penguasa Perang Kolonel Sjamaun Gaharu. Komisi  ini berfungsi sebagai pemikir, inspirator, dan kreator. Sedangkan YDKA sebagai pelaksana dengan mengandalkan rakyat sebagai modal utama.

Tak lama setelah terbentuk, komisi ini berhasil merumuskan beberapa hal mendasar. Hal-hal mendasar dimaksud antara lain adalah menciptakan nama "Darussalam" sebagai Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma), serta (Tgk) "Syiah Kuala" sebagai nama universitas yang akan dibangun. Artinya bahwa untuk menggodok nama universitas ini bukan pekerjaan cilet-cilet, melainkan melalui suatu komisi perencana dan pencipta.

Soal bagaimana teknisnya, tidak ada data yang menjelaskan prosesnya. Namun suatu hal yang dapat dipastikan bahwa nama itu adalah hasil pemikiran yang cermat dan teliti yang sarat makna historis, era kekinian dan visioner.

Dalam perjalanan selanjutnya tidak banyak informasi yang menjelaskan mengapa Universitas Syiah Kuala ditulis dalam bentuk akronim "Unsyiah". Apakah hanya mengikuti tradisi pada masa itu, yang mana sejumlah perguruan tinggi lainnya yang lebih dulu lahir yang menggunakan nama tokoh penting juga ditulis secara akronim.

Misalnya Unand, Unsri, Unpad, Undip, Unair, Unhas, dan lain-lain.

Selain itu, penggunaan akronim dalam ilmu bahasa dapat dilihat dari banyak aspek, di antaranya adalah dari aspek politis dan sosiologis. Secara politis dan sosiologis akronim bisa berfungsi untuk mengomunikasikan identitas daerah. Barangkali akronim

Unsyiah juga dibuat untuk mencerminkan karakter keacehan. Karakter Aceh yang paling tampak di sini adalah syiah-nya. Di sini dieja dengan pakai "ya" sehingga ejaannya menjadi "syiyah", bukan pakai "ain" sehingga ejaannya menjadi "syi'ah".

Sedangkan pada singkatan USK, tidak tampak karakter Aceh di situ, kecuali setelah ditulis kepanjangannya.

Tetap syiah 

Dari sejumlah informasi yang ada seperti kita paparkan, maka pertanyaannya selanjutnya adalah apakah perubahan itu bisa menyelesaikan masalah? Ternyata tidak.

Di satu sisi, penulisan singkatan USK berpengaruh cukup signifikan terhadap pelunturan nilai-nilai historis yang ada pada akronim sebelumnya. Akronim Unsyiah sudah sangat menyatu dengan masyarakat Indonesia. Saat mendengar nama ini, maka secara spontan pendengar mengetahui bahwa ini adalah salah satu perguruan tinggi yang ada di Aceh. Karakter ke-Aceh-an kelihatan pada akronim tersebut.

Bagi masyarakat Aceh, tentu saja akronim Unsyiah jauh lebih bermakna lagi baik secara historis, politis, sosial maupun budaya. Begitu mendengar ungkapan Unsyiah, maka langsung akan terbayang sejarah kelahirannya dalam kemelut politik, sosial dan budaya.

Pada sisi lain, kata "syiah" masih tetap ada dalam prasa "syiah kuala". Artinya bahwa jika alasannya adalah untuk menghilang dialektika "syi'ah" yang bernuansa kesyiahan bagi orang luar Aceh saat mengeja kata "syiah", maka alasan itu kurang logis. Sebab, saat membaca kepanjangan dari USK juga masih ada ejaan "syiah"-nya.

Dengan demikian simpulannya adalah mau Unsyiah atau USK, ternyata tetap sy'iah.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved