Konflik Antarnelayan
LBH Ajukan Keberatan ke PT Banda Aceh Terkait Perpanjangan Masa Penahanan Nelayan di Simeulue
Masalahnya adalah, pascapenahan 20 hari pertama oleh Polres Simeulue, para tersangka belum pernah diperiksa sama sekali.
Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh mengajukan keberatan ke Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh, terkait penetapan perpanjangan masa penahanan oleh Pengadilan Negeri (PN) Sinabang, terhadap lima nelayan anggota Pokmaswas Air Pinang, Kabupaten Simeulue, yang sudah lebih dari tiga bulan ditahan pihak Polres setempat.
“Karena penanganan kasus yang tidak lazim, dan atas penetapan perpanjangan penahanan di tingkat penyidikan oleh PN Sinabang, LBH telah mengajukan keberatan ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh, pada 9 Maret 2021,” kata Azhari, staf LBH Banda Aceh, melalui siaran pers yang diterima Serambinews.com, Kamis (11/3/2021).
Penahanan nelayan anggota Pokmaswas Air Pinang ini terkait kasus dugaan pemukulan/penganiayaan terhadap sejumlah nelayan pengguna kompresor yang terjadi November 2020 lalu.
Menurut pihak LBH Banda Aceh, tahapan penyidikan yang dilakukan oleh Polres Simeulue terlalu lama, karena untuk perpanjangan penahan para tersangka saja, Penyidik Polres Simeulue harus memohon Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Sinabang.
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sinabang kemudian menetapkan perpanjangan penahanan kepada para tersangka tersebut berdasarkan Pasal 29 KUHAP, dimana perpanjangan penahanan tersebut dimungkinkan dengan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan guna kepentingan pemeriksaan.
“Masalahnya adalah, pascapenahan 20 hari pertama oleh Polres Simeulue, para tersangka belum pernah diperiksa sama sekali. Penyidik Polres Simeulue tidak bekerja berdasarkan asas professionalitas karena mungkin tidak mampu menyelesaikan laporan pemeriksaan tingkat pinyidikan tepat waktu. Sehingga para tersangka tersandera tanpa kejelasan proses hukum selama 100 hari masa penahanan,” kata Azhari.
Sementara, status penahan penyidik Polres Simeulue melekat hingga tanggal 30 Maret 2021 (20 hari kedepan) atau hingga batas waktu 120 hari kewenangan penahanan di tingkat penyidikan.
“Bagi kami, ini tidak lazim. Karena tersangka dalam keadaan sehat, tidak menderita gangguan fisik atau gangguan mental. Sehingga tidak ada alasan tidak dapat diperiksa atau menyelesaikan pemeriksaan untuk kepentingan penyidikan, sebagaimana pertimbangan yang tertuang dalam surat penetapan perpanjangan penahanan oleh wakil ketua Pengadilan Negeri Sinabang,” tambahnya.
Baca juga: Konflik Antarnelayan di Simeulue, Dipicu Soal Penggunaan Kompressor di Kawasan Konservasi Perairan
Baca juga: Panglima Laot di Simeulue Minta Gubernur Aceh Bantu Anggota Pokmaswas yang Ditahan
Baca juga: Panglima Laot Air Pinang Laporkan Lambannya Proses Hukum Anggota Pokmaswas ke Komnas HAM
Baca juga: Kasus Nelayan Kompresor di Simeulue Dilimpahkan ke Jaksa, 5 Anggota Pokmaswas Masih Ditahan
Tidak dikeluarkannya tersangka karena penerapan pasal 170 KUHP dan alasan subyektivitas penyidik soal keselamatan jiwa tersangka dan untuk mencegah konflik baru, juga dinilai oleh pihak LBH sebagai alasan penyidik untuk tidak mengabulkan penangguhan penahanan yang diajukan pihak tersangka.
“Penerapan pasal ini juga terlalu berlebihan untuk kasus yang dimulai dari sengketa/perselisihan adat dan adanya unsur kausalitasnya. Tidak tepat rasanya Pokmaswas KKP PISISI sengaja dan merencanakan kontak fisik pada malam hari tanggal 29 November 2020 tersebut,” ujarnya.
Seperti diketahui, pembentukan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) ini merupakan program Pemerintah yang dikukuhkanmelalui Penetapan Bupati Simeulue, serta binaan DKP Simeulue dan DKP Aceh. Artinya ada dasar hukum bagi para anggota Pokmaswas untuk melakukan pengawasan.
“Mereka adalah orang-orang berjasa bagi Pemerintah dan masyarakat Simeulue karena sudah bersedia menghibahkan waktunya untuk menjaga sumber penghidupan nelayan dan pedagang ikan di sekitar KKP PISISI. Sementara itu juga, posisi para tersangka adalah kepala keluarga yang tergolong berasal dari keluarga kurang mampu dan tidak diberikannya penangguhun penahanan telah berdampak terhadap ekonomi keluarga tersangka,” ungkap Azhari.
Baca juga: Tim Patroli Polairud, DKP dan Pokmaswas Tertibkan Penggunaan Kompressor, 9 Nelayan Ditangkap
Baca juga: DKP Aceh Dukung Penertiban Kompressor, Perlu Perlakuan Khusus untuk Lindungi Kawasan Konservasi
Baca juga: PSDKP Lampulo Kirim Penyidik ke Simeulue, Tindaklanjuti 3 Kasus Pelanggaran di Perairan Konservasi
Baca juga: JKMA Aceh: Konflik Nelayan Simeulue Harusnya Diselesaikan Secara Adat
Penyidik: Penahanan Sudah Sesuai Prosedur
Sementara itu, Kapolres Simeulue melalui PS Kanit Idik I Pidum, Bripka Jaka Fitrah Ahmad yang dikonfirmasi Serambinews.com, mengatakan bahwa proses penahanan yang sudah lebih dari tiga bulan ini masih sesuai dengan prosedur.
“Pengadilan Negeri Sinabang menetapkan bahwa masa penahanan sampai dengan 30 Maret 2021,” kata Bripka Jaka, didampingi Kasat Reskrim Polres Simeulue, Iptu M Rizal, Sabtu (6/3/2021).