Alijullah, Anak Sigli Jadi Lurah Paris, Sang Penumpang Gelap Jalani Dua Kali Puasa di Masa Pandemi

ALIJULLAH Hasan Jusuf, anak Blang Paseh, Sigli, pernah menjadi penumpang gelap Garuda sampai ke Schiphol Belanda, pada 1967

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Alijullah (kanan) bersama sahabatnya Merwan Jusuf 

Laporan Fikar W.Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - ALIJULLAH Hasan Jusuf, anak Blang Paseh, Sigli, pernah menjadi penumpang gelap Garuda sampai ke Schiphol Belanda, pada 1967.

Sekali lagi—jadi  penumpang gelap --- pesawat Qantas, milik Australia, terbang dari Bandara Kemayoran Jakarta ke  Paris, Perancis pada 1968--sampai tahun 2021 ini genap 50 tahun tinggal di Paris.

Alijullah, pensiunan KBRI Paris, dijuluki juga sebagai “Lurah Paris” dan telah melayani seluruh Presiden Indonesia yang berkunjung ke Paris, kecuali Soekarno.

Alijullah, Jumat (16/4/2021)  siang, tiba-tiba mengirimkan kisahnya menjalani dua kali Ramadhan di masa pandemi Covid-19 di Prancis kepada Serambinews.com melalui pesan WhatsApp.

Baca juga: Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Menyaksikan Seniman Bertasbih dan Berzikir (I)

Alijullah kini berusia 71 tahun, menikah dengan perempuan asal Nias dan dikaruniai empat anak dan beberapa cucu.

Ia menuturkan, bahwa Prancis saat ini sedang musim dingin. Waktu puasa berlangsung sejak pukul 05.00 hingga pukul 21.00 waktu setempat.

Walaupun tidak dalam penguncian wilayah atau lockdown akibat pandemi Covid, namun kata Ali, pergerakan manusia dibatasi, termasuk pemberlakuan jam malam.

“Kita di Prancis tidak boleh keluar dari pukul 19.00 hingga 06.00. Selebihnya mereka boleh keluar rumah namun dalam jarak 10 km.

Kalau lebih dari 10 km, harus ada surat resmi misalnya untuk menjenguk keluarga yang sakit," ujarnya.

Baca juga: Ini 6 Cara Menghilangkan Bau Mulut Selama Puasa

Sejumlah masjid juga masih tutup, kecuali yang berada di pinggiran kota, itupun hanya untuk melaksanakan Shalat Jumat.

Kalau tarawih dan shalat lima waktu dilakukan di rumah masing-masing.

Tidak ada acara buka puasa bersama atau shalat berjamaah di KBRI seperti masa-masa sebelum pandemi.

Ia melukiskan Ramadhan dan Idul Fitri tidak seperti di Indonesia yang meriah.

Penduduk muslim di Perancis sedikit, kebanyakan mereka para imigran.

Tidak ada kumandang azan magrib tanda berbuka atau kumandang azan subuh tanda sudah masuk puasa.

Puasanya menyesuaikan dengan peredaran matahari.

Bila Bulan Ramadhan terjadi pada musim panas maka matahari terbit pukul 05.00 dan terbenam jam 21.00.

Makanya sahur pukul 04.30 dan bukanya pukul 21.00.

Baca juga: Viral Emak Pecinta Warna Pink, Sampai Nasi, Masakan Sayur Tahu dan Kolang Kaling Warna Pink

Alijullah, manusia “spektakuler” menerobos dua kali sebagai penumpang “tanpa tiket” ke Eropa dari Jakarta. 

Peristiwa pertama  terjadi pada 1967, ia menyusup dalam pesawat Garuda yang menerbangkannya dari Bandara Kemayoran sampai Schipol Belanda.

Tujuannya ke Prancis. Tapi di Schipol ia “ketahuan” dan kemudian dikembalikan ke Jakarta.

Petualangan berikutnya diulanginya lagi tahun berikutnya, pada 1968.

Persis sehari setelah perayaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Kisah Wanita Perancis Bertemu Jodoh di Banda Aceh hingga Memantapkan Diri Memeluk Islam

Menggunakan pesawat Qantas milik Australia, ia lagi-lagi “menyusup” terbang ke Prancis dan berhasil mendarat dengan selamat sebagai penumpang gelap. 

Kisah petualangan beraninya dituangkan dalam buku “PARIS JE REVIENDRAI” (Ke Paris Aku Kan Kembali), setebal 378 halaman.

Buku ini memuat pengalaman dirinya melakukan petualangan dan hidup selama lebih 40 tahun di Perancis dan bekerja sebagai staf lokal di Kedubes Indonesia di Paris.

Nekad sebagai penumpang gelap untuk kedua kalinya, dilandasi oleh semangat ingin melanjutkan pendidikan di Prancis

Setelah keluar dari tahanan karena menerobos keamanan bandara pada petulangannya yang pertama, Alijullah kemudian melanjutkan pendidikan di Jakarta.

Namun akibat situasi ekonomi yang morat-marit kala itu, membuat dunia pendidikan tidak berjalan normal.

Baca juga: Untuk Wanita Usia 40 Tahun ke Atas, Begini 8 Cara Menurunkan Berat Badan

Godaan kembali ke Eropa untuk kuliah, menghentak kalbunya. Imajinasinya terus berkelana ke benua biru guna mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

“Itulah alasan kenapa saya kembali nekad menjadi penumpang gelap. Untuk beli tiket pesawat tak mampu,” kenang Alijullah.

Ia kembali ke Bandara Kemayoran. Akhirnya memutuskan terbang dengan maskapai Qantas.

Seperti petualangan sebelumnya, tentu saja tindakan nekad ini sangat mendebarkan.

“Alhamdulillah saya bisa lolos sampai Paris,” kata Ali.

Di Bandara Paris, Ali lagi-lagi ditangkap kepolisian setempat, karena tak ada dokumen paspor dan dokumen lainnya.

Tapi Ali tak kalah akal, ia berusaha menghubungi aparat Kedubes RI di Paris dan berhasil.

Baca juga: Kisah Cinta Polisi Turki, Kenalan via FB, Tertarik tentang Aceh, hingga Menikahi Gadis Matangkuli

Ia tak langsung dideportasi, melainkan dibawa ke Kedubes.

Tindakan Alijullah ini kembali menggegerkan Jakarta. Tapi sikap Dubes RI untuk Perancis, Letjen GPH. Djatikoesoemo, sangat lunak.

Ali senang, sebab bakal mendapat paspor tanpa harus kembali ke Jakarta.

Tapi tak lama kemudian, Dubes Djatikoesoemo digantikan oleh Dubes Letjen R Askari. Keadaan sedikit berubah.

Pemerintah Paris memberi ultimatum, Ali masuk penjara atau pulang ke Jakarta.

Ali sempat berpikir melarikan diri dari kedutaan. Tapi niat itu tak dijalankan.

Ia lalu memilih dipulangkan ke Jakarta, karena dijanjikan akan dikembalikan ke Paris melalui jalur resmi.

Namun harapan, itu kosong. Janji pulang ke Paris tak kunjung dipenuhi.

Ali lalu diterima bekerja pada perusahaan Perancis, milik mantan Dirut Garuda.

Baca juga: Asam Lambung Naik, Ini 4 Pertolongan Pertama Untuk Meredakannya

Penghasilan dari bekerja itulah yang ia kumpulkan dan membeli tiket menuju Paris.

“Ke Paris Aku kan Kembali,” katanya dalam hati, dan itulah yang kemudian dipilih menjadi judul buku.

Buku ini juga memuat kisah pertemuannya dengan sang istri, yang berasal dari Pulau Nias, dan cerita menarik lainnya saat melayani sejumlah Presiden Indonesia yang berkunjung ke Paris.

Juga melayani warga Indonesia yang berkunjung ke Paris.

Terakhir ia sempat melayani calon Wagub DKI, Sandiaga Uno ketika menjalani pendidikan S3 di Paris.

Ali memang kemudian diangkat sebagai staf kedutaan dan berkarir sampai pensiun di sana. Untuk itu, ia juga mendapat julukan sebagai “Lurah Paris.” (*)

Baca juga: Warga Langsa Tertipu Investasi Bodong Ratusan Juta, Serahkan Mobil CRV dan Uang, Begini Ceritanya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved