Berita Aceh Tamiang
Salut! Nenek Ini Rela Panjat Kontainer Sampah Setiap Hari untuk Bertahan Hidup Ketimbang Mengemis
Meski sudah berusia 81 tahun, wanita tua ini lebih memilih memanjat kontainer sampah dibanding menjadi peminta-minta atau mengemis di jalan.
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Saifullah
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALA SIMPANG – Usia renta tidak menghalangi Sutinem mencari nafkah dengan perjuangan dan keringat sendiri.
Meski sudah berusia 81 tahun, wanita tua ini lebih memilih memanjat kontainer sampah dibanding menjadi peminta-minta atau mengemis di jalan.
Aktivitas memanjat kontainer sampah ini rutin dilakukan Sutinem setiap hari dalam enam tahun terakhir.
Setiap pagi, selepas shalat subuh Sutinem mengawali harinya dengan berjalan kaki dari rumahnya di Kampung Dalam, Karangbaru menuju Kompleks Perkantoran Pemkab Aceh Tamiang.
Sebuah sweater hijau lusuh sudah cukup melindungi tubuh keriputnya dari dinginnya udara pagi.
Baca juga: Warga Selamatkan Padi Jelang Sahur, Antisipasi Banjir di Matangkuli
Baca juga: Safari Ramadhan ke Beutong Ateuh Nagan Raya, Bupati Serahkan ZIS ke Fakir Miskin, Ini Nominalnya
Baca juga: Anak Pengemudi Ojol Meninggal Usai Makan Sate Kiriman Wanita Misterius: Bumbunya Pahit
Beberapa kantung plastik berukuran besar pun selalu dibawa dan seakan menjadi senjata utamanya untuk mengais rezeki.
Pagi itu, Selasa (27/4/2021), Sutinem masih mengarahkan langkahnya ke sebuah kontainer sampah yang berada di belakang Kantor DPRK Aceh Tamiang.
Seakan beradu cepat dengan petugas kebersihan, nenek yang bulan depan berusia 82 tahun ini langsung memanjat dan mencondongkan separuh tubuhnya ke dalam kontainer bertuliskan DLH Aceh Tamiang itu.
Satu per satu sampah yang dinilainya masih memiliki nilai jual dikutip dan dimasukkan ke dalam kantong plastik.
“Ini dapat kertas sama tempat telur. Lumayan sekilonya laku empat ratus perak,” kata Sutinem tersenyum.
Baca juga: Keuchik Dayah Tanoh Mundur
Baca juga: Menengok Masjid Asilmi Warisan Soeharto di Kota Subulussalam, Hingga Kini Ramai Jamaah
Baca juga: Anggota DPRK Klaim Sudah Usulkan Perbaikan Jalan Rusak di Tangan-Tangan, Hamdani: Akan Saya Cek Lagi
Tak banyak sampah yang dikumpulkan Sutinem dari kontainer pagi itu. Ia pun mencari tambahan dengan berkeliling komplek perkantoran Pemkab Aceh Tamiang.
Langkahnya selalu terhenti setiap melihat tong sampah. “Biasanya jalan sampai masjid BTN. Tapi capek, sampai sini saja,” ujarnya.
Sutinem mengatakan, aktivitas mengais sampah ini merupakan satu-satunya opsi dia untuk bertahan hidup.
Dulu dia sempat berjualan pecal keliling, namun hanya bertahan tiga tahun karena tak sanggup menggendong bakul dagangannya.
“Sejak suami meninggal sembilan tahun lalu, saya harus berpikir cari makan sendiri," ungkap sang nenek.
Baca juga: Pemkab Aceh Timur Bantu Biaya Perbaikan, Korban Puting Beliung di Peureulak
Baca juga: Jalan di Tangan-Tangan Abdya Rusak dan Jadi Kolam Saat Hujan, Begini Kondisinya Terkini
Baca juga: Ada Aksi Penggalangan Dana Beli Kapal Selam Pengganti Nanggala-402, Diprakarsai Masjid Jogokariyan
"Karena jualan gak sanggup lagi, ya ini (mencari sampah) yang bisa saya kerjakan,” urai Sutinem seraya mengatakan suaminya dulu bekerja sebagai buruh di perkebunan.
Begitupun, Sutinem mengakui dirinya sering kelelahan ketika belum mengisi penuh kantung plastiknya dengan sampah.
Bahkan bila tak sanggup pulang berjalan kaki, dia harus menumpang becak dengan ongkos Rp 7 ribu.
Namun pulang menumpang becak bukanlah keputusan bijak baginya.
Sebab dibandingkan penghasilannya yang hanya sekira Rp 200 ribu per bualan, ongkos becak sebesar Rp 7 ribu merupakan pemborosan bagi Nek Sutinem.
Baca juga: Cara Cek Penerima Bantuan UMKM Mekar BNI Banpres BPUM Rp 1,2 Juta, Ini Cara Daftarnya
Baca juga: Keseharian Fatimah Az Zahra Calon Istri UAS, Mondok di Gontor Sejak Kecil, Jarang Terlihat di Rumah
Baca juga: Kisruh Rumah Tangganya dengan Nathalie Holscher Dianggap Cuma Settingan, Apa Kata Sule?
“Saya kumpulkan dulu (sampahnya), nanti sudah sebulan, penuh di rumah, baru saya jual. Dapatnya Rp 200 ribu,” ungkapnya lirih.(*)