Opini
‘Wot Ie Bu’, Tradisi di Bulan Puasa dari Pidie
Bagi masyarakat Kabupaten Pidie (Aceh), hampir semua kegiatan selama bulan Ramadhan berlangsung di meunasah
Menurut penuturan orang-orang tua, khasiat dari ‘ie bu’ jenis ini besar sekali, terutama untuk menjaga kesehatan alat pencernaan selama berpuasa. Perut tetap sehat dan tidak gembung (pruet rheng). Dan orang yarig sering minum ‘ie bu on kaye’ fisiknya kuat dan bersemangat. Di antara daun kayu yang 44 jenis itu ialah: on (daun) rancong buloh, on tungkat ali, on sirapat, on sikuat, on me tanoh, capli buta (cabai hutan), kunyit, serai, on teumeurui, on trong, dan lain-Iain.
Bagi pembaca yang ingin mengenal ke-44 jenis daun kayu itu dapat ditanyakan pada orang-orang tua di Aceh.
Sebulan sebelum tibanya bulan puasa, Teungku Peutua Meunasah telah bekerja mengumpulkan semua daun kayu tersebut. Setelah kering, daun 44 itu ditumbuk menjadi tepung (halus).
Fungsi ‘ie bu’
Berdasarkan keterangan yang saya kumpulkan, istiadat ‘wot ie bu’ ini telah berlangsung lama di Aceh, terutama di Kabupaten Pidie. Fungsinya dua macam. Pertama, sebagai minuman segar bagi mereka yang buka puasa di rumah. Kedua adalah sebagai minuman pelengkap bagi kaum muslimin (orang laki laki) yang pada umumnya buka puasa di meunasah.
‘Ie bu’ yang dibawa pulang ke rumah, biasanya diambil oleh anak-anak. Bocah-bocah ini sangat gembira bila bulan puasa tiba, karena dapat mengambil ‘ie bu’ ke meuanasah. Di masa lalu, ‘tima situek’ (timba upih pinang) dan tima nibong (upih nibung) merupakan tempat istimewa buat menampung bubur.
Betapa gembiranya seorang cucu, apabila sebuah tima situek atau tima nibong selesai dibuat kakek/neneknya. Sungguh bahagia. Pernahkah Anda mengalaminya?
Buat masa sekarang teko dan timba aluminium/timba kaleng telah menggantikan kedua macam timba tadi. Sejak kuali besar (beulangong beusoe) dinaikkan ke dapur, anak-anak tidak mau bercerai lagi dengan dapur ‘ie bu’. Mereka sedia menunggu sampai magrib.
Sisa ‘ie bu’ yang masih tinggal di meunasah, selain bahan buka puasa bagi kaum muslimin, juga dapat dijadikan minuman bagi jamaah Tarawih dan juga bagi mereka yang tadarus Alquran di meunasah sepanjang Ramadhan.
Kalau dulu, selain dalam gelas banyak pula orang minum ‘ie bu’ dalam tempurung kelapa (bruek). Tempurung itu adalah bekas kukuran kelapa untuk bahan ‘ie bu’. Bagi orang yang bersahaja mereka bersihkan rambut/sabut tempurung. Tapi banyak sekali orang yang membiarkan tempurung itu berserabut sebagai adanya saja. Begitulah sederhananya kehidupan di desa tempo dulu. Dewasa ini ‘bruek u’ sudah digantikan oleh cangkir plastik.
Demikianlah gambaran singkat istiadat ‘wot ie bu’ yang dipraktikkan masyarakat Aceh di Pidie sepanjang bulan puasa. Melihat manfaatnya, saya berkesimpulan bahwa tradisi ini patut dilanjutkan sepanjang masa. <.abdullahsakti@gmail.com>