Berita Aceh Selatan

Pengusaha Diminta Taati UU, Jika Pekerja Dirugikan, LBH–JKA Siap Lakukan Pendampingan

Selama 10 tahun belakangan ini ternyata hak pekerja di Aceh Selatan dibayar tak pantas. Ini merupakan pelanggaran hukum.

Penulis: Taufik Zass | Editor: Taufik Hidayat
hand over dokumen pribadi
Direktur LBH-JKA, Muhammad Nasir SH 

SERAMBINEWS.COM, TAPAKTUAN – Persoalan ketenagakerjaan akhir – akhir ini menjadi isu yang menarik dibicarakan. Pasalnya, hingga saat ini masih banyak perusahaan yang tidak mentaati Undang–Undang Ketenagakerjaan dan mengabaikan kewajiban dan hak – hak para karyawan.

Menyikapi persoalan tersebut, Lembaga bantuan Hukum Jendela Keadilan Aceh (LBH-JKA) mengatakan kesiapannya untuk mendampingi para karyawan yang “dikangkaki” hak – haknya tersebut.

Permasaalahan tentang upah pekerja yang jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) baru – baru ini diketahui terjadi Kabupaten Aceh Selatan sebagaimana hasil Sidak lapangan yang dilakukan oleh Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) Aceh Selatan bersama Pengawas Ketenagakerjaan (Wasnaker) Aceh dan BPJS Kesehatan di beberapa SPBU dalam kawasan Aceh Selatan, pada Rabu (02/06/2021).

Direktur LBH-JKA, Muhammad Nasir SH secara lembaga mengapresiasi langkah yang dilakukan Kepala Distransnaker Kabupaten Aceh Selatan, Masriadi S.STP M.Si dan Wasnaker Aceh dan BPJS Kesehatan.

Menurutnya, Bupati Aceh Selatan sudah tepat menempatkan Masriadi sebagai Kepala Distransnaker karena persoalan yang sudah berlangsung 10 tahun lamanya ini baru diketahui setelah Dinas tersebut dipimpin oleh Mantan Kabag Humas Setdakab Aceh Selatan ini.

"Kita sangat terkejut mendengar hasil Sidak tersebut, dimana selama 10 tahun belakangan ini ternyata hak pekerja di Aceh Selatan dibayar tak pantas. Ini merupakan pelanggaran hukum, apalagi hal ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama." kata Direktur LBH - JKA, Muhammad Nasir, SH, Kamis (4/6/2021).

Baca juga: Pemberangkatan Jamaah Haji Tahun Ini Ditunda, CJH Bisa Minta Kembali Setoran BPIH

Baca juga: Bandara Dubai Segera Terapkan Paspor Vaksin Covid-19

Baca juga: Daftar Khatib Jumat 4 Juni 2021 di Masjid Aceh Utara, Lhokseumawe, dan Bireuen

Menurut Nasir, terkait hak pekerja yang sudah bekerja sebelum disahkannya UU Cipta Kerja ini semua telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang diantaranya menyebutkan bahwa Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK) menyatatakan : “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89".

Selain itu, lanjut Muhammad Nasir, dalam Pasal 185 ayat (1) UUK menyatakan : “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).”

"Sehingga berdasarkan bunyi ketentuan di atas, bisa diketahui bahwa perusahaan yang membayar gaji karyawan di bawah upah minimum provinsi sebagaimana ditetapkan pemerintah dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)," jelasnya.

Baca juga: Saudia Airlines Rayakan Tahun Kaligrafi Arab, Pasang di Dua Pesawat Boeing 787 Dreamliner

Baca juga: Calon PM Israel Siap Bentuk Pemerintahan Baru, Jalan Menggulingkan Benjamin Netanyahu

Baca juga: Wanita 26 Tahun Ajak Suami Bunuh Pria Selingkuhan, Demi Utang dan Tutupi Hubungan Gelap

Pada kesempatan itu, Direktur LBH-JKA mengaku bahwa pihaknya juga mendapatkan informasi lapangan bahwa bukan hanya pekerja SPBU saja yang mengalami masalah terkait upah tetapi juga dialami oleh para pekerja di Swalayan, Cafe, dan Hotel di Kota Tapaktuan serta beberapa usaha skala besar lainnya yang ada di Aceh Selatan

"Mereka juga tidak mendapatkan upah yang layak dan jam serta hari kerja yang terkadang berlangsung setiap hari tanpa ada hak libur begitu juga terkait jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja bagi pekerja itu terkadang tidak dipenuhi," ungkapnya.

Jika kendala adalah soal hitam putih terkait perjanjian kerja, lanjut Muhammad Nasir, sebetulnya hal ini telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan yakni Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) menyatakan : “Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan”.

Selanjutnya, tambah Nasir, Pasal 188 UUK menyatakan : “(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.”

"Berdasarkan uraian Pasal 188 UUK Jo Pasal 63 ayat (1) UUK di atas, maka bisa disimpulkan, tindakan perusahaan yang tidak membuat surat pengangkatan bagi karyawan tetap merupakan tindak pidana pelanggaran dan dapat dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)," jelasnya.

Jika kendala ini dibiarkan, tambah Muhammad Nasir, maka ini sangat merugikan para pekerja dan menguntungkan oknum pengusaha.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved