Kupi Beungoh
Nek Munah Pidie Jaya, KPK, dan Pembangunan Kita (V-Habis)
Parah tidaknya rasuah di sektor kesehatan, dan juga berbagai sektor lainnya sangat banyak berusrusan dengan tata kelola pemerintahan.
Oleh: Ahmad Humam Hamid*)
INDONESIA yang merupakan salah satu negara terpadat penduduknya di dunia, saat ini menjadi negara kelima terbesar proporsi jumlah penduduk lanjut usia.
Angka harapan hidup pada tahun 2012 telah berubah secara drastis, dari 45 tahun pada tahun 1970 menjadi 69,2 tahun.
Pada tahun 2019 angka harapan hidup untuk perempuan mencapai 73,6 tahun.
Diperhitungkan pada tahun 2050, proporsi penduduk tua-60 tahun ke atas, akan mencapai 21.1 persen.
Menuruti kaedah demografi yang disepakati, struktur penduduk sebuah negara, usia lanjut di atas 7 persen, maka negara tersebut memenuhi persyaratan sebagai kategori negara penduduk tua (Harasty, Ostermeier 2020).
Ini artinya semenjak tahun 2017, dengan angka proporsi penduduk tua 9,03 persen, maka status penduduk Indonesia sudah mencapai status negara dengan penduduk tua.
Ketika angka 7 persen itu dibawa ke masing-masing provinsi, angka tahun 2017 menunjukkan hanya 19 provinsi Indonesia yang mencapai kategori itu.
Tiga provinsi teratas dari kategori itu adalah DI Yogyakarta 13.81 persen, Jawa Tengah 12,59 persen, dan Jawa Timur, 12,25 persen.
Sebaliknya tiga Provinsi dengan proporsi terkecil adalah Papua, 3,2 persen, Papua Barat 4,33 persen, dan Kepulauan Riau 4,35 persen.
Aceh tidak termasuk ke dalam 19 provinsi berstruktur penduduk tua, karena jumlahnya 6,6 persen.
Posisi Aceh dalam struktur penduduk tua nasional berada pada ranking ke 23, atau termasuk ke dalam kelompok 11 terkecil proporsi penduduk tua (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Baca juga: Nek Munah Pidie Jaya, KPK, dan Pembangunan Kita (I)
Baca juga: Nek Munah Pidie Jaya, KPK, dan Pembangunan Kita (II)
Pembangunan, Rasuah, dan Proporsi Manusia Lanjut Usia
Maraknya rasuah di sektor kesehatan bukanlah barang ataupun monopoli negara-negara tertentu saja.
Sebuah kajian global yang dibuat Hussmann (2020) menemukan korupsi sektor kesehatan berada pada rentang 1 -51 persen, dengan tingkat keparahan tertinggi di negara-negara Afrika, Europa Tengah dan Timur, dan Timur Tengah.
Angka terendah terkonsentrasi di dua kawasan, Eropah Barat, dan Amerika Utara-AS dan Kanada.
Kenyataan ini sudah diperingatkan pada tahun 2006 oleh Transparancy International yang menyebutkan bahwa sektor kesehatan adalah sektor yang sangat rawan korupsi dimanapun di dunia.
Angka yang diberikan oleh kelompok negara OECD (2017) pada tahun 2013 saja, dari 7,35 triliun dolar AS pengeluaran global untuk kesehatan, sekitar 455 miliar dolar diantaranya menguap karena korupsi.
Laporan OECD itu juga menyebutkan dari survey yang mereka lakukan, tidak kurang dari 45 persen warga global merasa sektor kesehatan adalah sektor yang korup, bahkan paling korup dari semua sektor pembangunan.
Sinyalemen ini diamini oleh Transparency International (2020) yang menyebutkan untuk kasus Indonesia, 30-40 persen dana menguap, baik dalam APBN maupun dalam APBD propinsi dan kabupaten kota.
Baca juga: Nek Munah Pidie Jaya, KPK, dan Pembangunan Kita (III)
Baca juga: Nek Munah Pidie Jaya, KPK, dan Pembangunan Kita (IV)
Secara spesifik, modus operandi korupsi dalam sektor kesehatan ini umumnya di dominasi untuk mata anggaran pengadaan barang dan jasa.
Seperti yang sering ditulis, perilaku korupsi bersifat korosif, membunuh cepat dan ringkas, pada saat yang sama juga tumbuh secara generatif, bermutasi, dan menjalar kemana-mana.
Sekalipun sektor kesehatan menjadi ajang korupsi hebat, pada saat yang sama, bagi penentu kebijakan publik, korupsi di sektor kesehatan kurang menarik.
Alasannya, karena peluang korupsinya lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran publik untuk sektor lainnya.
Dari point ini saja sudah tercermin bagaimana sektor ini telah mendapat pukulan pertama, bahkan sebelum recana alokasi anggaran dibuat oleh penentu kebijakan publik.
Korupsi di sektor kesehatan adalah kata kunci untuk hidup dan mati warga negara.
Rasuah di sektor ini berurusan dengan akses, kuantitas, dan kualitas, efisiensi, dan bahkan pemerataan pelayanan kesehatan kepada anggota masyarakat.
Jika yang hendak dituju terkait dengan sejumlah sektor kesehatan dalam target pembangunan global milenial berkelanjutan, maka keterpurukan pencapaian terhadap target indeks yang telah ditetapkan lebih banyak berurusan dengan kasus korupsi.
Baca juga: Cara Mudah Hilangkan Kotoran Kulit dengan 6 Masker Wajah Alami Ini
Baca juga: Majelis Hakim Potong 6 Tahun Hukuman Penjara Jaksa Pinangki, ICW: Benar-Benar Keterlaluan
Indikator besar kemajuan kesehatan sebuah negara terjadi ketika angka harapan hidup tinggi yang disertai dengan menurunya kematian bayi perseribu kelahiran.
Kajian yang dilakukan oleh Nadpara (2015) terhadap 30 negara maju dan berkembang untuk periode 16 tahun, menemukan korupsi memberikan efek negatif terhadap pembangunan kesehatan, baik secara kwantitas maupun kualitas.
Penelitian itu juga menemukan dampak negatif korupsi lebih besar di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju.
Pembahasan dampak korupsi terhadap kehidupan publik cukup luas, namun yang sering disebutkan antara lain memiskinkan warga negara, memperbesar ketimpangan dan ketidakmerataan, dan membuat status kesehatan banyak warga, terutama kelompok misikin berada dalam resiko.
Temuan Lio dan Lee (2012) mengindikasikan angka harapan hidup meningkat, berikut dengan menurunnya kematian orang dewasa ketika korupsi menurun di satu negara.
Temuan itu juga semakin menguatkan alasan bahwa pengurangan korupsi di sektor kesehatan adalah cara yang paling ampuh untuk promosi sektor kesehatan di sebuah negara.
Pada tataran yang lebih operasional, baik rumah tangga maupun masyarakat, sejumah faktor penting menjadi penentu utama tingkat kualitas hidup yang secara otomatis bepengaruh kepada panjang pendeknya umur manusia.
Status sosial ekonomi, terutama pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan adalah sesuatu yang melerat pada indidvidu, namun sangat terkait dengan kebijakan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Tidak berhenti pada perangkat individu, sistem pelayanan kesehatan yang disediakan dan dilakanakan oleh pemerintah juga memegang peranan penting terhadap kesehatan publik, bahkan terhadap peluang tingkat meninggalnya orang dewasa.
Investasi pemerintah dalam pembangunan kesehatan, termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan kalori dan gizi, bahkan termasuk program pemberantasan kemiskinan juga mempunyai peran yang sangat menentukan.
Tidak berlebihan untuk disebutkan, di kalangan penduduk miskin, sejumlah program jaringan sosial yang dibuat oleh pemerintah juga memberi kontribusi yang berarti, baik terhadap angka harapan hidup, maupun tingkat mortalitas orang dewasa.
Dalam konteks Covid-19 misalnya tingkat kematian orang tua di atas 60 tahun cukup besar, Eropah 95 persen, AS , 8 dari 10 orang tua.
Sekalipun belum ada angka resmi tentang proporsi kematian orang tua di atas 60 tahun di Indonesia, secara empirik diperkirakan angka nya tidak jauh berbeda dengan di Eropah dan AS.
Dengan adanya kluster kemiskinan ekstrim di sebagian penduduk berumur 65 tahun, ditambah dengan 80 persen para orang tua yang tidak mempunyai jaminan keamanan (Jakarta Post, April 2020), dapatlah dibayangkan pula dampaknya terhadap angka kematian, apalagi jika ditambah lagi dengan praktek korupsi dalam sektor kesehatan dewasa ini
Sekalipun ketimpangan proporsi antarnegara, ataupun antarprovinsi seperti di Indonesia lebih beralasan untuk dikaitkan dengan sejumlah kebijakan, dan imlementasinya di lapangan, penyusupan praktek korupsi menjadi penghalang utama untuk percepatan pertambahan umur penduduk.
Karena secara substansi praktek korupsi adalah proses pemiskinan masyarakat dalam berbagai aspek, maka dengan sendirinya fenomena korupsi dipastikan akan mengagalkan berbagai program peningkatan ekonomi, peningkatan kesehatan, dan peningkatan kesejahteraan publik, yang salah satu muara akhirnya adalah penuruanan angka harapan hidup, baik anak-anak, dewasa, dan juga warga lanjut usia.
Baca juga: Kisah Pria Pencari Lobster Ditelan Ikan Paus, Selamat dari Maut setelah Dimuntahkan ke Udara
Rasuah Sektor Kesehatan Dan Tata Kelola Pemerintahan
Parah tidaknya rasuah di sektor kesehatan, dan juga berbagai sektor lainnya sangat banyak berusrusan dengan tata kelola pemerintahan.
Ketika pelayanan kesehatan tidak melayani dengan baik, hal itu dapat saja terjadi karena ketidak hadiran pekerja kesehatan, pembayaran yang diminta di luar aturan yang telah ditetapkan, pasien harus membayar ekstra untuk pelayanan, atau sistem rantai pasok barang dan jasa yang disalahgunakan.
Ketika hal itu terjadi dan tidak ada akuntabiitas publik, tidak ada konsekuensi bagi pihak yang bertaggung jawab maka pelayanan kesehatan publik akan sangat parah, dan kesehatan masyarakat, termasuk tingkat kematian anak-anak dan orang dewasa meningkat.
Korupsi di sektor kesehatan dalam konteks adalah saudara kembar dari tata kelola pemerintahan yang buruk.
Seperti penyakit degenaratif yang parah, korupsi di sektor kesehatan juga merusak sistem pelayanan kesehatan secara menyuluruh.
Akibatnya sistem pelayanan menjadi sangat tidak siap dan rapuh.
Konsekwensi lanjutannya adalah ketidak siapan pemerintah dengan sistem kesehatannya untuk menghadapi tantangan kesehatan yang membunuh manusia mulai dari bayi yang baru lahir sampai manusia dewasa, dan usia lanjut.
Tantangannya dapat saja dimulai dari penyebaran penyakit menular, meluasnya penyakit degenaratif, dan bahkan kesiapan untuk menghadapi pandemi, seperti Covid-19 yang sedang kita hadapi saat ini.
*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca juga: Begini Bacaan Niat Sholat Dhuha dan Tata Cara, Simak Batas Waktu dan Keutamaannya