Internasional

Petani Irak Bukan Hanya Menghadapi Ancaman Perang, Kekeringan Ancam Hewan, Ladang dan Kehidupan

Irak, sebuah negeri yang masih dilanda perang, kembali diancam dengan krisis iklim dengan musim panas terik yang memanggang kulit tubuh.

Editor: M Nur Pakar
AFP
Seorang anak laki-laki berjalan melalui ladang pertanian yang kering di daerah Saadiya, utara Diyala di Irak Timur. 

SERAMBINEWS.COM, BASRA - Irak, sebuah negeri yang masih dilanda perang, kembali diancam dengan krisis iklim dengan musim panas terik yang memanggang kulit tubuh.

Para petani dan penggembala ternak yang sebelumnya berjuang keras mengihindari jadi korban perang, saat ini berjuang menghadapi Kekeringan.

Air yang menjadi sumber kehidupan seluruh makhluk hidup, tak terkecuali hewan dan tanaman.

Fenomena panas yang menyengat pada musim panas ini akan membunuh hewan peliharaan dan juga tanaman di ladang.

Bukan itu saja, kelangsunga hidup para petani dan peternak juga terancam.

Dilansir AFP, Kamis (8/7/2021), negara kaya minyak, yang dilanda perang dan pemberontakan selama empat dekade terakhir, juga merupakan salah satu yang paling rentan di dunia terhadap perubahan iklim.

Saat ini berjuang dengan sejumlah tantangan lingkungan lainnya.

Bendungan hulu di Turki dan Iran telah mengurangi sungai Tigris dan Efrat, yang juga sangat tercemar oleh limbah, limpahan air ke pertanian saat mengalir ke tenggara melalui Irak.

Kekeringan telah melanda rawa-rawa Mesopotamia, yang dikatakan sebagai situs Taman Eden.

Di mana kerbau dan pemiliknya pernah menemukan kelegaan dari panas musim panas di atas 50 derajat Celcius (122 derajat Fahrenheit).

Baca juga: Irak Dihantam Krisis Politik dan Sosial, Suhu Panas Sampai Protes Meluas Atas Pemadaman Listrik

Di Irak selatan, di mana dua sungai besar bergabung ke dalam Shatt Al-Arab, berkurangnya aliran telah menyebabkan intrusi air asin dari Teluk, merusak jalur air yang dinaungi oleh rimbunnya pohon palem di tepiannya.

“Semua yang kami tanam mati: pohon palem dan alfalfa yang biasanya tahan air asin,” kata Rafiq Taufiq, seorang petani di kota tepi sungai selatan Basra.

Tahun ini, trennya kembali memburuk, kata Alaa Al-Badran, seorang insinyur pertanian di provinsi Basra.

“Untuk pertama kalinya garam masuk pada awal April, awal musim tanam,” katanya.

Masalah ini diperparah dengan konflik militer selama beberapa dekade, pengabaian dan korupsi telah menghancurkan sistem irigasi dan instalasi pengolahan air.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved